Manado (ANTARA) - Kementerian Agama (Kemenag) terus meningkatkan komitmen dalam mengurangi angka pernikahan anak di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

"Di semua kesempatan sosialisasi cegah pernikahan usia anak terus kami lakukan," kata Kepala Kantor Kemenag Bolaang Mongondow Utara (Bolmut) Idrus Sante, di Boroko, Sabtu.

Dia mengatakan persoalan yang hingga saat ini masih terus terjadi di tengah kehidupan sosial, yakni pernikahan di bawah umur. 

Sejatinya menurut Idrus, batas minimal usia perkawinan seseorang yang diatur oleh negara melalui Undang-Undang yakni 19 tahun bagi kedua pasangan. 

Idrus menegaskan bahwa pernikahan anak tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik dan mental anak, tetapi juga mempengaruhi masa depan mereka.

“Anak-anak kita adalah generasi penerus bangsa yang harus kita lindungi. Menikahkan anak di usia dini, selain melanggar hukum, juga berpotensi besar merusak masa depan mereka,” tegas Idrus.

Menurutnya, peran orang tua menjadi poin penting dalam kelangsungan hidup yang layak bagi masa depan seorang anak, sehingga para orang tua diharapkan bijak dalam menentukan masa depan mereka dengan dengan tidak menikahkan anak-anak sebelum mencapai usia yang cukup dan siap secara mental serta fisik.

“Kita bukan lagi ada di zaman dulu yang bisa menikahkan anak usia dini, usia pernikahan sudah diatur untuk menyelamatkan masa depan anak-anak kita,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa pemerintah, melalui Kementerian Agama, terus berkomitmen untuk mengurangi angka perkawinan anak dengan memberikan pemahaman yang lebih mendalam kepada masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang masih rentan terhadap praktik tersebut.

Selanjutnya ia meminta kepada pemerintah desa, tokoh adat dan masyarakat untuk membantu pemerintah dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) dalam memperbaiki manajemen pencatatan peristiwa pernikahan.

Terkadang kebiasaan dahulu katanya, melangsungkan pernikahan hanya didasarkan pada musyawarah keluarga dan pemerintah desa, yang terkadang mengabaikan proses tahapan pencatatan nikah. 

Namun saat ini berbeda, katanya, seiring perkembangan zaman proses pencatatan nikah pun sudah tersentuh dengan digitalisasi, sehingga prosesnya berbasis online.

“Pencatatan nikah tidak seperti dulu yang tinggal tulis buku nikah secara manual, sekarang beda, harus berbasis online”, ungkap Idrus.

Sementara, lanjut Idrus, pencatatan nikah ini bisa selesai apabila semua syarat yang diharuskan dalam proses permohonan kehendak nikah harus terpenuhi terlebih dahulu, seperti surat permohonan dari desa, termasuk surat dispensasi dari Pengadilan Agama apabila dipaksakan menikah meski belum cukup umur dengan alasan tertentu.

Sehingga, ia meminta kepada pemerintah desa, pemangku adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama melakukan hal ini, agar pencatatan peristiwa nikah di suatu wilayah bisa berjalan dengan baik sesuai standar operasional prosedur yang ditetapkan oleh pemerintah.
 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024