Manado (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan edukasi perdagangan karbon menuju ekonomi hijau di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).
"Saat ini kami mengedukasi perdagangan karbon bagi sektor jasa keuangan dan pelaku industri daerah di Sulut," kata Deputi Komisioner Pengawas Emiten Transaksi Efek dan Pemeriksaan Khusus OJK, Aditya Jayaantara, pada Sosialisasi Perdagangan Karbon bagi Sektor Jasa Keuangan dan Pelaku Industri Daerah di Sulawesi Utara, di Manado, Kamis.
Dia mengatakan, hal ini dilakukan untuk mendorong peningkatan literasi masyarakat dan pemerintah daerah mengenai ekonomi karbon sebagai bagian dari upaya mencapai target Net Zero Emission tahun 2060.
Aditya mengatakan kegiatan sosialisasi yang digelar di Manado menjadi langkah penting dalam memahami nilai ekonomi karbon serta manfaatnya bagi pemerintah dan sektor usaha.
“Tujuan utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan literasi tentang karbon itu sendiri apa itu karbon, apa manfaatnya bagi negara, pemerintah provinsi, maupun badan usaha di bawahnya,” ujar Aditya didampingi Kepala OJK Sulut Gorontalo, Robert Sianipar.
Ia menjelaskan, pengembangan ekonomi karbon menjadi bagian dari upaya membangun perekonomian yang berkelanjutan dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan.
Nilai ekonomi karbon, lanjutnya, dapat dikonversi menjadi kredit yang bisa diperdagangkan di bursa, sehingga memberikan manfaat ekonomi langsung maupun tidak langsung bagi swasta, BUMD, serta pemerintah daerah.
“Manfaat ekonomi karbon nantinya bisa dikonversi menjadi carbon kredit yang diperdagangkan di bursa. Keuntungannya dapat dirasakan oleh swasta maupun pemerintah daerah melalui BUMD,” jelasnya.
“Selain itu, aspek perpajakan juga akan memberikan manfaat tambahan, dan program ini sekaligus mendukung komitmen Indonesia dalam Paris Agreement menuju Net Zero Emission 2060,” tambahnya.
Aditya menyebut potensi ekonomi karbon di Sulawesi Utara sangat besar, terutama dari sektor lingkungan seperti mangrove, terumbu karang, dan energi panas bumi.
Jika dikelola optimal, potensi nilai ekonomi karbon dari sektor tersebut bisa mencapai hampir Rp100 miliar per tahun, dengan kebutuhan investasi yang relatif kecil.
“Potensi nilai ekonomi karbon di Sulut, bila dikonversi dengan harga pasar saat ini, bisa mencapai sekitar seratus miliar rupiah per tahun. Apalagi, investasi yang dibutuhkan sangat minim, cukup dengan menjaga dan menanam kembali mangrove,” katanya.
Direktur Pengembangan Pasar Modal Indonesia Jeffrey Senduk mengatakan sejauh ini sudah ada 132 penyelenggara yang aktif di Bursa Karbon Indonesia, termasuk salah satunya proyek panas bumi Lahendong di Sulawesi Utara yang merupakan salah satu proyek pertama yang tercatat dan aktif diperdagangkan.
“Proyek Lahendong menjadi salah satu proyek perdana di Bursa Karbon Indonesia. Unit karbonnya bahkan sudah terjual habis, dan mereka sedang menyiapkan sertifikasi unit karbon baru untuk perdagangan berikutnya,” kata Senduk.
Gubernur Sulawesi Utara Yulius Selvanus melalui Sekprov Sulut Tahlis Gallang menyampaikan apresiasi dan rasa syukur atas inisiatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menyelenggarakan kegiatan sosialisasi mengenai ekonomi karbon di daerah.
Kegiatan ini dinilai selaras dengan komitmen pemerintah daerah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Tahlis menjelaskan bahwa program yang diinisiasi OJK tersebut memberikan banyak manfaat strategis, baik dari aspek lingkungan maupun ekonomi.
Ia menjelaskan, penerapan ekonomi karbon tidak hanya berdampak pada pelestarian lingkungan, tetapi juga membuka peluang peningkatan pendapatan daerah.
Ketika penerimaan negara dari sektor pajak meningkat, maka secara otomatis Dana Bagi Hasil (DBH) yang diterima daerah juga akan ikut bertambah.

