New York (ANTARA) - Harga minyak jatuh hampir dua persen pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), mundur dari tertinggi multi-tahun, karena kenaikan tak terduga dalam persediaan minyak mentah AS mendorong pembeli untuk mengambil keuntungan setelah melonjak baru-baru ini.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Desember anjlok 1,48 dolar AS atau 1,8 persen menjadi menetap di 81,08 dolar AS per barel, setelah menguat mencapai 83,47 dolar AS, tertinggi sejak Oktober 2018.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman November jatuh 1,50 dolar AS atau 1,9 persen menjadi ditutup di 77,43 dolar AS per barel, setelah mencapai 79,78 dolar AS, tertinggi sejak November 2014.
Persediaan minyak mentah AS naik 2,3 juta barel pekan lalu, terhadap ekspektasi untuk penurunan moderat 418.000 barel, kata Departemen Energi AS. Persediaan bensin juga naik, sementara persediaan distilat turun hanya sedikit.
"Kami melihat beberapa aksi ambil untung karena minyak telah naik secara signifikan," kata Gary Cunningham, direktur Tradition Energy di Stamford, Conn.
Harga patokan global Brent telah melonjak lebih dari 50 persen tahun ini, menambah tekanan inflasi yang dapat memperlambat pemulihan dari pandemi COVID-19. Gas alam telah melonjak ke rekor puncak di Eropa dan harga batu bara dari eksportir utama juga mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan terbaru dalam harga minyak mentah telah didukung oleh penolakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya untuk meningkatkan produksi dan kekhawatiran tentang pasokan energi yang ketat secara global.
Pada Senin (4/10/2021), OPEC, Rusia dan sekutu lainnya, yang dikenal sebagai OPEC+, memilih untuk tetap dengan rencana untuk meningkatkan produksi secara bertahap dan tidak meningkatkannya lebih jauh seperti yang telah didesak oleh Amerika Serikat dan negara-negara konsumen lainnya.
Pasar tergelincir pada sore hari setelah Menteri Energi AS Jennifer Granholm, mengatakan kepada Financial Times, membicarakan kemungkinan bahwa Amerika Serikat dapat memerangi harga yang lebih tinggi dengan melepaskan minyak dari cadangan strategis atau berpotensi menghentikan ekspor minyak mentah.
Harga minyak turun setelah berita itu, tetapi penurunannya moderat. Amerika Serikat mengakhiri larangan 40 tahun ekspor minyak mentah pada akhir 2015 dan sekarang mengirimkan lebih dari 3 juta barel minyak mentah setiap hari.
"Saya tidak berpikir kita berada pada titik di mana kita ingin membatasi ekspor minyak mentah atau gas alam," kata Cunningham.
Produksi AS meningkat menjadi 11,3 juta barel per hari, pulih dari penutupan terkait badai lebih dari sebulan yang lalu menjadi rebound mendekati level tertinggi pandemi tetapi masih jauh dari rekor 13 juta barel per hari yang ditetapkan pada 2019.
Dengan perusahaan serpih membatasi pengeboran untuk berkonsentrasi pada pengembalian investor, produksi AS belum mengimbangi pengurangan oleh OPEC+.
Berita Terkait
Optimistis swasembada energi, Berty Roeroe: Indonesia mampu produksi minyak 1 juta barel/hari
Rabu, 13 November 2024 9:36 Wib
Menteri ESDM minta Kepala SKK Migas tingkatkan lifting minyak
Jumat, 8 November 2024 6:17 Wib
Nilai tukar rupiah menguat dipengaruhi normalisasi harga minyak dunia
Rabu, 9 Oktober 2024 17:17 Wib
Pemkot Bitung gelar pasar murah kendalikan inflasi
Rabu, 12 Juni 2024 5:10 Wib
Presiden Jokowi sebut Blok Rokan ladang minyak yang cukup besar di Indonesia
Minggu, 2 Juni 2024 6:40 Wib
Potensi kenaikan harga BBM, Presiden hitung kemampuan fiskal negara
Selasa, 28 Mei 2024 5:59 Wib
Meski ada konflik Iran-Israel, harga BBM tak akan naik
Selasa, 16 April 2024 16:45 Wib
Dampak konflik Iran dan Israel, Mari Elka Pangestu ingatkan gejolak harga minyak
Senin, 15 April 2024 15:08 Wib