Manado (ANTARA) - Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Sulawesi Utara (Sulut) Edwin Kindangen mengatakan naiknya harga kedelai belum mempengaruhi perdagangan di daerah tersebut.

"Kita sudah pengalaman dengan waktu lalu juga harga kedelai sempat naik, tapi dampaknya ke Sulut tidak besar," kata Edwin, di Manado, Sabtu.

Edwin mengatakan memang konsumsi kedelai dalam hal ini tempe dan tahu di Sulut tidak sebesar di Pulau Jawa.

Namun, katanya, pemerintah akan siap dengan langkah antisipasi yakni terus melakukan pengawasan dan pemantauan baik stok n harga di pasaran.

Saat ini, katanya, harga kedelai di sentra perdagangan Sulut di kisaran Rp10.300 per kilogram, dan harga tempe yang sedang Rp5.000 untuk tiga bungkus, dan yang ukuran besar hingga Rp10ribu per bungkus.

"Harga ini masih dalam kondisi normal, belum ada perubahan apa-apa," jelasnya.

Kabid Dagri Disperindag Sulut Ronny Erungan menjelaskan info dari Kemendag diperkirakan harga tahu dan tempe di dalam negeri akan naik di bulan mendatang karena melonjaknya harga kedelai internasional.

Kedelai sendiri menjadi bahan baku utama dalam memproduksi dua makanan kegemaran masyarakat Indonesia tersebut.

Namun di sisi lain, mayoritas stok kedelai bergantung pada impor. Kondisi kedelai di dunia saat ini terjadi gangguan suplai.

Dia menjelaskan melihat di Brasil terjadi penurunan produksi kedelai, di mana awalnya diprediksi mampu memproduksi 140 juta ton pada Januari, menurun menjadi 125 juta ton.

Penurunan produksi ini berdampak pada kenaikan harga kedelai dunia," katanya.


Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024