Manado (ANTARA) - Pemerintah Kota (Pemkot) Bitung, Sulawesi Utara mengeluarkan surat edaran (SE) tentang penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di daerah tersebut.
"Saya melihat antrean kendaraan pengguna BBM solar bersubsidi sering terjadi di Kota Bitung, Ya, untuk menanggapi fenomena ini, kami menerbitkan Surat Edaran Nomor: 008/240/WK tentang Pengendalian dan Pengawasan Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) Solar Bersubsidi di Kota Bitung," kata Wali Kota Bitung Maurits Mantiri, di Bitung, Jumat.
Wali Kota Maurits mengatakan surat edaran ini diterbitkan tertanggal 23 Maret 2022 dan ditujukan ke Pengelola SPBU Penyalur JBT Solar Bersubsidi, Pengurus Organisasi Angkutan Daerah, Pengurus Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia, Pengurus Asosiasi/ Perhimpunan Pengusaha Truk, Pemilik/ Pengusaha Angkutan, Pemilik/ Pengemudi Kendaraan, Pemilik/ Pelaku Usaha Perikanan, Pertanian dan Usaha Mikro.
Surat edaran Wali Kota ini mengacu Peraturan Presiden No 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak, Peraturan BPH Migas No 17 tahun 2019 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi Perangkat Daerah untuk Pembelian Jenis BBM Tertentu,
Keputusan Kepala BPH Migas RI No. 04/P3JBT/BPH Migas/Kom/2020 tentang Pengendalian Penyaluran Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Oleh Badan Usaha Pelaksana Penugasan Pada Konsumen Pengguna Transportasi Kendaraan Bermotor untuk Angkutan Orang atau Barang serta Keputusan Kepala BPH Migas RI No 101/P3JBT/BPH Migas/Kom/2021 tentang Kuota Volume Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Per Provinsi/Kabupaten/Kota Secara Nasional Tahun 2022.
Memperhatikan situasi akibat penurunan kuota JBT Solar Bersubsidi Tahun 2022, maka dalam rangka keamanan, ketertiban dan kelancaran penyaluran JBT Solar Bersubsidi yang tepat sasaran.
"Pembelian JBT Solar bersubsidi pada SPBU penyalur hanya diperbolehkan untuk kendaraan sebagaimana diatur pada Perpres Nomor 191 Tahun 2014, yaitu, kendaraan bermotor perseorangan di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar hitam dengan tulisan putih," katanya.
Kemudian, katanya, kendaraan bermotor umum di jalan untuk angkutan orang atau barang dengan tanda nomor kendaraan berwarna dasar kuning dengan tulisan hitam, kecuali mobil barang untuk pengangkutan hasil kegiatan perkebunan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari 6 (enam) buah.
Semua jenis kendaraan untuk pelayanan umum antara lain mobil ambulance, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran dan mobil pengangkut sampah.
Pembatasan pembelian JBT Solar bersubsidi sebagaimana diatur dalam Keputusan BPH MIGAS No 04/P3JBT/BPH MIGAS/KOM/2020 adalah sebagai berikut, kendaraan bermotor perseorangan roda 4 (empat) paling banyak 60 (enam puluh) liter/hari/kendaraan, kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda 4 (empat) paling banyak 80 (delapan puluh) liter/hari/kendaraan; dan kendaraan bermotor umum angkutan orang atau barang roda 6 (enam) atau lebih paling banyak 200 (dua ratus) liter/hari/kendaraan.
Jenis kendaraan yang dilarang menggunakan JBT Solar bersubsidi adalah sebagai berikut, truk molen, truk semen curah, truk BBM, SKID Tank, truk CPO, truk BBM Industri dan kompetitor PT Pertamina, truk pengangkut gas, truk pengangkut alat berat, alat berat, truk pengangkut aspal, dump truck roda lebih dari enam dan kendaraan dinas (Plat Merah).
Area Manager Communication, Relations & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Laode Syarifuddin Mursali mengatakan PT Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi memastikan bahwa stok BBM jenis solar subsidi tetap tersedia untuk kebutuhan warga Sulut.
"Stok rata-rata solar subsidi di Terminal BBM Bitung 15.000 KL, sedangkan konsumsi harian rata-rata di Sulut 1.100-1.500 KL per hari," kata Laode.
Diketahui bersama, distribusi solar sebagai BBM Subsidi ini memiliki kuota yang telah ditetapkan oleh BPH Migas. Perlu diketahui, tahun ini kuota solar subsidi di Sulawesi turun sembilan persen dari dibandingkan realisasi tahun lalu, sementara realisasi solar subsidi di Sulut rata-rata sudah lebih dari sembilan persen dibanding kuota yang ditetapkan,” terangnya.
Karena itu, Pertamina sebagai badan usaha yang ditunjuk BPH Migas untuk menyalurkan BBM Subsidi, berupaya untuk menjaga agar kuota bisa cukup sampai akhir tahun, sebab jika penyaluran melebihi kuota, SPBU yang akan membayar selisih subsidi yang seharusnya dikeluarkan pemerintah.