Manado, (Antara Sulut) - Ati Kusuma Pratiwi (24) sudah dua kali menjalani Ramadhan di Manado dan selama ini wanita asal Magetan, Jawa Timur, ini merasakan ada nuansa keagamaan yang hilang.
"Di Manado saya tidak bisa lagi menemukan para remaja yang keliling kampung membangunkan warga saat sahur tiba," ujar Sales Postpaid and New Business Telkomsel Branch Manado, Ati Kusuma Pratiwi di Manado, Senin.
Dia juga tidak bisa mendengarkan kumandang adzan subuh seperti di kampungnya dulu.
"Masjid paling dekat dari tempat kos saya ada di Mapolda Sulut," ujar alumnus Administrasi Publik UGM Yogyakarta yang tinggal di kawasan Kembang, Kecamatan Sario tersebut.
Untuk makan sahur, Ati banyak mengandalkan mie instant, roti dan susu karena tidak ada warung makan yang buka dini hari.
Kendati merasakan ada nuansa keagamaan yang hilang, dia merasa betah di bertugas Manado.
"Manado lebih tenang, enak, damai dan ndak ribut," kata alumnus SMAN 3 Madiun tersebut.
Namun dia merasa takut dengan kebiasaan pemuda melakukan minum-minuman keras, apalagi dirinya merasa pernah diganggu saat tinggal di tempat lama di dekat Manado Town Square.
Lebaran kali ini dia akan pulang kampung karena Idhul Fitri tahun lalu tidak mudik. Namun sebelum pulang ada tugas yang mesti dia selesaikan yakni pers gathering dengan para jurnalis.
Seandainya tidak mudik sebenarnya dia layak tahu kalau suasana malam takbiran di Manado sebenarnya lebih semarak dibanding di Jawa terutama saat konvoi kendaraan. @antarasulutcom.