Manado (ANTARA) - Dalam lima tahun ke depan, pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menargetkan Indonesia dapat mewujudkan swasembada energi, salah satu visi misi Asta Cita Presiden Prabowo demi terwujudnya "Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045".
Pada pidato pertamanya saat resmi dilantik menjadi Presiden RI Periode 2024-2029, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan bahwa Indonesia bisa mencapai kemandirian energi dengan memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.
Menindaklanjuti Visi - Misi dan arahan Presiden, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menggelar Rapat Pimpinan pada akhir Oktober lalu guna memperkuat upaya mewujudkan swasembada energi. Kemudian pada 7 November 2024 lalu Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melantik dan mengambil sumpah Djoko Siswanto menjadi Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) menggantikan Dwi Soetjipto.
Dalam sambutannya pada pelantikan tersebut, Menteri Bahlil mengatakan bahwa peningkatan lifting minyak dan gas bumi (migas) menjadi tugas utama kepala SKK Migas yang baru. Salah satu upaya untuk meningkatkan lifting adalah mengoptimalkan sumur-sumur idle yang saat ini masih belum diolah. Untuk itu, Bahlil meminta agar pihak terkait segera berkoordinasi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang memiliki sumur idle.
Untuk mencapai swasembada energi di Indonesia, menurut Berty Henry Roeroe, yang adalah seorang praktisi dan expertis perminyakan yang telah menghabiskan waktu kurang lebih 40 tahun berpengalaman di bidang well services and production petroleum yang sebagian besar bekerja di luar Indonesia pada beberapa perusahaan Oil and Gas Services, serta produsen minyak bumi terbesar dan ternama di dunia ini mengatakan bahwa, sesungguhnya Indonesia saat ini dapat segera mencapai swasembada energi, karena Indonesia memiliki cadangan sumber daya minyak bumi yang besar, tersebar pada belasan ribu sumur tua yang ada di Tanah Air.
Indonesia sebenarnya sekarang sudah bisa segera swasembada energi. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara mengaktifkan dan mengoptimalkan produksi sumur tua dalam memproduksi minyak bumi dengan menggunakan teknologi mutakhir.
Berdasarkan data terbaru yang dirilis pemerintah pada November 2024, Indonesia memiliki 44.985 sumur minyak dan 16.990 sumur, diantaranya masuk pada kategori sumur tua yang “idle well” atau sumur minyak yang saat ini menganggur atau tidak aktif. Makanya, sekarang Indonesia hanya mampu produksi sekitar 600-an ribu barel/hari (BOPD).
"Nah coba bayangkan apabila 16.000-an sumur idle kita aktifkan dan optimalkan tentunya dengan menggunakan teknologi terbaru ini, dan tentu saja memakai orang-orang berpengalaman di bidang produksi minyak yang tahu mengoperasikannya, pasti akan langsung meningkatkan produksi minyak per hari kita,” kata Berty Roeroe putra Kawanua asal Leilem, Minahasa.
Pria yang memulai karirnya di Dunia Perminyakan pada Tahun 1980 di Otis Engineering/ Halliburton Energy Services Jakarta sebagai Hydraulic Work-Over/ Snubbing, Coiled Tubing/ Nitrogen, Slickine & Well Testing Services ini juga menyebutkan bahwa dengan pengalamannya di bidang optimalisasi produksi minyak, maka saat ini Indonesia bisa mencapai target produksi lebih dari 1 juta barel per hari dengan waktu yang singkat.
“Sebenarnya sekarang, kami sudah ada teknologi yang bisa mengoptimalkan produksi sumur tua dimana bisa menjamin pencapaian minimal 50 barel produksi per hari atau BOPD untuk tiap sumur, bahkan jika maksimal dapat mencapai 60 barel. Jadi hitung saja kalau ada 16.000-an sumur idle yang kita fungsikan, maka produksi dari 50 barel dikalikan 16 ribu sumur, kita dapat menghasilkan 800 ribu BOPD dari sumur idle yang kita aktifkan itu," ujarnya.
"Jadi, jika kita tambah produksi 600 ribu BOPD sekarang, maka total produksi kita nanti bisa capai 1,4 juta BOPD dan itu hampir mencukupi kebutuhan minyak Indonesia sekarang di 1,5 juta BOPD. Ini pun belum ditambah dengan mengoptimalkan sumur yang sekarang sementara berproduksi, tapi hasil produksinya kurang dan jika nanti bisa dipakaikan teknologi itu. Jadi kita bahkan mungkin tidak impor minyak lagi, itulah swasembada energi,” terang Roeroe, expertise perminyakan yang pernah menjabat Well Site Supervisor Operation Engineer di Brunei Shell Petroleum (BSP).
Untuk itu, Pria yang juga pernah meniti karir sebagai Supervisor Well Stimulation High Pressure-High Temperature (HPHT)-Coiled Tubing/ Nitrogen and Hydraulic Workover di Halliburton Worldwide dan Dowell Schlumberger Oman pada Tahun 1997 selanjutnya menjabat sebagai Services Supervisor in charge pada Stimulation Barge Occidental Oil (OXY), yang beroperasi di Qatar, Jordan, Bahrain, dan Kuwait ini menekankan bahwa cadangan minyak yang berlimpah harus dapat dioptimalisasikan dengan teknologi mutakhir termodifikasi.
