New York (ANTARA) - Dolar AS tergelincir terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB), karena reli baru-baru ini yang didorong oleh lonjakan imbal hasil obligasi pemerintah AS, tampaknya mulai kehabisan tenaga.
Pedagang di pasar valas menunjukkan minat yang kuat untuk mata uang berisiko seperti dolar Australia dan Selandia Baru, juga memberi tekanan pada mata uang safe-haven AS.
Dolar telah menyentuh level terendah lebih dari 2,5 tahun pada Januari setelah tergelincir selama berbulan-bulan karena penurunan suku bunga Federal Reserve (Fed) AS dan permintaan investor yang kuat terhadap aset-aset berisiko telah mengurangi permintaan untuk mata uang safe-haven AS.
Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, melemah 0,44 persen menjadi 90,074, merupakan penurunan harian pertama untuk indeks dalam empat sesi terakhir.
Langkah-langkah penguncian baru di seluruh Eropa untuk melawan gelombang kedua COVID-19 memicu kekhawatiran "resesi double-dip" di wilayah tersebut, kata Minh Trang, pedagang valas senior di Silicon Valley Bank.
Itu dikombinasikan dengan kenaikan imbal hasil AS, telah membantu mendongkrak dolar dalam beberapa hari terakhir, kata Trang.
Imbal hasil obligasi AS diperdagangkan lebih rendah pada Selasa (12/1/2021) karena permintaan yang kuat untuk penjualan surat utang acuan 10 tahun sebesar 38 miliar dolar AS dari Departemen Keuangan membuat para pedagang menutup posisi jangka pendek, yang membalikkan kenaikan awal dalam imbal hasil.
Dukungan dari kenaikan imbal hasil sejauh ini mengalahkan kekhawatiran bahwa pengeluaran ekstra di Amerika Serikat dapat memicu kenaikan inflasi yang lebih cepat. Tetapi banyak analis memperkirakan dolar akan melanjutkan penurunannya ketika pengeluaran stimulus dan peluncuran vaksin mencerahkan prospek ekonomi global.
Sebagian besar mata uang pasar berkembang naik pada Selasa (12/1/2021), termasuk yuan China, peso Meksiko, dan rand Afrika Selatan.
Dengan sentimen risiko membaik, mata uang pasar berkembang yang lebih berisiko menguat dengan dolar Australia naik satu persen dan dolar Selandia Baru naik 0,9 persen.
Sterling melonjak terhadap euro dan dolar pada Selasa (12/1/2021), karena komentar dari Gubernur Bank of England (bank sentral Inggris) tentang kelangsungan suku bunga negatif mengurangi beberapa ekspektasi suku bunga di bawah nol di Inggris.
Bitcoin jatuh sekitar tiga persen menjadi 34.384 dolar, sehari setelah terpuruk tujuh persen dalam sesi yang sangat tidak stabil. Reli mata uang kripto itu telah tersendat sejak melonjak ke rekor tertinggi 42.000 dolar AS pada 8 Januari, dan itu sejalan dengan kerugian empat sesi berturut-turut.
Berita Terkait
SETARA Institute sebut angka kebebasan berpendapat turun di 2023
Minggu, 10 Desember 2023 18:14 Wib
OJK: Indeks literasi dan inklusi keuangan Sulut di atas nasional
Senin, 23 Oktober 2023 23:14 Wib
Kurs rupiah menguat karena pergerakan positif indeks saham Asia
Selasa, 22 Agustus 2023 9:41 Wib
KPK: Sulut jadi "pilot project" indeks pengukuran tata kelola BMD
Jumat, 28 Juli 2023 6:20 Wib
Cuaca panas ekstrem, Kemenkes beri kiat menjaga tubuh sehat
Selasa, 25 April 2023 15:25 Wib
Dokter sarankan pakai tabir surya SPF minimum 30 saat cuaca panas ekstrem
Selasa, 25 April 2023 15:22 Wib
Indeks pembangunan manusia Suluawesi Utara meningkat capai 73,81
Kamis, 13 April 2023 4:50 Wib
Kemenkominfo temukan 9.417 isu hoaks beredar
Sabtu, 25 Februari 2023 13:53 Wib