Di sebuah pantai yang indah, hiduplah sekelompok kerang yang hidup rukun dan damai. Setiap harinya, mereka selalu bekerja untuk mendapatkan makanan denan cara membuka dan menutup pintu cangkangnya. Suatu ketika, dari sudut pantai terdengar teriakan seekor anak kerang yang berteriak kesakitan.
"Mama,…mama,…tubuhku terasa sakit dan perih sekali, seperti ada pasir yang masuk di dalam tubuhku,…tolong bantu mengeluarkan pasir di dalam badanku," demikian teriakan si anak kerang.
Sambil bergegas, sang mama kerang cepat mendekati anaknya yang sedang kesakitan luar biasa. Kata Mamanya, "Nak, coba mama lihat, pasir seperti apa gerangan yang membuat badanmu kesakitan dan terasa perih sekali," Kemudian, mama kerang memeriksa anaknya, sambil membolak-balik tubuh anak kerang yang sedang kesakitan.
Setelah sekian lama di periksa, mama kerang mulai nampak gusar, sedikit panik karena pasir yang masuk di dalam tubuh anaknya itu tidak bisa dikeluarkan dan akan berada di dalam tubuh anaknya selamanya. Mama kerang pun berpikir keras untuk mendapatkan solusi terhadap masalah yang di alami anaknya, bagaimana caranya agar pasir yang masuk di dalam tubuh anaknya itu tidak merusak tubuh anaknya, tidak membuat anaknya kesakitan sepanjang hidupnya.
Hingga suatu ketika, Mama kerang mendapatkan solusi yang bagus sekali dan akan disampaikan kepada anaknya. "Anakku, maafkan bundamu ya nak, bunda tidak bisa membantu mengeluarkan pasir yang kini telah masuk di dalam badanmu, yang membuat terasa nyeri dan perih di seluruh badanmu. Namun, bunda memiliki cara yang bisa meringankan deritamu yakni dengan kau selubungi pasir itu dengan selaput lendirmu sehingga pasir itu tidak lagi mengiris-iris isi perutmu".
Anak kerang sempat ragu mendengar kata-kata ibunya, namun iapun langsung melakukan apa yang menjadi nasehat dari sang Bunda. Waktu demi waktu, hari demi hari dan bulanpun terus berganti, si anak kerang terus menyelubungi pasir yang ada di dalam perutnya dengan lender yang dimilikinya. Benar yang di katakan mamanya bahwa pasir itu kini tidak lagi membuatnya sakit karena pasirnya telah menjadi bulat, permukaannya halus dan licin. Hingga suatu saat, pasir yang terselimuti lendir tadi berubah menjadi Mutiara yang sangat indah dan mendapat posisi terhormat di mata makhluk manusia.
Sahabatku, seperti itulah kira-kira gambaran kehidupan yang kita telah dan akan lalui. Suka dan derita tak pernah akan terpisahkan dan selalu berjalan beriringan. Semakin dalam derita yang kita alami akan semakin bahagia perasaan kita di saat suka. Kehidupan di dunia ini laksana roda, kadang berada di atas dan kadang berada di bawah. Meminta kehidupan dengan menolak derita bagaikan meminta masakan yang enak tanpa bumbu masakannya.
Jika disini ada kesukaran pasti ada kemudahan yang sedang bersamanya dan Tuhanmu tidak pernah meninggalkanmu bahkan Dia berada sangat dekat dengan urat nadimu, begitulah Tuhan memberi janjinya. Karena derita tidak mungkin kita hindari, kita di anjurkan untuk Ridlo’ (menerima) atas segala derita yang sedang kita alami, lalu dengan Rasa Syukur atas karunia Tuhan kita optimalkan potensi yang kita miliki untuk meringankan derita yang sedang kita alami, dengan Rasa Ikhlas kita jernihkan pikiran dan perasaan kita untuk memilih solusi terbaiknya, kemudian dengan Kesabaran kita bisa menyelesaikan seluruh solusi derita tahap demi tahap yang akhirnya mendapatkan kebahagiaan.
Sahabat,…derita dan suka, sesungguhnya tergantung bagaimana kita bisa memilih dua pilihan itu, apakah menjadi penderita atau menjadi bahagia. Ada dua pilihan (respon) yang bisanya dipakai untuk menentukan pilihan disaat derita itu muncul. Pertama, Kita masuk dalam suasana kesediahan/derita dan terus memikirkan berbagai akibat buruk dari penderitaan yang kita alami.
Dalam kondisi seperti ini, kita merelakan diri kita untuk di jajah oleh pikiran dan perasaan cemas, dendam, frustasi, sakit hati, menganggap diri tidak berdaya dan rasa penderitaan yang dalam. Dan juga, darah tinggi pun jadi kambuh, sakit maag yang semakin parah dan akan muncul sakit fisik yang lainnya.
Dalam bukunya Doc Childre dan Bruce Cryer menggambarkan dampak yang dialami tubuh bila kita menggunakan pilihan pertama ini yaitu adanya kapasitas intelijensi yang menipis saat menjadi frustasi, kecemasan dan kegalauan di dalam diri. Sistem kelistrikan tubuhpun terganggu, adanya kekacauan irama detak jantung dan menipisnya efisiensi neurologis. Pilihan pertama inilah yang membuat orang yang mengalami derita akan menjadi penderita seumur hidupnya.
Kedua, Kita berusaha untuk melihat kesedihan/derita dengan pandangan positif, mencoba menyerap maknanya yang lebih dalam sehingga kita bisa memahaminya dan mengurangi rasa sakit akibat deritaan yang sedang kita alami.
Sahabatku, akupun pernah menggunakan pilihan pertama itu. Syukurnya, kini aku bisa memilih pilihan kedua. Merubah pilihan pertama ke pilihan kedua memang tidak mudah, tapi bisa !!! Awalnya memang berat, terasa sekali bahwa pikiran dan perasaan ini seperti telah otomatic-setting untuk memilih (merespon) pilihan pertama. Hem,…bisa jadi pilihan pertama telah merasuk ke dalam alam bawah sadarku. Aku bersyukur, meskipun terasa berat kalau bersungguh-sungguh, akhirnya pikiran dan perasaan ini sudah mulai otomatis menggunakan pilihan kedua.
Pilihan pertama adalah paling banyak di pilih oleh khalayak, namun aku sendiri tidak memilihnya karena aku tidak mau menjadi penderita seumur hidup. Maka boleh jadi derita menghampiri kita tapi tidak untuk menjadi penderita.
Seperti anak kerang yang mengalami derita itu, tapi ia tidak mau menjadi penderita.Ia rubah pasir yang menyakitkan menjadi mutiara yang mahal harganya. Coba bayangkan dengan kerang yang tidak ada mutiaranya ia akan mati dengan harga murah bahkan diobralpun seringkali tidak ada pembeli. Derita Yes, Penderita No. Bagaimana dengan sahabat?
* DokterKeluarga Emas, Pendiri IGF (Indonesian GoldenFamily), DirekturGolden Family Institute, Deklarator INS (IndonesianNeuroscience Sosiety), Parenting Neuroscience, Pembicara berbagai SeminarGolden Family