Manado (ANTARA) - Peserta International Conference on Utilization of Renewable Energy (ICURE) For Agroindustrial Product Management yang merupakan side event Tomohon Internatonal Flower Festival (TIFF) 2022 mengapresiasi tiga pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Kota Tomohon, Sulawesi Utara (Sulut).
"Kekaguman peserta ICURE TIFF 2022 setelah mengunjungi tiga pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) di Kota Tomohon," kata Manager PLN UPDK Minahasa, Andreas Arthur, di Manado, Jumat.
Peserta ICURE terdiri dari akademisi, petani serta dihadiri juga oleh perwakilan Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM).
Tiga pembangkit EBT yang dikunjungi peserta ICURE di Tomohon yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong, Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). PLTMH dan PLTS merupakan pembangkit kecil yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
PLTMH berada di kebun milik Walikota Tomohon, Caroll Senduk di Kakaskasen, Tomohon Utara. Sementara PLTS berada di Show Window di kompleks kantor Dinas Pertanian Kota Tomohon juga di Kakaskasen, Tomohon Utara. PLTS tersebut dimanfaatkan untuk menerangi show window yang terdapat tanaman beranega jenis bunga.
Pada kunjungan di tiga pembangkit EBT ini, para peserta yang berjumlah puluhan orang melihat langsung serta mendapat penjelasan dari PLN UPDK Minahasa terkait proses pembangkit tersebut. Energi yang sudah digunakan untuk membangkitkan listrik dapat dimanfaatkan kembali.
Andreas Arthur mengatakan, melalui kunjungan ini, pihaknya juga ingin menunjukkan bawa Sulawesi Utara memiliki potensi yang sangat baik untuk pembangkit Energi Baru Terbarukan, jenisnya juga beragam, bukan hanya Pembangkit Listrik Tenaga Air, tetapi juga Panas Bumi, Tenaga Surya dan Mikro hidro. Semua potensi tersebut ada di bumi Sulawesi Utara.
“Kami menyampaikan kepada peserta PLN tetap menggalakkan pembangkit Energi Baru Terbarukan, sebab pengembangan EBT bukan hanya terkait isu environmental atau isu lingkungan, tetapi juga untuk memperkuat ekonomi kita," jelasnya.
Ketika sudah lepas dari energi fosil atau energi tidak terbarukan, katanya, maka tidak akan bergantung lagi pada kondisi ekonomi makro, yang mana bisa menyebabkan kenaikan harga dari fosil tersebut,” jelas Andreas saat berada di kebun milik Walikota Tomohon di daerah Kakaskasen yang terdapat PLTMH ini.
Lebih lanjut dikatakannya, semenjak terjadinya perang Rusia dan Ukraina, harga fosil meningkat lebih dari empat kali lipat. Hal ini mengganggu ekonomi negara yang masih menggantungkan dirinya dari pembangkit fosil.
“Maka kami mengajak supaya kita sama-sama bergerak mewujudkan pembangkit EBT sehingga kita bisa juga semakin kuat secara ekonomi,” kata Andreas.
Terkait pengembangan PLTMH, Andreas mengatakan kriteria dan syarat untuk membangunnya tidak terlalu kompleks bahkan cukup sederhana.
“Potensi ini bisa kita dapatkan di seluruh daerah yang memiliki potensi ketinggian air dengan debit yang cukup,” katanya.
Namun menurutnya, permasalahan yang akan dihadapi adalah intermitensi atau gangguan kecukupan air akibat dari cuaca. Misalnya saat musim panas jumlah air tidak akan cukup.
“Untuk itu kami mengajak rekan-rekan yang ingin menggalakkan pembangkit Mikro hidro bekerja sama dengan PLN dalam memback up ketika intermitensi tersebut terjadi pada pembangkit Mikro hidro,” kata Andreas.
Biaya pembuatan pembangkit Mikro hidro menurut Andreas cukup murah, yakni berkisar antara Rp15 juta hingga Rp30 juta per 100 kWh, sehingga masyarakat yang memiliki potensi air yang cukup dapat membangun sendiri dengan bekerjasama dengan PLN.