Manado (ANTARA) - Dua ahli hadir sebagai saksi memberikan pendapat dalam sidang pemeriksaan dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor), pada dana hibah Sinode GMIM, yang dipimpin ketua Majelis Hakim Achmad Peten Sili, SH, bersama di anggota, Iriyanto Tiranda, SH dan adhoc, Kusnanto Wibowo, SH, Rabu, di ruang Hatta Ali, Pengadilan Negeri Manado.
"Kedua ahli yang kami hadirkan dalam sidang ini, adalah ahli perhitungan kerugian negara dari BPKP Sulut, Herry Kiswanto, dan ahli keuangan daerah Kementerian Dalam Negeri, Boyke Siagian," Kata Ketua Tim Penuntut Umum, Pingkan Gerungan, SH.
Ahli perhitungan kerugian negara yang pertama memberikan pendapatnya, mengatakan bahwa dia diminta oleh penyidik untuk memeriksa kerugian keuangan negara, dalam dugaan Tipikor pada dana hibah ke sinode GMIM mulai tahun 2020, 2021, 2022 dan 2023.
Ahli juga menjelaskan mengenai metode yang digunakan untuk menghitung kerugian negara adalah dimulai dari nilai hibah lalu kerugian negara dan bukti yang diberikan, dengan ketentuan BPKP dan apakah dana sisa lainnya, apakah sudah sesuai dan digunakan dengan benar. Dia yakin bahwa nilai kerugian negara mencapai Rp 8,9 miliar, dimana ada yang total lost namun ada juga tidak, karena ada uang yang dimanfaatkan dengan benar, sebaliknya juga tidak. Seperti temuan pada perkemahan Rp 500 juta termanfaatkan dengan benar, sedangkan Rp 500 itu digeser dari isi pembangunan rumah sakit, sehingga dianggap total lost.

Ahli juga mengatakan, ada total lost dalam pemberian beasiswa sebesar Rp 3,03 miliar pada tahun 2022. Sebab tidak transparan, tidak ada SK nama penerima, berapa yang diterima dan juga menegaskan bahwa dana insentif daerah itu tidak bisa diberikan sebagai hibah, sebab bukan peruntukannya. Juga adanya lonjakan kontribusi dari UKIT ke sinode pada 2022.
Kemudian ahli kedua, Boyke Siagian, ahli keuangan daerah, memberikan pendapat bahwa dana hibah yang tidak habis terpakai harus dikembalikan kepada kas daerah. Anggaran jangan digeser ke peruntukan lainnya, dan GMIM bisa menerima hibah, karena merupakan organisasi kemasyarakatan berbadan hukum, namun harus diperbarui.
Boyke juga menjelaskan pendapat saat diperiksa penyidik , dia menjelaskan tentang alur, hibah yang dimulai dari proposal, dan RKPD, lalu ke KUA - PPAS, sampai ke penetapan anggaran. Juga mengatakan bahwa hibah tidak bisa diberikan setiap tahun terus menerus, kecuali diatur dengan peraturan kepala daerah.
Ahli juga mengatakan bahwa dana hibah yang sudah diberikan bisa diberikan kembali lewat APBD perubahan. Dia pernah membaca bahwa ada peraturan kepala daerah di Sulawesi Utara, ada sejumlah ormas keagamaan yang bisa menerima hibah secara terus menerus. Serta menjelaskan tentang alur pemeriksaan keuangan daerah sampai opini BPK, sambil menjelaskan tentang Tim anggaran pemerintah daerah, juga harus ada tim monitoring dan evaluasi untuk memastikan penerimanya layak menerima hibah atau tidak.

