Manado (ANTARA) - Merantau ke Daerah Nyiur Melambai, julukan untuk Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), ternyata mampu mengubah nasib pria asal Maluku, Ambon ini.
Benny Leleury adalah pria asal The Spicy Island atau pulau rempah, yang bertahan di tengah-tengah kehidupan nan sederhana. Ia tinggal di desanya yang indah di Maluku, tetapi nasibnya tidak pernah begitu cerah.
Sejak tahun 1994, ia datang mengaduh nasib di Sulut, akhirnya bertemu dengan belahan jiwanya di Daerah Nyiur Melambai ini dan dikarunia tiga orang anak.
Benny, kala itu, bekerja apa saja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Akan tetapi pendapatan dari pekerjaannya tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk menyekolahkan ketiga anaknya.
Hingga ada momentum yang mengubah cara pandang hidupnya. Kala itu, Benny berjalan-jalan bersama temannya. Mereka mampir ke toko souvenir dan melihat banyak produk yang diambil dari daerah lain. Padahal, baginya sangat mudah untuk dibuat dan bahan bakunya cukup banyak. Saat itu, dengan pemikiran kreatifnya, ia memutuskan memanfaatkan limbah batok kelapa sebagai bahan baku untuk mendukung keluarganya dan sektor pariwisata di daerah tersebut.
Benny mulai mengumpulkan batok kelapa dan menjadikannya bahan baku untuk membuat berbagai jenis souvenir. Dia mengukirnya dengan motif-motif etnik dan menghiasnya dengan lukisan yang menggambarkan keindahan alam Sulut.
Walaupun secara manual, karyanya dinilai indah dan unik, dan segera mendapat perhatian.
Dia belajar membuat kerajinan tangan dan bersama-sama mereka menciptakan berbagai souvenir seperti gantungan kunci, hiasan rambut, hiasan pakaian, cangkir, piring, dan lampu hias. Ada sentuhan pribadi di setiap karya seni yang mereka buat. Itulah menjadikan karyanya lebih berharga.
Benny juga peduli dengan keberlanjutan dan kelestarian lingkungannya. Itulah sebabnya dia memilih bahan baku yang berasal dari batok kelapa yang sudah tidak terpakai lagi.
Dengan kreativitasnya, dia mengubah batok kelapa tersebut menjadi karya seni yang luar biasa. Setiap potongan batok kelapa yang dia buat menjadi seperti kanvas kosong yang siap diukir dan hiasi dengan detail indah.
Selama 10 tahun terakhir ini ia menggeluti souvenir dari batok kelapa dan turunannya yang dianggap limbah oleh kebanyakan orang. Dari hasil kreativitasnya tersebut, mampu membawa ketiga anaknyamengenyam pendidikan yang tinggi. Anak tertua sementara berada di bangku kuliah salah satu universitas ternama di Sulut, anak kedua sedang dalam pendidikan polisi Bintara, dan ketiga baru menyelesaikan bangku sekolah tingkat atas.
Bangkit dari pandemi
Usaha souvenir Benny Leleury yang diberi nama "Klabat Craft" ini telah banyak peminatnya, baik pasar lokal sampai luar daerah, dengan omzet mencapai belasan juta setiap bulan.
Semua itu berubah saat dunia dilanda pandemi COVID-19. Sektor lariwisata turun, omzet pun langsung turun tajam, sehingga harus berpikir keras bagaimana hasil kerajinan tangan ini bisa menghasilkan uang untuk keberlanjutan kehidupan keluarga dan bisnis.
Pandemi COVID-19 telah membawa tantangan yang tak terduga bagi usaha souvenirnya. Seiring berita tentang pandemi menyebar dan pariwisata terhenti, pasar bagi souvenir tiba-tiba menjadi sangat sepi. Seperti kebanyakan orang lain di seluruh dunia, ia merasa khawatir tentang masa depannya dan bagaimana dia akan tetap mendukung keluarganya.
Saat itu, Benny berada di persimpangan jalan. Apalagi belum lama istri terkasihnya berpulang. Lalu sektor pariwisata terhenti dan penjualan di pasar lokal juga menurun drastis.
Namun, dia tidak menyerah begitu saja. Dia berpikir kreatif untuk tetap menjalankan usahanya. Benny mulai mencari cara-cara baru untuk mengemas dan memasarkan souvenir-souvenirnya secara online.
Dengan bantuan dari seorang teman yang lebih mahir dalam teknologi, ia membuat toko online untuk produk-produknya. Ia memotret souvenir-souvenirnya dengan indah, membuat deskripsi yang menarik, dan memasangnya di situs web yang dibuat. Ini adalah langkah besar Benny yang biasanya lebih terbiasa dengan ukiran batok kelapa daripada komputer.
Tidak hanya itu yang dilakukan. Dia juga menggunakan media sosial untuk mempromosikan produk-produknya. Dia mulai mengikuti kursus online tentang pemasaran digital dan meningkatkan kehadirannya di platform-platform seperti Instagram dan Facebook. Dengan tekun, dia belajar tentang berbagai strategi untuk mencapai audiens yang lebih luas.
Ketika saatnya tiba, Benny pergi ke kantor pengiriman barang untuk mengirimkan souvenir yang dijualnya secara online.
Kala pandemi, ia tetap mematuhi protokol kesehatan yang ketat, seperti mengenakan masker dan menjaga jarak fisik. Dia merasa bahwa ini adalah langkah yang perlu diambil untuk memastikan bahwa usahanya dapat bertahan selama masa sulit ini.
Pada akhirnya, Benny berhasil beradaptasi dengan situasi yang sulit tersebut. Meskipun pariwisata masih belum pulih sepenuhnya, dia berhasil menjual produk-produknya secara online.
