"Dasar aduan yang pertama tentang pada waktu pak Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka, menurut tim penasihat hukum tersangka tidak diberikan kesempatan untuk memilih sendiri penasihat hukumnya, padahal menurut mereka, kliennya adalah orang yang mampu untuk memilih penasihat hukumnya sendiri tanpa harus ditunjuk Kejagung," kata Joko usai menerima audiensi tim kuasa hukum Tom Lembong di Kantor KY, Jakarta, Kamis.
Lebih lanjut dia membeberkan, dasar kedua yakni menyangkut penyidik Kejagung yang menetapkan status tersangka kepada Tom Lembong, tidak didasarkan dua alat bukti.
Dengan dua hal itu, lanjut dia, kuasa hukum tersangka menilai hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Jaksel), Tumpanuli Marbun, telah keliru serta tidak sesuai dengan undang-undang dalam memeriksa, memutus, dan mengadili perkara praperadilan yang diajukan tersangka, sehingga diduga telah melanggar kode etik.
Oleh karena itu, mereka (tim kuasa hukum) mengadu dan meminta kepada Komisi Yudisial untuk menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh hakim praperadilan.
Joko menambahkan, aduan kedua menyangkut permohonan tim kuasa hukum yang meminta KY untuk memantau secara aktif proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang akan dijalani oleh tersangka.
"Karena menurut penilaian kami itu merupakan kewenangan dari KY, maka kami meminta kuasa hukum membuat laporan detail tentang dugaan pelanggaran kode etik terkait aduan pertama, serta kami juga akan memantau proses persidangan tersebut," ujar dia.
Jika berkas telah dilimpahkan ke pengadilan, tambah dia, maka KY akan memantau secara aktif.