Manado, (Antara News) – Suasana haru mewarnai perayaan Halal Bi Halal komunitas warga pengungsi Gunung Awu, Kabupaten Sangihe di Manado, Sabtu, dirangkaikan dengan mengenang kembali meletusnya Gunung Awu, 12 Agustus 1966.
Raut wajah ratusan warga pengungsi Gunung Awu yang hadir pada acara yang baru pertama kali dilaksanakan sejak meletusnya Gunung Awu tahun 1966 itu terlihat sedih mengenang penderitaan yang dialami 288 orang pengungsi.
“Berbagai penderitaan dialami oleh 288 orang pengungsi sejak diungsikannya di kecamatan Lolak Dua, waktu itu masih berada di wilayah pemerintahan Kabupaten Bolaang Mongondow, para pengungsi sangat menderita, tidak diperhatikan sama sekali oleh pemerintah, dan akhirnya kami harus keluar dari Lolak , berjalan kaki berhari-hari, menempuh ratusan kilo meter munuju Manadoâ€, kenang saksi hidup, Drs. Adnan Mandiri yang membawakan “sekapur sirih†sejarah pengungsian warga Nusa Utara di Manado, Sabtu.
Diakuinya, perlakuan kepada para pengungsi Gunung Awu waktu itu tidak sama dengan pengungsi-pengungsi sekarang ini, dimana pemerintah memberikan perhatian serius, tetapi pada waktu Gunung Awu meletus belum ada alat komunikasi dan informasi yang canggih sehingga terasa sulit membangun komunikasi antar pengungsi dengan pemerintah.
“Hampir setahun kami berada di pengungsian Kecamatan Lolak dan pada 25 Maret 1967 kami sepakat ke Manado dengan bejalan kaki untuk mencari tempat yang lebih layak lagi dan oleh Pemerintah Provinsi Sulut menempatkan 288 orang pengungsi di gedung sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama) di Kampung Islam, sebelum akhrinya memberikan tempat di Kelurahan Tuminting, yang sekarang bernama Mahawu," katanya.
Salah seorang pengungsi menangis ketika mengenang masa-masa penderitaan pasca meletusnya Gunung Awu tersebut, terlebih ketika Ketua Kerukunan Keluarga Muslim Nusa Utara (KKNMU) Manado, Ikhsan Wuisan, yang juga Imam Masjid Al Amunawwarah Mahawu Lingkungan VII membacakan doa yang memohon kepada Tuhan agar tidak lagi menurunkan bala dan benacana kepada umat manusia.
Sementara, tokoh muda Nusa Utara, Abid Takalamingan dalam sambutannya juga mengisahkan berbagai masalah yang terjadi sejak diungsikannya sebagian warga Nusa Utara ke Lolak Dua hingga menempati kelurahan Mahawu di Kecamatan Tumniting.
“Tadinya kampungn ini bernama “Awu†karena yang pertama-tama menempati lokasi ini adalah warga pengungsi Gunung Awu, bahkan mereka membangun Masjid bernama Al-Hijrah, cikal bakal Masjid Al-Munawwarah, begitu juga dengan lokasi rumah sakit Siti Maryam, andilnya warga pengungsi sangatlah besar disitituâ€, tegas Abid dengan berkelakar.
Sementara itu, Gubernur Sulut, SH. Sarundajang dalam sambutan tertulisnya dibacakan Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat dan Politik (Kesbanglinmas dan Pol), Gun Lapadengan meminta peran serta warga Nusa Utara di Manado dapat memberikan kontribusi positif pada pembangunan Provinsi Sulut dan Kota Manado.
Pemerintah sangat menghargai upaya masyarakat Sulut dalam pembangunan yang sedang dan akan dilaksanakan oleh pemerintah, dukungan dan sokongan semua pihak sangat diharapkan, ucap Sarundjang.
Sementara itu, Ketua Panitia, Suhri Ambat mengatakan, perayaan Halal Bi Halal sekaligus mengenang kembali 45 tahun meletusnya Gunung Awu yang terjadi 12 Agustus 1966 semata-mata bertujuan untuk menyambung dan mempererat hubungan persaudaraan dan kekeluargaan sesame awarga Nusa Utara yang ada di Manado, Bitung dan kabupaten Bolmut, yang selama ini dinilai renggang dan tidak adanya komunikasi.
“Tidak ada hubungannya dengan politik, apalagi di Kabupaten Sangihe saat ini akan berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bupati dan wakil bupati, siapa saja yang terpilih untuk membangun daerah tersebut kami tetap mendukungnyaâ€, tegas Ambat yang diaminkan Ketua KKMNU Manado, Ikhsan Wuisan.
Perayaan Halal Bi halal yang dirangkaikan dengan “mengenang 45 Tahun meletusnya Gunung Awu yang diselenggarakan Kerukunan Keluarga Muslim Nusa Utara (KKMNU) Manado dihadiri tokoh Muslim di Manado, antara lain, H. Djitro Tamengge, Prof. KH. Hassan Yan, SE, H. Amir Liputo, Nur Salim Masoara yang masing-masing mengakui mempunyai darah dan keturunan Nusa Utara serta sejumlah warga Nusa Utara yang beragama Kristen dari Bitung dan Kabupaten Bolmut.
Acara diakhir dengan pagelaran seni budaya Kabupaten Sangihe, “Tagonggong†dan lagu-lagu dari kepulan tersebut serta jabat tangan antar sesama warga.
Berita Terkait
PVMBG mengimbau warga patuhi radius bahaya Gunung Awu
Selasa, 5 Desember 2023 23:07 Wib
Warga Kepulauan Sangihe diajak patuhi radius bahaya Gunung Awu
Selasa, 19 September 2023 16:53 Wib
Gunung Awu di Sulawesi Utara bentuk kubah lava menyumbat puncak kawah
Jumat, 23 Desember 2022 4:20 Wib
PVMBG pantau ekstra aktivitas Gunung Soputan-Karangetang dan Awu
Selasa, 20 Desember 2022 8:35 Wib
Status Gunung Awu di Sangihe Sulut turun ke level II waspada
Minggu, 28 Agustus 2022 22:12 Wib
BPBD: Status Gunung Awu di Sangihe turun ke level II waspada
Sabtu, 27 Agustus 2022 18:46 Wib
PVMBG: Kegempaan Gunung Awu di Sangihe masih di atas normal
Senin, 22 Agustus 2022 22:52 Wib
BPBD Sangihe melarang warga mendekati puncak Gunung Awu
Selasa, 9 Agustus 2022 0:00 Wib