Istanbul/Ankara (ANTARA) - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan keharusan negara-negara menerapkan putusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk kepala otoritas Israel Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan Yoav Gallant.
"Kami menganggap penerapan keputusan yang berani ini oleh semua pihak dalam perjanjian (ICC) penting untuk memulihkan kepercayaan kita pada sistem internasional," kata Erdogan dalam pidatonya di Pameran LSM Internasional di Istanbul, Sabtu.
Menghormati surat perintah penangkapan yang dikeluarkan oleh ICC pada Kamis (21/11), Erdogan menegaskan bahwa negara-negara yang mendukung Israel atas tindakannya di Jalur Gaza justru memicu kekejaman—padahal mereka seringkali "menguliahi" negara lain tentang demokrasi dan hak asasi manusia.
ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Erdogan juga mengkritisi organisasi dan media internasional yang "menutup mata" terhadap kejahatan terhadap kemanusiaan di Palestina, Lebanon, dan di tempat lain.
Ia menyuarakan harapan untuk melihat berdirinya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
Oleh karena itu, Erdogan menyerukan kepada dunia Islam untuk mengesampingkan perbedaan, mengambil sikap bersama dan bertindak sebagai satu kesatuan.
"Jika tidak bertindak bersama, tidak akan ada keberhasilan melawan para agresor. Ini adalah satu-satunya cara kita dapat membantu saudara-saudari Palestina dan Lebanon, juga orang-orang yang tidak bersalah dan tertindas di Sudan, Yaman, dan banyak negara lainnya," kata dia.
Israel telah melancarkan perang genosida di Jalur Gaza menyusul serangan lintas batas oleh kelompok Palestina, Hamas, pada Oktober tahun lalu. Serangan Israel menewaskan lebih dari 44.000 korban serta melukai lebih dari 104.000 orang.
Israel menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perang mematikannya di Gaza.
Israel juga terlibat dalam peperangan lintas perbatasan dengan Lebanon, dengan meluncurkan serangan udara pada akhir September terhadap kelompok Hizbullah.
Akibat serangan itu, lebih dari 3.600 korban tewas, dengan lebih dari 15.300 orang terluka dan lebih dari satu juta orang mengungsi sejak Oktober lalu, menurut otoritas kesehatan Lebanon.
Sumber: Anadolu