Manado, (Antara Sulut) - Walhi Sulawesi Utara berharap kepolisian daerah tersebut menseriusi kasus dugaan tindak pidana Bupati Boltim terkait Undang-Undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
"Perlu keseriusan dalam menangani kasus lingkungan di Boltim," kata Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Utara (Sulut) Ode Rakhman, di Manado, Selasa.
Dia berharap kepolisian betul-betul dapat melakukan penegakkan hukum sesuai aturan yang berlaku terkait kasus ini.
"Diharapkan kasus ini dapat ditindaklanjuti dan diseriusi oleh Polda Sulut," kata Rakhman.
Ode Rakhman mengatakan, pada 4 Oktober 2012, Walhi Sulut secara resmi telah melaporkan Bupati Bolaang Mongondow Timur (Boltim) ke Bareskrim Mabes Polri terkait dengan dugaan tindak pidana penyalahgunaan wewenang, sebagaimana diatur pada pasal 165 UU nomor 4 tahun 2009, tentang pertambangan mineral dan batubara.
Dugaan tindak pidana yang dilaporkan adalah terkait dengan Bupati Boltim telah mengeluarkan SK nomor 241 tahun 2011 tentang persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi kepada KUD Nomontang di lokasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Desa Lanut Kecamatan Modayag Kabupaten Boltim.
Luas areal yang diberikan sekitar 215,1 hektar (Ha).
Walhi Sulut menganalisa SK yang dikeluarkan ini, bertentangan dengan UU nomor 4 tahun 2009, dan juga Peraturan Pemerintah (PP) nomor 22 dan 23 tahun 2010 tentang wilayah pertambangan dan tentang pelaksanaan aktifitas pertambangan.
Bahwa persetujuan IUP operasi produksi yang diberikan kepada KUD Nomontang di atas WPR adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan karena bertentangan dengan prosedur atau tahapan yang ditetapkan di dalam UU Nomor 4 tahun 2009.
IUP seharusnya diterbitkan diatas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) bukan di WPR.
Produk izin yang tepat diatas WPR adalah Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
"Sebagaimana yang diundangkan dalam UU nomor 4 tahun 2009, pada pasal 165 menyebutkan, setiap orang yang mengeluarkan IUP, IPR atau IUPK yang bertentangan dengan UU ini dan menyalahgunakan kewenangannya diberi sanksi pidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp200 juta," katanya.
Menurut Rakhman, laporan ke Mabes Polri itu dengan nomor laporan: LP/781/X/2012/Bareskrim, telah ditindaklanjuti dan kemudian sudah dilimpahkan ke Polda Sulut.
Kasus ini sedang ditangani Subdit Tiga Tipiter Direskrimsus Polda Sulut dan sudah sampai ke tahap penyidikan.
"Informasi yang diperoleh, kepolisian telah melakukan pemanggilan kepada Sekretaris Daerah Boltim untuk dimintai keterangan, tetapi panggilan itu belum dipenuhi," katanya.