Jakarta (ANTARA) - Letusan Gunung Ruang tak hanya menghasilkan gumpalan abu vulkanik, gas, dan awan panas melainkan juga memicu terciptanya fenomena alam spesial berupa kilatan petir vulkanik pada lapisan troposfer bumi.
Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Hendra Gunawan mengatakan petir vulkanik itu tidak menimbulkan dampak kerusakan karena berada di sekitar lubang erupsi tempat material vulkanik keluar.
"Itu akibat suhu tinggi yang memanaskan ion-ion gas oleh karenanya terjadi loncatan muatan listrik," ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
Gumpalan abu yang keluar dari kawah Gunung Ruang menciptakan cuaca sendiri berupa kilatan-kilatan petir. Pada awan normal, listrik dihasilkan saat partikel es kecil maupun air di awan bertabrakan. Ketika daya listrik terisi cukup, maka kilatan petir terjadi.
Proses pembentukan petir juga sama pada gunung meletus di mana kolom erupsi yang mengandung partikel-partikel abu vulkanik, air, maupun gas saling bertabrakan yang dapat menghasilkan muatan statis.
Peneliti Gunung Api dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Dini Nurfiani mengatakan kolom erupsi tersebut dapat terjadi klaster atau kelompok area yang bermuatan negatif dan area lain yang bermuatan positif.
"Jika kolom erupsi bertambah besar atau tinggi, area yang berbeda muatan tersebut akan terpisah jauh dan menciptakan kilatan," kata Dini.
Studi McNutt & Williams (2010) memaparkan parameter lain yang berperan penting pada mekanisme terjadinya petir vulkanik adalah kandungan jumlah air pada kolom erupsi yang berasal dari magma (bukan dari atmosfer) yang bisa jadi lebih banyak dibandingkan kandungan air pada atmosfer di area gunung tersebut.
Kandungan air dalam magma akan terlepas saat letusan. Studi itu juga menerangkan bahwa kejadian petir vulkanik umum teramati pada erupsi yang eksplosif dengan kolom erupsi yang tinggi (lebih dari 7 kilometer atau pada skala VEI 3-5).
Pada 17 April 2024, pukul 20.15 WITA, Gunung Ruang mengalami erupsi besar yang melontarkan abu vulkanik setinggi 3 kilometer. Letusan itu juga dibarengi dengan awan panas yang meluncur sejauh 1,7 kilometer ke arah pantai Pulau Ruang.
Bahkan, Pulau Tagulandang yang berjarak 10 kilometer dari Pulau Ruang mengalami hujan batu dan pasir akibat peristiwa erupsi malam itu.
Letusan Gunung Ruang memicu pertumbuhan awan langka berupa Cumulonimbus flammagenitus yang berkembang secara vertikal yang juga dikenal sebagai pyrocumulus.
Dini menjelaskan awan jenis itu dihasilkan akibat adanya sumber panas seperti yang terjadi ketika Gunung Ruang meletus. Bahkan, kebakaran hutan juga acapkali memicu pertumbuhan awan pyrocumulus.
Ketika erupsi, gunung api tidak hanya mengeluarkan material vulkanik tapi ada juga energi panas yang dapat memanaskan udara di atas kawah atau area atas gunung api tersebut.
"Udara panas tersebut akan naik secara konveksi yang diiringi dengan pencampuran gas, air, material vulkanik hingga terbentuk gumpalan awan vertikal," pungkas Dini.
Gunung Ruang memiliki ketinggian puncak 725 meter di atas permukaan laut dan sekaligus membentuk satu pulau tersendiri yang terpisah dengan pulau lainnya.
Pulau Ruang memiliki dua kampung, yakni Kampung Limpatehe dan Kampung Pumpente. Lokasi kedua kampung dengan jumlah penduduk 838 jiwa itu hanya berjarak 2,5 kilometer dari puncak Gunung Ruang.
Seluruh penduduk di Kampung Limpatehe dan Kampung Pumpente sudah dievakuasi ke tempat aman agar mereka terhindar dari bahaya erupsi dan awan panas.
Gunung Ruang yang bertipe strato dengan kubah lava secara administratif berada di Desa Tulusan, Kecamatan Tagulandang Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara.
Gunung api berstatus level IV atau awas tersebut diamati secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) yang berlokasi di Kecamatan Tagulandang, Kabupaten Sitaro, Sulawesi Utara.*
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Letusan Gunung Ruang memicu kilatan petir vulkanik