Manado (ANTARA) - Perwakilan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Sulawesi Utara menemukan 434 paket pekerjaan di kabupaten dan kota di provinsi tersebut mengalami kekurangan volume sehingga mengakibatkan kelebihan pembayaran senilai Rp31,66 miliar.
"Atas permasalahan ini, pemerintah daerah telah melakukan penyetoran ke kas daerah senilai Rp3,42 miliar," kata Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Utara Arief Fadillah di Manado, Sulawesi Utara, Selasa.
Permasalahan lainnya di kabupaten dan kota yang dirangkum BPK, yaitu sebanyak 210 paket pekerjaan, mengalami keterlambatan dan belum dikenakan denda sehingga mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp10,99 miliar.
Atas permasalahan itu, pemerintah daerah telah melakukan penyetoran senilai Rp713,64 juta.
Selain itu, sebanyak 71 jenis pendapatan pajak dan retribusi daerah yang dikelola 14 pemerintah kabupaten dan kota belum dikelola dengan optimal; sehingga mengakibatkan kehilangan potensi penerimaan senilai Rp10,76 miliar dan kekurangan penerimaan senilai Rp8,44 miliar, pemda telah melakukan penyetoran senilai Rp1,32 miliar.
Selanjutnya, pendataan, pendaftaran, dan pengelolaan 16.840 orang peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah daerah belum dikelola dengan optimal.
Dari hasil pemeriksaan, masih ditemukan keikutsertaan ganda, peserta yang telah meninggal dan data tidak valid yang mengakibatkan pengeluaran sebesar Rp1,41 miliar membebani pemerintah daerah.
BPK juga menemukan 12 pemda dalam menetapkan standar biaya sebagai pedoman dalam pengelolaan belanja daerah pada tahun 2022 belum sepenuhnya mematuhi Perpres 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
Kondisi ini membebani keuangan daerah senilai Rp9,95 miliar dan kelebihan pembayaran senilai Rp572,41 juta. Atas permasalahan tersebut, pemda telah melakukan penyetoran senilai Rp323,42 juta.
Selain itu, hasil pemeriksaan juga mengungkapkan permasalahan terkait pembayaran gaji dan tunjangan, penggunaan dana BOS, dan perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK masih menemukan kelemahan pengendalian intern dan permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, namun tidak mempengaruhi secara material kewajaran penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah," ujar Arief.
"Atas permasalahan ini, pemerintah daerah telah melakukan penyetoran ke kas daerah senilai Rp3,42 miliar," kata Kepala Perwakilan BPK Provinsi Sulawesi Utara Arief Fadillah di Manado, Sulawesi Utara, Selasa.
Permasalahan lainnya di kabupaten dan kota yang dirangkum BPK, yaitu sebanyak 210 paket pekerjaan, mengalami keterlambatan dan belum dikenakan denda sehingga mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp10,99 miliar.
Atas permasalahan itu, pemerintah daerah telah melakukan penyetoran senilai Rp713,64 juta.
Selain itu, sebanyak 71 jenis pendapatan pajak dan retribusi daerah yang dikelola 14 pemerintah kabupaten dan kota belum dikelola dengan optimal; sehingga mengakibatkan kehilangan potensi penerimaan senilai Rp10,76 miliar dan kekurangan penerimaan senilai Rp8,44 miliar, pemda telah melakukan penyetoran senilai Rp1,32 miliar.
Selanjutnya, pendataan, pendaftaran, dan pengelolaan 16.840 orang peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh pemerintah daerah belum dikelola dengan optimal.
Dari hasil pemeriksaan, masih ditemukan keikutsertaan ganda, peserta yang telah meninggal dan data tidak valid yang mengakibatkan pengeluaran sebesar Rp1,41 miliar membebani pemerintah daerah.
BPK juga menemukan 12 pemda dalam menetapkan standar biaya sebagai pedoman dalam pengelolaan belanja daerah pada tahun 2022 belum sepenuhnya mematuhi Perpres 33 Tahun 2020 tentang Standar Harga Satuan Regional.
Kondisi ini membebani keuangan daerah senilai Rp9,95 miliar dan kelebihan pembayaran senilai Rp572,41 juta. Atas permasalahan tersebut, pemda telah melakukan penyetoran senilai Rp323,42 juta.
Selain itu, hasil pemeriksaan juga mengungkapkan permasalahan terkait pembayaran gaji dan tunjangan, penggunaan dana BOS, dan perjalanan dinas yang tidak sesuai ketentuan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK masih menemukan kelemahan pengendalian intern dan permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, namun tidak mempengaruhi secara material kewajaran penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah," ujar Arief.