Manado (ANTARA) - Rantai pasok pertanian yang terintegrasi dinilai dapat mendorong berkembangnya produk halal Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi nasional.
"Ekosistem halal food harus dibangun terintegrasi from farm to table," ujar Ketua Umum Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja Mahardika dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dalam webinar "Agriculture for sustainable Growth", dia menyebutkan pandemi COVID-19 merupakan momentum kebangkitan sektor pertanian, saat sektor ekonomi lainnya terpuruk mengakibatkan kontraksi ekonomi nasional pada 2020, sementara sektor pertanian mengalami peningkatan signifikan.
"Dalam kondisi terganggunya logistik ekspor impor selama pandemi kita harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dan pertanian mandiri," papar Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI itu.
Pengembangan sektor pertanian, lanjutnya, tidak hanya menghasilkan produk makanan, tapi industri pertanian juga akan mendongkrak industri kesehatan berbasis herbal, industri kecantikan, dan pariwisata agro.
"Sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja terbesar mencapai 29 persen," katanya.
Menurut dia, Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar belum menjadi eksportir makanan halal di dunia, bahkan ironisnya justru sebagai negara importir makanan halal kedua terbesar setelah Saudi Arabia.
Mengutip hasil publikasi Dinard Standard, Guntur mengatakan lima besar negara eksportir makanan halal adalah Brazil, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Argentina.
Managing Director Food PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk Dicky Saelan mengatakan untuk mengembangkan produk halal terintegrasi perlu membangun blockchain rantai pasok halal dari hulu hingga hilir.
"Pasar produk halal sangat besar. Halal harus menjadi nilai jual produk-produk Indonesia,"ujarnya.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia M Anwar Bashori menambahkan BI mendorong sektor pertanian karena ekosistem dari makanan halal.
"Sektor pertanian juga sejak dulu sudah menerapkan prinsip syariah seperti metelu, maro, bagi hasil, dan lainnya," katanya.
"Ekosistem halal food harus dibangun terintegrasi from farm to table," ujar Ketua Umum Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja Mahardika dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Dalam webinar "Agriculture for sustainable Growth", dia menyebutkan pandemi COVID-19 merupakan momentum kebangkitan sektor pertanian, saat sektor ekonomi lainnya terpuruk mengakibatkan kontraksi ekonomi nasional pada 2020, sementara sektor pertanian mengalami peningkatan signifikan.
"Dalam kondisi terganggunya logistik ekspor impor selama pandemi kita harus mampu memenuhi kebutuhan pangan dan pertanian mandiri," papar Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI itu.
Pengembangan sektor pertanian, lanjutnya, tidak hanya menghasilkan produk makanan, tapi industri pertanian juga akan mendongkrak industri kesehatan berbasis herbal, industri kecantikan, dan pariwisata agro.
"Sektor pertanian juga menyerap tenaga kerja terbesar mencapai 29 persen," katanya.
Menurut dia, Indonesia yang berpenduduk muslim terbesar belum menjadi eksportir makanan halal di dunia, bahkan ironisnya justru sebagai negara importir makanan halal kedua terbesar setelah Saudi Arabia.
Mengutip hasil publikasi Dinard Standard, Guntur mengatakan lima besar negara eksportir makanan halal adalah Brazil, Amerika Serikat, India, Rusia, dan Argentina.
Managing Director Food PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk Dicky Saelan mengatakan untuk mengembangkan produk halal terintegrasi perlu membangun blockchain rantai pasok halal dari hulu hingga hilir.
"Pasar produk halal sangat besar. Halal harus menjadi nilai jual produk-produk Indonesia,"ujarnya.
Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia M Anwar Bashori menambahkan BI mendorong sektor pertanian karena ekosistem dari makanan halal.
"Sektor pertanian juga sejak dulu sudah menerapkan prinsip syariah seperti metelu, maro, bagi hasil, dan lainnya," katanya.