Makassar (ANTARA Sulsel) - Kesatuan Aksi Mahasiswa Kabupaten Takalar (Kawal) berunjuk rasa sekaligus melaporkan dugaan pelanggaran pekerjaan proyek pemecah ombak Takalar bernilai Rp9 miliar ke kantor Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kamis.
Dalam aksinya, para mahasiswa menyerahkan laporan dugaan pelanggaran dan sejumlah foto ke staf intelijen Kejati Sulsel dan menuntut segera diproses sesuai hukum.
Koordinator Kawal Hasrul Hafid mengatakan, ada lima indikasi pelanggaran dalam pekerjaan pemecah ombak yang dilakukan di Dusun Lamangkia, Desa Tope Jawa, Kecamatan Mangara Bombang.
Pelanggaran itu yakni, jenis karung yang digunakan tidak sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB). Sebab karung digunakan mengisi pasir berasal dari pabrikan di Surabaya, sementara dalam RAB disebutkan karung harus berlisensi Jerman.
Pelanggaran lainnya, pasir diambil dari lokasi setempat. Padahal seharusnya dari lokasi lain, sehingga tidak menimbulkan masalah lain yaitu abrasi di daerah pengerjaan pemecah ombak tersebut.
"Pasirnya juga tidak mengandung kapur dan bebatuan. Selain tak memenuhi ketentuan, itu juga membuat pekerjaan ini sia-sia," katanya.
Dia menambahkan, pelanggaran itu juga diperparah dengan penempatan pemecah ombak yang hanya 10 meter dari bibir pantai. Padahal seharusnya berjarak 50 meter.
Realisasi pekerjaan juga tidak selesai 100 persen sampai batas akhir waktu kontrak, 25 Desember 2009. Saat, indikasi pelanggaran ditemukan, pemerintah setempat tidak menghentikkan pekerjaan kontraktor maupun memberi sanksi berupa pemutusan kontrak kerja.
Hasrul mengatakan, proyek tersebut telah menghabiskan anggaran negara sebesar Rp9 miliar yang berasal dari APBN/Dana Stimulus Tahun 2009. Pengguna anggaran ada Dinas Pekerjaan Umum Daerah Kabupaten Takalar.
"Kami akan terus mengawal masalah ini hingga ada penyelesaian dari pemerintah atau penyelidikan dari pihak Kejati Sulsel," katanya.
(T.PK-AAT/S016)