“Pengalaman saya selama bekerja sebagai Well Control Superintendent Hydraulic WorkOver & Well Stimulation pada perusahaan well services yang pernah ditempatkan di beberapa negara, yakni America (Louisiana (GOM-Gulf of Mexico, Galveston-Texas, Middle East, Thailand, India, Malaysia, Jepang dan Australia bahwa untuk memaksimalkan produksi minyak pada sumur, dibutuhkan teknologi mutakhir termodifikasi untuk optimalisasi lifting minyak dan utamanya juga biaya operasionalnya itu harus murah dan terjangkau dibandingkan dengan pengeboran baru serta break even pointnya bisa lebih cepat,” terangnya.
Roeroe pun menyebutkan bahwa masalah sumur idle di Indonesia disebabkan karena produksi minyak yang sudah tidak maksimal, dimana biaya produksi lebih tinggi dari hasil yang diperoleh.
“Jadi ada hasil dari lifting minyak yang didapat hanya 5 persen, sedangkan 95 persen air. Sehingga sumur ini pun berhenti beroperasi mengingat produksi minyak yang dihasilkan tidak ekonomis lagi, nah teknologi di kita, dapat mengembalikan produksi minyak saat ditarik, menjadi 95 persen dan airnya hanya 5 persen,” jelas Roeroe.
Oleh sebab itu, pria yang kerap disapa Berty ini menyimpulkan bahwa pemerintah perlu terobosan untuk mengeksplorasi cadangan minyak bumi nasional dan reaktifasi sumur tua dan idle well dengan teknologi lifting yang terbaru.
Menurut Roeroe, Terdapat teknologi lifting onshore terbaru yang sudah teruji dan dipakai di beberapa negara seperti Eropa Timur dan Amerika Latin dengan biaya operasional yang sangat murah. Teknologi ini menurutnya dapat diaplikasikan pada ribuan sumur tua dan atau depleted well di Indonesia.
Adapun berdasarkan data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bahwa cadangan minyak RI, berdasarkan data Februari 2024, tercatat sebesar 4,7 miliar barel. Dengan cadangan yang sangat besar tersebut, Roeroe menyebutkan bahwa teknologi untuk menarik cadangan minyak tersebut sudah ada.
“Teknologinya sudah ada pada kami, untuk oil lifting bahkan sudah beberapa negara yang menerapkan alat (Artificial Lifting) tersebut. Alat tersebut digunakan untuk onshore (pengeboran darat) dan telah diaplikasikan serta memperoleh hasil yang maksimal. Tinggal komitmen pemerintah dan instansi terkait, apakah benar-benar ingin mengoptimalkan produksi minyak atau tidak. Yang pasti, dengan teknologi tersebut, dapat memproduksi minimal 50 hingga maksimal 60 barel per hari atau BOPD untuk tiap sumur dan terpenting, biaya operasionalnya murah dan terjangkau,” terang Roeroe menekankan kembali bahwa ke depan Indonesia dapat mencapai target mewujudkan produksi minyak 1 juta barel per hari hingga Indonesia Swasembada Energi bahkan sebelum tahun 2030.
Dengan penggunaan teknologi yang mutakhir ini, Pria yang kini berusia 69 tahun yang masih terus eksis di bidang perminyakan sebagai tenaga konsultan di Brunei Shell Petroleum menyebutkan bahwa ada berbagai pekerjaan rumah di bidang perminyakan yang dapat diselesaikan oleh pemerintah.
Teknologi optimalisasi minyak yang tepat, tentunya dapat menekan biaya produksi, peningkatan kuantitas dan kualitas minyak, hasil produksi yang relatif stabil dan mudah dikontrol. Selain itu, teknologi ini dapat meminimalisir bahkan menghilangkan ilegal lifting karena proses Lifting terkontrol dengan alat yang canggih bahkan produksinya bisa dilihat dan dipantau langsung melalui handphone, sehingga hasil oil lifting yang transparan meminimalisir kebocoran atau pencurian minyak di sumur produksi.
"Hasil produksi masing-masing KKKS dapat dipantau dan terkontrol. Outputnya adalah pajak yang masuk ke negara dapat diketahui secara transparan dari hasil produksi tiap production lifting well,” kunci Roeroe, pria yang diketahui juga pernah terdaftar sebagai Bakal Calon Gubernur Sulawesi Utara lewat jalur Independen pada Tahun 2014.
Diketahui sebelumnya, saat Menteri ESDM Bahlil Lahadalia melantik Djoko Siswanto sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas, Ia menegaskan bahwa peningkatan lifting minyak dan gas bumi (migas) menjadi tugas utama kepala SKK Migas yang baru.
"Saya merasa penting untuk menyampaikan tegas-tegas untuk urusan lifting ini. Lifting kita sekarang hanya 600 ribu BOPD dan sebenarnya bisa kita tingkatkan, tapi karena satu dan lain ha itu belum tercapail. Sejauh ini ada 301 pemboran eksplorasi, 195 sumur di Pertamina dan sebagian tempat lain. Saya minta kepada Pak Joko yang baru dilantik, saya minta untuk dituntaskan. Itu pekerjaan utama Bapak," terang Bahlil.
Selanjutnya, Kepala SKK Migas diminta memangkas perizinan dan perkuat koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar tidak timbul hambatan pada upaya eksplorasi atau peningkatan lifting.