Surabaya, 11/4 (Antara) - Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menegaskan bahwa 218 warga negara Indonesia (WNI) saat ini masih berada di Yaman yang kini sedang bergolak.
"Pemerintah sudah berhasil mengevakuasi 993 WNI di Yaman," katanya kepada Antara di sela pengukuhan Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA sebagai Guru Besar di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sabtu.
Namun, hingga Jumat (10/4) tercatat sudah ada 775 WNI yang tiba di Indonesia, sehingga di Yaman saat ini masih ada 218 WNI yang akan dipulangkan secara bertahap.
"Mereka dipulangkan pada Sabtu (11/4), Senin (13/4), dan Selasa (14/4)," katanya di sela acara yang juga dihadiri sejumlah mantan Menlu, di antaranya Alwi Shihab dan Hasan Wirajuda itu.
Selain itu, pihaknya juga sudah mengirimkan pesawat TNI AU ke Yaman. "Insya-Allah akan datang ke Tanah Air pada Senin (13/4) dengan mengangkut 90-100 WNI," katanya.
Ia mengakui ada juga WNI yang tidak dapat dievakuasi karena berbagai penyebab, seperti tingkat keamanan di wilayahnya, kendala transportasi, dan yang bersangkutan memang tidak mau kembali ke Tanah Air.
"Misalnya, di wilayah Aden (Yaman Selatan) yang ada 17 WNI di sana, tapi tingkat keamanannya sangat rawan, tapi kita akan terus berusaha, termasuk bekerja sama dengan negara lain," katanya.
Atau, WNI yang berada di wilayah timur dari Yaman. "WNI kita ada di dua daerah di wilayah timur, tapi kita terkendala dengan transportasi, karena itu kita evakuasi bertahap," katanya.
Menurut dia, pemerintah akan berusaha terus melakukan evakuasi WNI, karena negara memang berkewajiban menjamin keselamatan warga negaranya.
"Tapi, kita nggak akan memaksa kalau yang bersangkutan tidak mau. Yang jelas, kita akan berusaha memberi pengertian terkait keselamatannya," katanya.
Dalam pidato pengukuhan dirinya, Pelapor Khusus PBB mengenai Situasi HAM Palestina Prof Dr Makarim Wibisono MA-IS MA menegaskan bahwa Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) perlu direformasi.
"Itu karena PBB dibentuk dengan geopolitik tahun 1945 dan sampai saat ini belum berubah, sehingga PBB kini kehilangan kredibilitas, legitimasi, dan representasi," katanya.
Dalam acara yang juga dihadiri sejumlah perwakilan negara sahabat itu, ia menjelaskan hilangnya kredibilitas, legitimasi, dan representasi PBB itu berbahaya, karena konflik di dunia takkan terselesaikan.
"Kalau perlu, pemerintah Indonesia mendorong inisiasi perlunya reformasi PBB, karena UUD 1945 mengamanatkan itu dan Indonesia juga merupakan negara terbesar keempat di dunia," katanya.