Manado (ANTARA) - Sidang dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dana hibah Sinode GMIM masih terus berlanjut di Pengadilan Tipikor Manado yang dipimpin Achmad Peten Sili selaku Ketua Majelis Hakim, didampingi Iriyanto Tiranda dan hakim adhoc Kusnanto Wibowo, Senin, menghadirkan empat dari 12 saksi yang diundang, diantaranya legislator Kota Manado Jane Sumilat.
Saksi Jein Sumilat, menjelaskan, dia hadir sebagai saksi yang menerima pekerjaan sebagai vendor untuk dekorasi ruangan untuk sidang majelis sinode di GKIC, dan dibayar Rp35 juta. Dan pembayarannya semua masuk ke rekeningnya yang ditransfer dari Sinode GMIM.
Kemudian dua saksi pertama yang memberikan kesaksian adalah Kasubag Perbendaharaan UKIT Tomohon, Aneke Lumi dan rekanan yang melaksanakan pembangunan di Rektorat UKIT Dantje Moko, yang melaksanakan pekerjaan pembangunan atas undangan mantan bendahara sinode, Recky Montong.
"Saya pernah mengerjakan pembangunan gedung rektorat sekitar dua setengah tahun, melakukan pekerjaan itu karena dihubungi Recky Montong, selaku mantan bendahara Sinode GMIM. Kami kenal karena sama-sama di pelayanan," kata Dance.
Dia mengakui pelaksanaan pembangunan lantai dua sampai empat mulai tahun 2020 sampai 2021, dan merupakan kepala tukang. Namun tidak ada gambar yang diberikan oleh pihak pemberi kerja dan dia diupah Rp200 ribu/hari, dan menerima pembayaran dari Arthur Muntu. Dia mengakui bahwa dirinya juga pernah menandatangani kwitansi namun tak menerima uang.
Namun kemudian dia mengakui kalau dirinya menerima uang lewat transfer di rekening BCA, juga mengakui menemui pemilik toko, mencatat nama-nama barang, kemudian menandatanganinya dan menyerahkan kepada Arthur Muntu, untuk dibayar secara non tunai ke toko. Namun terungkap bahwa yang ditandatangani dan diserahkan kepada Muntu adalah nota barang bukan kwitansi, dan mengaku sering melihat terdakwa Hein Arina mengecek ke lokasi pembangunan dan mengingatkan mereka agar berhati-hati dalam melakukan pekerjaan dengan baik-baik.

Sedangkan saksi Aneke Lumi, bersaksi menerima uang dari Arthur Muntu untuk beasiswa mahasiswa Fakultas Theologi UKIT sebanyak 107 orang. Dimana 85 orang mahasiswa asal GMIM dan 22 orang dari GMIBM, sesuai dengan SK dari sinode mulai dari tahun 2019 sampai selesai.
Saksi juga mengakui kalau Faktultas Theologi menerima bantuan sejak 2020, namun tidak membuat LPJ, sampai hakim mengingatkannya jangan sampai ada pencucian uang dalam dana hibah tersebut, sebab dari sinode ke Theologi UKIT lalu kembali ke Sinode GMIM.
Aneke juga mengakui, bahwa dana hibah yang masuk itu, termasuk untuk beasiswa semuanya masuk di satu rekening dan sebutannya operasional, namun ketika ditanyakan penasihat hukum, jika ditotal berapa sebenarnya nilai beasiswa untuk mahasiswa tidak mampu, dijawab sekitar Rp6 miliar lebih artinya yang ditanggung pemerintah hanya separuhnya, sisanya tetap ditanggung GMIM.
Dia juga mengakui menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Agustinus Taroreh untuk pembangunan asrama mahasiswa, juga tidak ada LPJ. Aneke juga serta menjelaskan, UKIT punya kontribusi juga ke sinode dari SPP mahasiswa Theologi, mengenai dana yang bercampur di satu rekening dijelaskan, ada BKU, namun ketika katanya sudah disita polisi, dan dia tidak membuat jurnal pembukuan.
Demikian juga saksi Marlen Tatumpe, yang mengakui bahwa dia menjadi vendor videotron, sound system, lampu-lampu, generator dan lainnya di kegiatan sidang majelis sinode, dan dibayar Rp123 juta. Namun asal uang cuma dia tahu dari sinode GMIM namun siapa yang lakukan transfer ia juga mengaku lupa.
Selain itu, dia juga mendapatkan pekerjaan untuk pembelian vidiotron dan dibayar Rp645 juta, lalu menjadi vendor untuk kegiatan perkemahan pemuda dibayar sekitar Rp500 juta.
Setelah semua kesaksian itu, sidang ditutup dan akan dilanjutkan Rabu (15/10) masih dalam agenda pembuktian dari penuntut umum.

