520 mahasiswa dari 90 kampus ikut pelatihan "the voice of a leader"
Kudus, Jateng (ANTARA) - Sebanyak 520 mahasiswa dari 90 perguruan tinggi di Indonesia mendapatkan pelatihan mengenai "the voice of a leader" guna meningkatkan kemampuan mereka menyampaikan ide dan gagasannya dengan baik di masyarakat agar bisa berkontribusi terhadap pembangunan bangsa.
"Ratusan mahasiswa tersebut merupakan penerima program Beswan Djarum angkatan 2021/2022 yang berasal dari 90 universitas di Indonesia yang mengikuti pelatihan secara daring. Diharapkan kecakapan atau 'soft skills' yang dibagikan dalam program pelatihan 'leadership development' ini, dapat mendorong generasi muda di Tanah Air untuk berkontribusi dalam kemajuan bangsa," kata Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation Lounardus Saptopranolo dalam pernyataan yang diterima di Kudus, Jawa Tengah, Rabu.
Ia menjelaskan materi "the voice of a leader" merupakan satu dari tiga materi "soft skills" yang diberikan dalam program pelatihan "leadership development" penerima program Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) 2021/2022.
Dua materi lainnya yang diberikan kepada para Beswan Djarum adalah "gritty leadership" guna membentuk kepribadian yang tangguh dan "design thinking in written communications", yang bertujuan agar para generasi muda dapat berpikir kritis agar tidak tersesat di tengah arus informasi yang deras.
Pelatihan yang berlangsung sepanjang Maret 2022 itu, bertujuan untuk melatih kepercayaan diri para generasi muda, khususnya Beswan Djarum agar mampu menyampaikan ide dan gagasannya dengan baik di tengah masyarakat.
"'Leadership voice' dibutuhkan saat berbicara di depan banyak orang, agar gagasan dan ide yang dimiliki dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat. Tentu saja, seorang pembicara harus memiliki 'inner' dan 'outer confidence' yang baik saat berbicara di depan publik, karena kedua faktor tersebut saling melengkapi," katanya.
Pelatihan leadership development, tambah dia, merupakan satu dari beberapa pelatihan "soft skills" yang diberikan kepada para peserta djarum beasiswa plus. Di antaranya, "nation building", "character building", "competition challenges", serta "international exposure".
Melalui program "community empowerement", Beswan Djarum juga diberikan kesempatan untuk menerapkan berbagai "soft skills" yang diperoleh dengan melibatkan diri secara langsung dalam memberikan jalan keluar pada suatu permasalahan sosial di lingkungan mereka berada.
Sementara itu, praktisi komunikasi Cornelia Laksmi Dewi Supama dalam pelatihan itu menyatakan praktik "public speaking" melalui teknologi komunikasi digital memiliki tantangan tersendiri mengingat audiens yang semakin beragam dan tersebar di berbagai tempat.
Menurut dia diperlukan kecakapan tambahan lainnya untuk menunjang kemampuan berbicara di depan publik secara digital, mengingat teknologi komunikasi seperti zoom, google meet, microsoft teams dan aplikasi konferensi video lainnya sudah tidak asing digunakan.
"Saat kita melakukan diskusi atau presentasi melalui media tersebut, sebetulnya kita juga sedang melakukan 'public speaking'. Namun bagi banyak orang, berbicara di depan publik secara digital ini juga merupakan tantangan tersendiri," katanya.
Minimnya interaksi dengan audiens dapat membuat pesan yang dibagikan tidak dapat dipahami dengan baik, demikian Cornelia Laksmi.
"Ratusan mahasiswa tersebut merupakan penerima program Beswan Djarum angkatan 2021/2022 yang berasal dari 90 universitas di Indonesia yang mengikuti pelatihan secara daring. Diharapkan kecakapan atau 'soft skills' yang dibagikan dalam program pelatihan 'leadership development' ini, dapat mendorong generasi muda di Tanah Air untuk berkontribusi dalam kemajuan bangsa," kata Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation Lounardus Saptopranolo dalam pernyataan yang diterima di Kudus, Jawa Tengah, Rabu.
Ia menjelaskan materi "the voice of a leader" merupakan satu dari tiga materi "soft skills" yang diberikan dalam program pelatihan "leadership development" penerima program Djarum Beasiswa Plus (Beswan Djarum) 2021/2022.
Dua materi lainnya yang diberikan kepada para Beswan Djarum adalah "gritty leadership" guna membentuk kepribadian yang tangguh dan "design thinking in written communications", yang bertujuan agar para generasi muda dapat berpikir kritis agar tidak tersesat di tengah arus informasi yang deras.
Pelatihan yang berlangsung sepanjang Maret 2022 itu, bertujuan untuk melatih kepercayaan diri para generasi muda, khususnya Beswan Djarum agar mampu menyampaikan ide dan gagasannya dengan baik di tengah masyarakat.
"'Leadership voice' dibutuhkan saat berbicara di depan banyak orang, agar gagasan dan ide yang dimiliki dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh masyarakat. Tentu saja, seorang pembicara harus memiliki 'inner' dan 'outer confidence' yang baik saat berbicara di depan publik, karena kedua faktor tersebut saling melengkapi," katanya.
Pelatihan leadership development, tambah dia, merupakan satu dari beberapa pelatihan "soft skills" yang diberikan kepada para peserta djarum beasiswa plus. Di antaranya, "nation building", "character building", "competition challenges", serta "international exposure".
Melalui program "community empowerement", Beswan Djarum juga diberikan kesempatan untuk menerapkan berbagai "soft skills" yang diperoleh dengan melibatkan diri secara langsung dalam memberikan jalan keluar pada suatu permasalahan sosial di lingkungan mereka berada.
Sementara itu, praktisi komunikasi Cornelia Laksmi Dewi Supama dalam pelatihan itu menyatakan praktik "public speaking" melalui teknologi komunikasi digital memiliki tantangan tersendiri mengingat audiens yang semakin beragam dan tersebar di berbagai tempat.
Menurut dia diperlukan kecakapan tambahan lainnya untuk menunjang kemampuan berbicara di depan publik secara digital, mengingat teknologi komunikasi seperti zoom, google meet, microsoft teams dan aplikasi konferensi video lainnya sudah tidak asing digunakan.
"Saat kita melakukan diskusi atau presentasi melalui media tersebut, sebetulnya kita juga sedang melakukan 'public speaking'. Namun bagi banyak orang, berbicara di depan publik secara digital ini juga merupakan tantangan tersendiri," katanya.
Minimnya interaksi dengan audiens dapat membuat pesan yang dibagikan tidak dapat dipahami dengan baik, demikian Cornelia Laksmi.