Mamuju (ANTARA Sulsel) - Kasus dugaan pungutan liar (Pungli) proyek sertifikasi lahan (Prona) di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi Barat akhirnya terbongkar.
Pungli dilakukan oknum Kepala Dusun, Desa Pa'tidi dan oknum Kepala Desa Saletto, Kecamatan Simboro Kepulauan, Kabupaten Mamuju.
Kasus dugaan pungli prona itu, terbongkar setelah sekitar 30 orang warga dari Desa Pa'tidi bersama mahasiswa dari Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI) dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berdemo di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mamuju, Senin.
Mahasiswa yang menuntut pungli Prona di Mamuju dituntaskan tersebut kemudian diterima Kepala BPN Mamuju, Achmad Kadir untuk berdialog.
Mahasiswa kemudian mendesak BPN Mamuju agar oknum Kepala Dusun, Desa Patidi, Jam dan oknum Kepala Desa Salletto, AR yang dituding telah melakukan pungli Prona kepada sejumlah warga di wilayah itu yang melakukan sertifikasi lahan, didatangkan untuk berdialog di BPN Mamuju.
Pada saat berdiolog Kepala Dusun Pati'di dan Kepala Desa Salletto tidak bisa mengelak dari tudingan warga dan mahasiswa bahwa mereka melakukan pungli masing masing sekitar Rp500 ribu dan Rp400 ribu/sertifikat kepada warga.
Kepala Dusun Pa'tidi, Jam mengaku telah mengambil uang sekitar 65 orang masyarakat yang akan melakukan sertifikasi di Desa Pa'tidi sekitar Rp500 ribu/orang, uang tersebut untuk digunakan membayar pajak surat sopradik tanah masyarakat sekitar Rp250 ribu melalui rekening BRI Mamuju.
Sementara sisanya sekitar Rp250 ribu disetor kepada pejabat BPN Mamuju sebagai anggaran untuk makan minum.
"Dana Rp500 ribu itu kami setor kepada BPN Mamuju untuk biaya makan minum pengurusan pengukuran tanah sekitar Rp250 ribu, dan sisanya Rp250 ribu, untuk membayar pajak tanah mayarakat yang akan mengurus proradik sebelum disertifikasi kepada bank BRI Mamuju," katanya.
Sedangkan, Kepala Desa Salletto, AR juga mengaku pungutan sekitar Rp400 ribu/orang kepada masyarakat digunakan untuk membayar biaya makan minum pengurusan sertifikasi lahan masyarakat, selain untuk dirinya juga untuk pejabat BPN Mamuju.
"Kami ini sebagai kepala Desa digaji hanya sekitar Rp700 ribu per bulan, itu sangat kecil nilainya, jadi kami juga harus melakukan pungutan dalam pengurusan prona setifikasi lahan ini karena kami juga capek jika tidak dibayar untuk melakukan sertifikasi lahan ini, ini mesti dipahami," katanya.
Mendengar penjelasan itu masyarakat dan mahasiswa merasa kecewa sehingga mereka menuntut agar kasus tersebut segera diusut tuntas pihak berwajib.
"Ini sudah jelas kasus pungli melalui persekongkolan antara pejabat di desa dan BPN Mamuju, jadi pihak berwajib yang harus menangani kasus ini, karena kami yakin tindakan seperti ini banyak terjadi di wilayah Mamuju jangan sampai muncul lagi protes di masyarakat," kata Suriadi salah seorang warga.
Ia juga mengaku kecewa dengan sikap BPN Mamuju yang tidak mau tahu dengan pungli tersebut padahal, aparat pemerintahan di desa melakukan pungli itu atas keinginan pihak BPN Mamuju karena warga juga mengaku telah menyetor sebagian pungli ke BPN Mamuju.
"Kami menilai BPN Mamuju melakukan sikap acuh tak acuh dan berusaha menghindar seolah-olah pungli ini hanya dilakukan aparat di desa, padahal ini persekongkolan mereka," ujarnya
Usai melakukan aksinya mahasiswa membubarkan diri dengan tertib.
(T.PK-MFH/F003)