Jakarta, (Antara) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) memprediksi konflik agraria di berbagai daerah pada tahun 2015 ini bisa saja meningkat bila pemerintah tidak menyelesaikan problem struktural guna memenuhi rasa keadilan rakyat.
"Konflik (terkait agraria) akan meningkat jika Presiden tidak segera menyelesaikan problem struktural agraria-SDA (sumber daya alam), terlebih dalam RPJMN (Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 secara tegas pembangunan infrastruktur akan digenjot besar-besaran dengan anggaran yang juga begitu besar," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Walhi mengingatkan bahwa Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA merupakan salah satu janji politik yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Mei 2014 di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, serta menjadi janji yang tertuang dalam visi misi dan program aksi Nawacita.
Ia juga mengemukakan kebutuhan dan kemendesakan pembentukan Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA karena konflik agraria-SDA di Indonesia sudah menjadi problem manifes dan laten sejak zaman Orde Baru tanpa ada penyelesaian yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.
Berdasarkan data dari tinjauan Lingkungan Hidup Walhi, disebutkan pada tahun 2014 telah terjadi 472 konflik agraria dengan luas wilayah mencapai 2.860.977,07 hektare yang melibatkan 105.887 KK. Jumlah konflik tersebut meningkat sebanyak 103 konflik (27,9 persen) jika dibandingkan dengan jumlah konflik di tahun 2013 (369 konflik).
"Namun kami tidak berharap, Badan Penyelesaian Konflik Agraria ini hanya untuk mengamankan proyek pembangunan pada periode Jokowi agar bebas dari konflik, sehingga Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA ini harus dapat menyelesaikan problem struktral masa lalu yang hingga saat ini tidak menemui penyelesaian konflik yang berkeadilan," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang bakal berfokus kepada tiga hal secara internal yaitu terhadap perbaikan pelayanan, penyelesaian sengketa hingga penyelenggaraan tata ruang guna mewujudkan reformasi agraria.
"Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (Badan Pertanahan Nasional) ke depan akan fokus pada tiga hal, yaitu pelayanan, penanganan sengketa dan penyelenggaraan tata ruang," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan juga menyatakan perencanaan tata ruang nasional tersebut harus didukung pada penyelarasan daya ruang, ketersediaan lahan dengan pencapaian target pembangunan.
"Negara akan hadir dalam melakukan perencanaan tata ruang nasional agar menciptakan ruang-ruang layak hidup dan mampu menopang kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kita akan siapkan juga perencanaan kota-kota masa depan yang nyaman dan produktif," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Kamis (15/1).
Saat ini ada lebih dari 5.000 Rencana Detil Tata Ruang dan peraturan zonasi di semua kota dan kabupaten yang harus diselesaikan. Negara akan hadir untuk merealisasikan kepastian hukum ruang di Indonesia, katanya.
"Konflik (terkait agraria) akan meningkat jika Presiden tidak segera menyelesaikan problem struktural agraria-SDA (sumber daya alam), terlebih dalam RPJMN (Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 secara tegas pembangunan infrastruktur akan digenjot besar-besaran dengan anggaran yang juga begitu besar," kata Direktur Eksekutif Nasional Walhi Abetnego Tarigan dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Minggu.
Walhi mengingatkan bahwa Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA merupakan salah satu janji politik yang disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 12 Mei 2014 di Kantor Eksekutif Nasional WALHI, serta menjadi janji yang tertuang dalam visi misi dan program aksi Nawacita.
Ia juga mengemukakan kebutuhan dan kemendesakan pembentukan Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA karena konflik agraria-SDA di Indonesia sudah menjadi problem manifes dan laten sejak zaman Orde Baru tanpa ada penyelesaian yang memenuhi rasa keadilan bagi rakyat.
Berdasarkan data dari tinjauan Lingkungan Hidup Walhi, disebutkan pada tahun 2014 telah terjadi 472 konflik agraria dengan luas wilayah mencapai 2.860.977,07 hektare yang melibatkan 105.887 KK. Jumlah konflik tersebut meningkat sebanyak 103 konflik (27,9 persen) jika dibandingkan dengan jumlah konflik di tahun 2013 (369 konflik).
"Namun kami tidak berharap, Badan Penyelesaian Konflik Agraria ini hanya untuk mengamankan proyek pembangunan pada periode Jokowi agar bebas dari konflik, sehingga Badan Penyelesaian Konflik Agraria-SDA ini harus dapat menyelesaikan problem struktral masa lalu yang hingga saat ini tidak menemui penyelesaian konflik yang berkeadilan," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang bakal berfokus kepada tiga hal secara internal yaitu terhadap perbaikan pelayanan, penyelesaian sengketa hingga penyelenggaraan tata ruang guna mewujudkan reformasi agraria.
"Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN (Badan Pertanahan Nasional) ke depan akan fokus pada tiga hal, yaitu pelayanan, penanganan sengketa dan penyelenggaraan tata ruang," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang Ferry Mursyidan Baldan.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan juga menyatakan perencanaan tata ruang nasional tersebut harus didukung pada penyelarasan daya ruang, ketersediaan lahan dengan pencapaian target pembangunan.
"Negara akan hadir dalam melakukan perencanaan tata ruang nasional agar menciptakan ruang-ruang layak hidup dan mampu menopang kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kita akan siapkan juga perencanaan kota-kota masa depan yang nyaman dan produktif," kata Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan di Jakarta, Kamis (15/1).
Saat ini ada lebih dari 5.000 Rencana Detil Tata Ruang dan peraturan zonasi di semua kota dan kabupaten yang harus diselesaikan. Negara akan hadir untuk merealisasikan kepastian hukum ruang di Indonesia, katanya.