Oh..Minahasa tempat lahirku, sungguh bangga rasa hatiku. Memandang keindahanmu, Namamu mansyur di Nusantara Karena cengkih, pala dan kopra, kagumkan pasaran dunia.

Danau Tondano dan Sawah ladangmu
Asap Lokon dan soputan menghiasi alammu

Oh...tempat lahirku Minahasa
Aku rindu setiap masa
Aman damai dan sentosa

Tak jelas lagi, siapa pengarang lagu "Oh, Minahasa" itu. Mungkin tinggal tua-tua kita yang tahu siapa yang mengarangnya. Tapi, dari beberapa orang yang kita jumpai, kira-kira berapa yang bisa mengingat lagi nama pengarangnya? Padahal, lagu ini cukup popular di kalangan Tou Minahasa. Di acara-acara kebudayaan Minahasa, lagu ini pasti akan didendangkan. Bukan hanya karena popularitasnya, melainkan terlebih lagu ini bagi tou Minahasa yang mendengarnya pasti akan mengingatkan dia terhadap Tanahnya, Minahasa. Masing-masing suku di Minahasa, seperti Tombulu, Tonsea, Toutemboan, Toulour, dan lain-lain memilik syair sendiri yang disesuaikan dengan bahasa masing-masing.

"Oh, Minahasa", Kita sungguh terpesona dengan tanah ini. Kita lahir di sini, terikat dengan keindahan tanah ini. Banyak yang bisa bersekolah sampai menggapai jabatan tinggi karena tanah ini telah memberi hasil. Harga cengkih, kopra memang sering dikeluhkan karena permainan pasar. Tapi, menyebut dua komoditi ini dalam rangkaian keterpesonaan sebenarnya mengungkap bahwa Tanah ini memang kaya. Pala, memang tinggal dalam lagu. Sekarang telah bertambah vanili. Beberapa masih mempertahankan kopi di lahannya.

Padi, pohon enau, dan kekayaan hutan serta lautnya, juga telah memberi hidup bagi Tou Minahasa. Tanah ini memang subur. Gunung-gunung yang menjulang tinggi ke langit seperti Lokon, Soputan, Mahawu, dan Kalabat bukan hanya telah memberi keindahan bagi negeri ini, melainkan juga telah ikut menyuburkan tanah dengan vulkanik yang dihasilkannya. Asap Lokon dan soputan menghiasi alammu, secara simbolik menggambarkan keindahan dan kesuburan tanah ini.

Tou Minahasa, siapa dia, siapa mereka? Tentu pendapat umum akan berkata, Tou Minahasa adalah mereka-mereka yang merupakan keturunan Lumimuut-Toar sebagai nenek moyang orang Minahasa. Di Watu Pinawetengan, para keturunannya dulu telah berbicara dan bersepakat untuk membagi tanah ini sebagai tempat tinggal. Tapi, zaman terus menjalankan kodratnya. Peradaban ini tak pernah berhenti di zaman lampau itu. Sehingga, “Tou Minahasa”, untuk sedikit orang tak lagi memahaminya hanya dalam kaitan dengan ikatan geneologis saja. “Tou Minahasa”, kini dipahami siapa saja dia atau siapapun mereka yang telah terikat secara historis, politik, sosial, ekonomi dan komitmen dengan Tanah ini. Dia atau mereka itu adalah Tou Minahasa. Inilah interpretasi yang menunjukkan keterbukaan Tou Minahasa terhadap proses hidup yang dinamis.

Maka, siapapun dia yang lahir atau mau hidup dan mati di tanah ini, dialah Tou Minahasa yang mestinya menyanyikan lagu ini dengan penuh rasa bangga. O...tempat lahirku Minahasa…Aku rindu setiap masa. Kerinduan kita, tou Minahasa – baik yang masih tetap setia berpijak di tanah ini, maupun yang telah terserak (sumerar) di seantero jagad ini – adalah kepada keindahan, kesuburan dan kehidupan di Tanah ini. Sebab tanah ini adalah akar identitas kita. “Zaman boleh berubah, simbol-simbol peradaban boleh boleh berganti, namun tanah ini adalah kekal sepanjang masa.” Setidaknya, begitu janji kita di dalam hati.

Maka, janji, karya, pemikiran dan segala gerak hidup ini adalah untuk kelestarian hidup Tanah ini. Kebudayaan Minahasa, sebagaimana makna hakiki dari kebudayaan, adalah soal kehidupan itu sendiri, kehidupan manusia dan alam sebagai tempat berpijaknya. Kehidupan yang optimis di masa depan, tentu bukan kehidupan tanpa sejarah, tanpa nilai budaya atau tanpa identitas. Kehidupan hari ini, adalah untuk kehidupan yang menjanjikan kesejahteraan di masa depan yang dapat diperolah karena setia mewarisi nilai-nilai hidup para leluluhur di masa silam.

Sebab, budaya adalah dinamis, Minahasa juga demikian. Maka, menjadi orang Minahasa yang berbudaya Minahasa, adalah juga menjadi orang yang dinamis, berpikiran maju, berani menantang dan memberi isi terhadap perubahan, dan juga orang yang terbuka dan memahami kehidupan sebagai milik bersama. Maka, dari rupa-rupa kelebihan (dan juga kekurangan), macam-macam bentuk pemikiran dan karya, mestinya mengarah ke visi bersama, yaitu Tanah Minahasa yang lestari, karena dinamis dan setiap pada panggilan kehidupan bersama.

Nikmatilah Minahasa: alamnya, nilai dan simbol budayanya, sebagai anugerah Opo Empung untuk kualitas hidup yang semakin baik. Manusia yang setia pada usaha melestarikan hidup bersama, lepas dari penjajahan politik dan ideologi manapun dan siapapun adalah manusia-manusia yang bebas dan merdeka. I Yayat U Santi! (*)
(Penulis, Pegiat di Mawale Cultural Center, Minahasa)

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024