Manado (ANTARA) - Sidang dugaan kasus korupsi dana hibah ke Sinode GMIM yang digelar di Pengadilan Negeri Manado, Kamis, terus memunculkan fakta-fakta baru, dimana saksi yang dihadirkan tim penuntut umum yang dipimpin Pingkan Gerungan adalah yang diperiksa dan di-BAP penyidik Polda.
Adapun saksi tersebut, yakni staf biro Kesra Setdaprov Sulut Albert Mamarimbing, mantan Inspektur Sulut, Meky Onibala dan dua staf Inspektorat, di mana mereka berkali-kali mendapatkan teguran ketua majelis karena memberikan jawaban berubah-ubah dan sering berbeda dengan BAP di penyidik.
Bahkan ketua majelis hakim tindak pidana korupsi, Achmad Peten Sili, yang didampingi Iriyanto Tiranda dan Kusnanto Wibowo, menegaskan bahwa saksi pertama Albert Mamarimbing mengikuti saja keterangan dalam BAP penyidik, karena kebanyakan lupa dan sering berubah-ubah.
Demikian juga dengan tiga saksi lainnya, yakni mantan kepala Inspektorat Provinsi Sulawesi Utara, Meky Onibala dan dua pemeriksa inspektorat kebingungan menjawab pertanyaan yang diajukan penuntut umum maupun penasihat hukum dan hakim, sehingga hanya menjawab secara umum.
Saksi pertama Albert, bahkan menjawab bahwa dia tidak begitu tahu dengan hibah dari Pemprov ke Sinode GMIM, karena tidak menanganinya. Bahkan bilang tidak proposal dana hibah yang ditandatangani, tetapi mengakui bahwa mengatakan bahwa proposal tidak ada, namun kemudian mengakui adanya pencairan dana hibah. Ketika ditanyakan apakah proses pencairan sudah sesuai prosedur dia tidak menjawab, bahkan mengatakan sudah lupa.

Dalam keterangan, saksi mengatakan selalu di intervensi oleh Kepala Biro, yakni terdakwa FK dan semua ditangani oleh Kepala Biro serta seorang staf bernama Rahmat Lole dan saksi tidak dilibatkan. Bahkan hanya diperintahkan untuk tanda tangan dan mengatakan diperintahkan oleh Kepala Biro untuk membuat naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), serta tidak tahu mengenai perjalanan dinas ke Jerman, sehingga ditegur hakim.
Namun ketika ditanya, apakah diperintah terdakwa lainnya JFK dan AGK, saksi menjawab tidak ada. Semuanya diatur staf bernama Rahmad Lole sebagai PPTK, dan dia diabaikan meskipun menjabat sebagai kepala bagian, karena hanya diperintahkan kepala biro untuk tanda tangan saja.
Kemudian saksi Meky Onibala hanya menjawab secara global dan tidak menjelaskan detail karena menurutnya ada yang secara khusus menangani hibah bantuan sosial masuk ke GMIM, namun dia mengakui kalau, seharusnya semua mengajukan permohonan harus menyertakan proposal sesuai dengan ketentuan.
Dua saksi lainnya yang diperiksa dari Inspektorat, mengatakan dari tiga tahapan pencairan hanya dilakukan dua kali, dan menemukan pada pencairan tahap dua, belum ada pertanggungjawaban pada tahap pertama, sehingga mengeluarkan rekomendasi kepada kepala badan keuangan waktu itu, JFK, untuk memberikan teguran tertulis kepada Kepala bidang mental spiritual, Melky Matindas, sebab memerintahkan pencairan tanpa ada laporan pertanggungjawaban tahap sebelumnya.

Ketiga saksi yg diperiksa bersama sama mengatakan hanya melakukan pemeriksaan pada tahun 2020 dan 2021, sebab untuk 2022 dan 2023 telah diperiksa langsung oleh BPK dan berdasarkan LHP yang diserahkan kepada pemerintah provinsi dan ditembuskan kepada inspektorat tidak ada temuan mengenai dana hibah termasuk ke sinode GMIM.
Juga tentang Permenkeu 32/2011 landasan untuk dana hibah serta Permenkeu 77/2021 dan Pergub 25/2021, bahwa dana hibah tak bisa diberikan setiap tahun terus menerus setiap tahun, ada pasal pengecualian dalam Pergub 30 dimana gubernur Sulut bisa diberikan terus menerus.
Keempat saksi juga mengatakan, tidak pernah menerima perintah dari AGK maupun JFK dan SK, untuk mencairkan dana hibah ke GMIM dan hanya menyebut nama FK.

