Ankara, Turki (ANTARA) - Presiden Sudan Omar al-Bashir dipaksa meletakkan jabatan pada Kamis, dan dikenakan tahanan rumah saat militer menahan pejabat partai yang memerintah.
Al-Bashir dilahirkan pada 1 Januari 1944 di Desa Housh Banga, dekat Provinsi Shendi di Sudan Utara, dan memangku jabatan pada 1989 melalui kudeta militer.
Pada Juni 1989, al-Bashir memimpin kudeta militer terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis di bawah perdana menteri saat itu Sadiq Al-Mahdi.
Kudeta tersebut dilaporkan didukung oleh tokoh agama Hassan At-Turabi, tapi pada pertengahan 1990-an al-Bashir bersilang pendapa dengan At-Turabi dan menjebloskan dia ke dalam penjara beberapa kali.
Al-Bashir telah dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam kasus kejahatan perang, kejahatan terhadap umat manusia dan pemusnahan suku; militernya dilaporkan melakukan perbuatan tersebut di Darfur --wilayah Sudan Barat, tempat konflik berlangsung sejak 2003.
Namun, meskipun ada surat perintah penangkapan oleh ICC, ia menang dalam pemilihan umum Sudan pada 2009.
Pada 2011, ia menyelenggarakan referendum di Sudan Selatan, saat rakyat memilih kemerdekaan dari Sudan.
Kekuasaannya dinodai oleh protes rakyat pada awal pekan Arab Spring pada Januari 2011, dan pada 2013 gara-gara kenaikan harga bahan bakar.
Puluhan orang dilaporkan tewas dan ratusan orang lagi cedera selama protes 2013, sebelum pemerintah memadamkan protes tersebut.
Pada penghujung 2018, protes massa untuk menuntut pembaruan ekonomi meluas jadi seruan pengunduran diri al-Bashir.
Pemerintah Sudan menyatakan puluhan orang telah tewas sejak protes meletus, sementara kubu oposisi menyatakan jumlah korban jiwa mendekati 50.
Satu bulan kemudian, al-Bashir berjanji akan melakukan pembaruan ekonomi, di tengah berlanjutnya seruan oleh oposisi untuk melancarkan protes.
Pada 6 April, ribuan warga Sudan melancarkan aksi duduk di luar markas militer di Ibu Kota Sudan, Khartoum, untuk melancarkan tekanan atas militer Sudan untuk campur-tangan.
Pada Kamis pagi, Presiden Omar al-Bashir meletakkan jabatan di tengah seruan yang berlanjut bagi pengunduran dirinya.
Banyak pengamat mengatakan kepada Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam, tindakan al-Bashir dilakukan sebelum pernyataan resmi yang ditunggu mengenai pengunduran diri al-Bashir.
Al-Bashir kini dikenakan tahanan rumah dan para pengawalnya telah ditahan, kata media setempat.
Sementara itu, dinas intelijen militer Sudan mengumpulkan lebih dari 100 pelaksana Partai Kongres Nasional --yang memerintah.
Sumber: Anadolu Agency
Al-Bashir dilahirkan pada 1 Januari 1944 di Desa Housh Banga, dekat Provinsi Shendi di Sudan Utara, dan memangku jabatan pada 1989 melalui kudeta militer.
Pada Juni 1989, al-Bashir memimpin kudeta militer terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis di bawah perdana menteri saat itu Sadiq Al-Mahdi.
Kudeta tersebut dilaporkan didukung oleh tokoh agama Hassan At-Turabi, tapi pada pertengahan 1990-an al-Bashir bersilang pendapa dengan At-Turabi dan menjebloskan dia ke dalam penjara beberapa kali.
Al-Bashir telah dituntut oleh Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam kasus kejahatan perang, kejahatan terhadap umat manusia dan pemusnahan suku; militernya dilaporkan melakukan perbuatan tersebut di Darfur --wilayah Sudan Barat, tempat konflik berlangsung sejak 2003.
Namun, meskipun ada surat perintah penangkapan oleh ICC, ia menang dalam pemilihan umum Sudan pada 2009.
Pada 2011, ia menyelenggarakan referendum di Sudan Selatan, saat rakyat memilih kemerdekaan dari Sudan.
Kekuasaannya dinodai oleh protes rakyat pada awal pekan Arab Spring pada Januari 2011, dan pada 2013 gara-gara kenaikan harga bahan bakar.
Puluhan orang dilaporkan tewas dan ratusan orang lagi cedera selama protes 2013, sebelum pemerintah memadamkan protes tersebut.
Pada penghujung 2018, protes massa untuk menuntut pembaruan ekonomi meluas jadi seruan pengunduran diri al-Bashir.
Pemerintah Sudan menyatakan puluhan orang telah tewas sejak protes meletus, sementara kubu oposisi menyatakan jumlah korban jiwa mendekati 50.
Satu bulan kemudian, al-Bashir berjanji akan melakukan pembaruan ekonomi, di tengah berlanjutnya seruan oleh oposisi untuk melancarkan protes.
Pada 6 April, ribuan warga Sudan melancarkan aksi duduk di luar markas militer di Ibu Kota Sudan, Khartoum, untuk melancarkan tekanan atas militer Sudan untuk campur-tangan.
Pada Kamis pagi, Presiden Omar al-Bashir meletakkan jabatan di tengah seruan yang berlanjut bagi pengunduran dirinya.
Banyak pengamat mengatakan kepada Kantor Berita Turki, Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis malam, tindakan al-Bashir dilakukan sebelum pernyataan resmi yang ditunggu mengenai pengunduran diri al-Bashir.
Al-Bashir kini dikenakan tahanan rumah dan para pengawalnya telah ditahan, kata media setempat.
Sementara itu, dinas intelijen militer Sudan mengumpulkan lebih dari 100 pelaksana Partai Kongres Nasional --yang memerintah.
Sumber: Anadolu Agency