KPK memanggil enam saksi kasus korupsi Dodi Reza
Manado (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu memanggil enam saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan Tahun Anggaran 2021.
"Hari ini, pemanggilan saksi-saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2021 untuk tersangka DRA (Dodi Reza Alex Noerdin/Bupati Musi Banyuasin nonaktif). Pemeriksaan dilakukan di Satbrimobda Sumatera Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mereka yang dipanggil, yaitu Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin A Fadli, Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Arwin, Kabid Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Bram Rizal, Kabid Pengembangan dan Pengendalian Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Nelly Kurniati.
Kemudian, Sekretaris Badan Diklat Kepegawaian Daerah Pemkab Musi Banyuasin/PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Rudianto dan operator komputer Pokja Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Alex Sanutra.
Selain Dodi, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
KPK menjelaskan Pemkab Musi Banyuasin untuk Tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) diantaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
Diantaranya dengan membuat daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya persentase pemberian "fee" dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik Suhandy menjadi pemenang dari empat paket proyek.
Total komitmen "fee" yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi, Herman, dan Eddi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Hari ini, pemanggilan saksi-saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2021 untuk tersangka DRA (Dodi Reza Alex Noerdin/Bupati Musi Banyuasin nonaktif). Pemeriksaan dilakukan di Satbrimobda Sumatera Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Mereka yang dipanggil, yaitu Kabid Pembangunan Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin A Fadli, Kabid Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Arwin, Kabid Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Bram Rizal, Kabid Pengembangan dan Pengendalian Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Nelly Kurniati.
Kemudian, Sekretaris Badan Diklat Kepegawaian Daerah Pemkab Musi Banyuasin/PPK pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Rudianto dan operator komputer Pokja Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Sekretariat Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Alex Sanutra.
Selain Dodi, KPK juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM), Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU), dan Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
KPK menjelaskan Pemkab Musi Banyuasin untuk Tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) diantaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
Diantaranya dengan membuat daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya persentase pemberian "fee" dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik Suhandy menjadi pemenang dari empat paket proyek.
Total komitmen "fee" yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Atas perbuatannya tersebut, Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi, Herman, dan Eddi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.