Manado (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menyebut Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan yang signifikan dalam pengendalian iklim atau dampak perubahan iklim.
Hal itu disampaikan Siti Nurbaya di sela kegiatan mendampingi Presiden Joko Widodo menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Pemimpin Dunia COP26 tahun 2021 di Glasgow, Skotlandia, Senin (1/11).
"Kemajuan Indonesia tersebut realistis dan telah mendapatkan pengakuan dari banyak pihak. Jadi bukan mengada-ada atau kita memuji-muji diri sendiri itu tidak. Jadi memang realistis bahwa Indonesia mengalami banyak kemajuan,” ujar Siti Nurbaya dalam siaran pers di Jakarta, Selasa.
Dia mengatakan Presidensi Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFCCC) tahun ini di Glasgow mendorong untuk mencapai netral karbon pada pertengahan abad atau tahun 2050. Namun, hal tersebut juga tergantung dari kesiapan masing-masing negara.
"Posisi Indonesia sendiri, kita akan masuk di 2060 tetapi sedapat mungkin bisa ditarik ke depan. Itu bisa dihitung dari angka-angka energi, industri, juga penanganan limbah dan sampah," ujarnya.
Menteri LHK menggarisbawahi bahwa poin penting dalam penerapan agenda perubahan iklim dan nationally determined contribution (NDC) adalah keberlanjutan. Menurutnya, negara tidak bisa hanya mematok angka saja, lalu berhenti bekerja.
"Kita terus ikuti, kita terus hitung angkanya, kita terus bergerak mengikuti bagaimana kebijakan itu, bagaimana implementasi lapangannya lalu dia bisa juga jadi lebih cepat," ucap dia menambahkan.
Pada COP26 ini, Indonesia mendukung penuh presidensi Inggris Raya yang menekankan pembatasan pemanasan global pada tingkat 1,5 derajat celsius. Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa Indonesia akan berkomitmen sesuai dengan yang bisa dikerjakan.
"Maka segera 1,5 derajat celsius itu kita arahkan terus betul-betul sambil kebijakan yang kita perbaiki, sambil kita juga memantau terus melalui BMKG bagaimana perkembangan kenaikan suhu bumi kita rata-rata dalam 100 tahun atau 110 tahun atau 150 tahun tergantung data iklim yang kita punya. Jadi kita terus bekerja untuk itu," tutur dia menjelaskan.