Jakarta (ANTARA) - CEO Indodax Oscar Darmawan menilai penurunan harga aset kripto dalam beberapa hari terakhir yang mencapai lebih dari 20 persen akibat varian COVID-19 jenis baru yaitu Omicron adalah suatu hal yang wajar.
Akibat munculnya varian yang pertama kali ditemukan di benua Afrika itu, harga Bitcoin serta aset kripto lainnya banyak yang terdiskon karena adanya aksi jual dari beberapa investor yang merasa panik dan was was. Oscar masih optimistis bahwa investasi di aset kripto adalah opsi investasi yang baik di kala krisis.
"Penurunan harga kripto merupakan hal yang sangat biasa di dunia investasi aset kripto dan saya berharap para investor khususnya investor pemula tidak perlu terlalu khawatir karena koreksi nya pun masih di bawah 50 persen. Ini sesuatu yang sehat justru di dunia kripto pada saat terjadi koreksi. Karena itu membantu membangun momentum kripto bisa naik lebih tinggi setelahnya," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Oscar menekankan, yang penting investor selalu menggunakan uang "dingin" untuk bertransaksi di aset kripto. Ia juga meyakini bahwa aset kripto merupakan investasi yang baik ketika krisis terjadi karena tidak dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi dan kebijakan pemerintahan suatu negara.
Dengan adanya kasus COVID-19 varian Omicron, menurut dia, kasus penurunan harga kripto sama dengan yang terjadi pada 2020, ketika awal terjadi kasus COVID-19 di seluruh dunia. Melihat pola yang sama, dia berpendapat bahwa aksi jual tersebut sifatnya hanya sementara.
Dikatakannya para investor yang bertransaksi di aset kripto membutuhkan uang tunai dengan cepat karena kondisi ekonomi global yang terus memburuk akibat varian Omicron tersebut yang nantinya kondisi diyakini akan membaik setelah terjadi masa koreksi.
Sama dengan kasus COVID-19 tahun lalu serta penurunan harga beberapa bulan lalu akibat kasus Evergrande Group dan pelarangan kripto di Tiongkok, lanjut Oscar, kondisi market yang sedang menurun seperti ini bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk membeli kripto di harga yang sedang murah.
"Mengambil contoh dari harga Bitcoin, ketika bulan Maret 2020 harganya menyentuh angka Rp70-80 jutaan per 1 bitcoin. Ketika kasus Evergrande Group dan pelarangan kripto di Tiongkok bulan September lalu, harga Bitcoin menyentuh angka Rp600 jutaan. Dan per hari ini, berdasarkan market Indodax, harga Bitcoin berada di kisaran Rp700 jutaan, padahal pasar sedang merah," katanya.
Bahkan beberapa waktu lalu, Bitcoin pernah meraih nilai tertinggi sepanjang masa di angka Rp968 juta. Harga itu terjadi justru pada saat puncak pandemi lalu yang menunjukkan bitcoin selalu punya performa terbaik saat krisis terjadi.
"Jadi bisa kita simpulkan bahwa Bitcoin adalah investasi yang masih bagus meskipun pasar sedang merah dan bisa dijadikan nilai lindung terhadap inflasi," ujarnya.
Akibat munculnya varian yang pertama kali ditemukan di benua Afrika itu, harga Bitcoin serta aset kripto lainnya banyak yang terdiskon karena adanya aksi jual dari beberapa investor yang merasa panik dan was was. Oscar masih optimistis bahwa investasi di aset kripto adalah opsi investasi yang baik di kala krisis.
"Penurunan harga kripto merupakan hal yang sangat biasa di dunia investasi aset kripto dan saya berharap para investor khususnya investor pemula tidak perlu terlalu khawatir karena koreksi nya pun masih di bawah 50 persen. Ini sesuatu yang sehat justru di dunia kripto pada saat terjadi koreksi. Karena itu membantu membangun momentum kripto bisa naik lebih tinggi setelahnya," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa.
Oscar menekankan, yang penting investor selalu menggunakan uang "dingin" untuk bertransaksi di aset kripto. Ia juga meyakini bahwa aset kripto merupakan investasi yang baik ketika krisis terjadi karena tidak dipengaruhi oleh pelemahan ekonomi dan kebijakan pemerintahan suatu negara.
Dengan adanya kasus COVID-19 varian Omicron, menurut dia, kasus penurunan harga kripto sama dengan yang terjadi pada 2020, ketika awal terjadi kasus COVID-19 di seluruh dunia. Melihat pola yang sama, dia berpendapat bahwa aksi jual tersebut sifatnya hanya sementara.
Dikatakannya para investor yang bertransaksi di aset kripto membutuhkan uang tunai dengan cepat karena kondisi ekonomi global yang terus memburuk akibat varian Omicron tersebut yang nantinya kondisi diyakini akan membaik setelah terjadi masa koreksi.
Sama dengan kasus COVID-19 tahun lalu serta penurunan harga beberapa bulan lalu akibat kasus Evergrande Group dan pelarangan kripto di Tiongkok, lanjut Oscar, kondisi market yang sedang menurun seperti ini bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk membeli kripto di harga yang sedang murah.
"Mengambil contoh dari harga Bitcoin, ketika bulan Maret 2020 harganya menyentuh angka Rp70-80 jutaan per 1 bitcoin. Ketika kasus Evergrande Group dan pelarangan kripto di Tiongkok bulan September lalu, harga Bitcoin menyentuh angka Rp600 jutaan. Dan per hari ini, berdasarkan market Indodax, harga Bitcoin berada di kisaran Rp700 jutaan, padahal pasar sedang merah," katanya.
Bahkan beberapa waktu lalu, Bitcoin pernah meraih nilai tertinggi sepanjang masa di angka Rp968 juta. Harga itu terjadi justru pada saat puncak pandemi lalu yang menunjukkan bitcoin selalu punya performa terbaik saat krisis terjadi.
"Jadi bisa kita simpulkan bahwa Bitcoin adalah investasi yang masih bagus meskipun pasar sedang merah dan bisa dijadikan nilai lindung terhadap inflasi," ujarnya.