Keberhasilan ini tidak hanya membantu dia memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi komunitasnya, yang melihatnya sebagai contoh bagaimana ketekunan, kreativitas, dan adaptasi bisa mengatasi rintangan yang sulit seperti pandemi.
Program PUMK
Ketika situasi pandemi COVID-19 masih berlangsung, Benny mendapatkan kabar menggembirakan. Kala sedang duduk di bengkel kecilnya dan memikirkan cara untuk mengembangkan usahanya, tiba-tiba ponselnya berdering. Saat dia mengangkat telepon, suara yang bersemangat di seberang sana memberitahunya bahwa Pertamina telah memilihnya sebagai penerima dana lunak melalui program pendanaan usaha mikro kecil (PUMK) dengan bunga 0,5 persen per bulan.
Mendengar berita ini, dia hampir tak percaya. Dia merasa bersyukur dan terharu oleh dukungan yang tiba-tiba datang kepadanya. Dana lunak tersebut dimaksudkan untuk membantu pengusaha kecil dan menengah. Benny merasa beruntung menjadi salah satu yang dipilih.
Bantuan dana itu digunakan untuk membeli mesin peralatan yang lebih canggih dan modern, yang akan membantu meningkatkan produktivitas bengkelnya.
Mesin-mesin ini akan memungkinkan dia untuk menghasilkan souvenir dengan lebih cepat dan efisien. Selain itu, dia juga bermaksud untuk mempekerjakan beberapa orang lagi dari komunitasnya yang terdampak ekonomi akibat pandemi.
Setelah menerima pinjaman tersebut, Benny segera memulai perjalanan untuk mencari mesin-mesin yang sesuai dengan kebutuhan bisnisnya. Dengan semangat, dia berbicara dengan berbagai pemasok, mengambil saran dari para ahli, dan akhirnya menemukan mesin-mesin yang memenuhi semua persyaratan. Pengadaan mesin-mesin ini menjadi langkah besar dalam memodernisasi bengkelnya dan meningkatkan kualitas produk souvenirnya.
Karena permintaan souvenir yang mulai tinggi pascapandemi COVID-19, Benny memberdayakan anak-anak muda dan ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggalnya di Kabupaten Minahasa Utara, menjadi tenaga kerja.
Mereka dibayar sesuai dengan apa yang mereka kerjakan tanpa ada batasan waktu.
Selain memberikan lapangan pekerjaan baru, ia memberikan pelatihan di beberapa sekolah kejuruan, baik teknik ukiran batok kelapa maupun kerajinan tangan lainnya.
Baginya, berbagi pengetahuan dan keterampilan adalah cara yang baik untuk mendukung generasi muda dan membantu mereka mempersiapkan masa depan.
Benny tidak hanya mengajarkan mereka teknik-teknik kriya, tetapi juga berbagi nilai-nilai penting tentang kerja keras, ketelitian, dan rasa cinta terhadap lingkungan.
Siswa-siswa tersebut diajari cara mengukir batok kelapa dengan indah, membuat kerajinan tangan, dan teknik-teknik lainnya yang berguna dalam dunia kerajinan. Mereka juga diajari untuk memanfaatkan bahan-bahan lokal dan daur ulang untuk menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan.
Menurut Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sulawesi Fahrougi Andriani Sumampouw, sebagai BUMN, Pertamina memiliki program PUMK yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Penyaluran PUMK diberikan dengan nilai hingga Rp250 juta dan jasa administrasi 6 persen per tahun dan tenor maksimal 3 tahun.
Demi mendukung UMKM naik kelas, BUMN itu melakukan pembenahan yang lebih terstruktur melalui penyelenggaraan Kurikulum UMKM yang terdiri atas beberapa tahapan modul, yaitu tahapan Go Modern, Go Digital, Go Online, dan Go Global.
Usaha yang dijalankan Benny memiliki keunikan karena mengolah batok kelapa menjadi kerajinan bernilai jual tinggi.
Ini merupakan potensi bagus yang dimiliki oleh UMKM dan Pertamina melihat produk itu untuk menaikkan kelas UMKM ke jenjang yang lebih tinggi, terutama dalam mendapatkan akses pasar.
Salah satu upaya pendampingan yang Pertamina berikan adalah keikutsertaan usaha Benny pada ajang Inacraft tahun 2023 untuk memperluas akses pasar.
Dukungan Pemerintah
Menurut Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Pemprov Sulut Ronald Sorongan, pihaknya mengambil langkah berani untuk meningkatkan kualitas UMKM di Sulut.
Dinas Koperasi merancang berbagai pelatihan dan workshop untuk memberdayakan UMKM dalam meningkatkan manajemen bisnis mereka. Mereka mengundang pakar bisnis dan memberikan bimbingan intensif kepada para pemilik UMKM.
Selain itu, Pemerintah juga menciptakan program pemasaran bersama untuk mengatasi tantangan promosi dan penjualan.
Ini melibatkan koperasi di antara beberapa UMKM yang memiliki produk serupa sehingga mereka dapat memasarkan produk mereka secara bersama-sama dan mencapai pasar yang lebih luas.
Dengan tekad dan inisiatif dari Dinas Koperasi, UMKM di Sulawesi Utara akhirnya berhasil naik kelas, tidak hanya meningkatkan kualitas produk mereka, tetapi juga memberdayakan ekonomi lokal dan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.
Benny dinilai ulet dan kreatif sehingga berhasil mengembangkan usahanya. Lebih dari itu, ia juga sosok inspiratif bagi banyak orang.
Ia telah membuktikan bahwa dengan tekad dan kreativitas, limbah dapat diubah menjadi produk kreatif yang bernilai ekonomi sekaligus mendukung kehidupan dan lingkungan sekitar.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengolah limbah batok kelapa jadi benda seni bernilai tinggi