Manado (ANTARA) - Akademisi Fisip Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando, mengatakan dari semua tahapan yang telah disusun Komisi Pemilihan Umum, tahapan kampanye yang paling rawan.

"Pertama, karena waktu kampanye itu sudah berkurang jauh dari dulu. Di 2019 itu hampir hampir enam atau tujuh bulan, tapi sekarang 75 hari. Tentu 75 hari itu waktu yang singkat bagi 18 peserta pemilu," kata Liando di Manado, Jumat.

Kemungkinan, kata dia, 75 hari ini akan banyak cara yang bisa dilakukan supaya partai atau calon bisa terinformasi, bisa tersosialisasi di masyarakat.

Kedua, kerawanan pada tahapan kampanye adalah lokus untuk penempatan alat-alat peraga kampanye yang ditentukan oleh KPU tidak banyak.





"Maksudnya cukup, tetapi partai politik terlalu banyak, peserta pemilu terlalu banyak, sehingga bisa terjadi proses konflik, terjadi sengketa antarpartai politik dalam rangka untuk saling berebutan lokasi menempatkan alat peraga kampanye," ujarnya.

Kerawanan ketiga pada tahapan ini, kata dia, adalah kampanye itu sudah mulai pada proses interaksi, interaksi antara masyarakat pemilih, dengan dengan calon atau dengan peserta pemilu.

"Nah kalau sudah menyebabkan interaksi bukan tidak mungkin saling mempengaruhi menggunakan banyak cara supaya calon atau partai politik itu bisa terkonfirmasi atau informasi di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

Pada tahapan ini, kata dia, potensi konflik cukup tinggi karena masyarakat juga bisa dihasut, bisa dipropaganda atau mendapatkan informasi-informasi yang tidak wajar.

"Masyarakat juga kadang-kadang bisa terpengaruh kalau misalnya tidak diedukasi dengan baik. Karena itu tahapan ini memang harus disiapkan dengan baik. Tahapan kampanye ini juga rawan terjadi misalnya soal politik uang, itu cenderung akan semakin kuat," kata Liando.*



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Akademisi Unsrat: Tahapan pemilu paling rawan adalah masa kampanye

Pewarta : Karel Alexander Polakitan
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2024