"Lagi-lagi siapa yang banyak muncul di media hasilnya signifikan. Prabowo Subianto yang gagal pada koalisi 2009 langsung kampanyekan diri terus-menerus di media sehingga namanya 'steady'," kata Ikrar di Media Center LIPI Jakarta, Kamis.
Menurut dia, calon presiden PDIP yang akrab disapa Jokowi sudah tidak menjadi "media darling" terutama di media-media televisi yang pimpinannya juga mau maju dalam pemilihan presiden. Karena itu, ia mengusulkan PDIP memilih berkoalisi dengan partai baru yang memiliki televisi.
"Jadi mending pilih partai baru yang punya TV yakni Nasdem (Partai Nasional Demokrat). Metro TV dulu kan juga berhasil dipakai SBY untuk maju di Pilpres (Pemilihan Presiden) 2004," ujar dia.
Ia juga mengatakan secara teoritis yang akan menang pada pemilihan presiden 2014 adalah orang yang didukung oleh partai dengan strategi politik cerdas dan cepat sehingga tidak hanya mendapat sisa-sisa partai koalisi saja.
"PDIP jangan sampai buat langkah bodoh sehingga nanti hanya dapat sisa-sisa saja dari partai koalisi yang ada," ujar Ikrar.
Terlepas dari butuhnya PDIP dukungan kuat dari partai "pemilik" media massa, Ikrar juga mengatakan partai pimpinan Megawati Soekarno Putri ini juga memperkuat diri dari dalam guna mendukung Jokowi sebagai calon presiden 2014--2019.
"PDIP di dalamnya masih setengah hati dukung Jokowi. Padahal kalau dilihat hasil pemilihan legislatif tidak bisa dipungkiri bahwa Jokowi efek itu ada, karena kalau tidak suara akan melorot," kata Ikrar.
Karena itu, menurut dia, PDIP tidak bisa lagi setengah hati dalam mencalonkan Jokowi sebagai calon presiden mereka.
"Salah-salah semuanya nanti malah terlambat. Coba lihat saja, deklarasi terlambat kampanye Jokowi jadi belum dilakukan. Kalau dilakukan lebih awal mungkin hasil suara (pemilihan legislatif) bisa jauh lebih besar," lanjutnya