Jakarta (ANTARA) - Ombudsman RI merekomendasikan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan lisensi Clean and Clear (C&C) PT Pacific Mining Jaya (PMJ) atas aktivitas pertambangannya di Kabupaten Nabire, Papua, untuk dicabut karena terdapat maladministrasi.
Anggota Ombudsman RI, Laode Ida, mengatakan rekomendasi tersebut sebagai tindakan korektif pada pihak terkait yakni Gubernur Papua dan Menteri ESDM karena telah terjadi maladministrasi yang akhirnya menyebabkan tumpang tindih lahan.
"Ini adalah tindakan korektif pada Pemprov Papua dalam hal ini Gubernur sebagai pemberi IUP dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam hal ini Menteri ESDM sebagai pemberi lisensi C&C dalam pengambilan kebijakan mereka yang menyalahi perundang-undangan," kata Laode saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat malam.
Laode mengatakan Pergub Papua Nomor 41 Tahun 2011 tentang Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang akhirnya melahirkan Keputusan Nomor 065-42 Tahun 2011 tentang IUP Eksplorasi PT Pacific Mining Jaya itu, bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
"Kami menilai ada kesewenang-wenangan, ini sudah lama diingatkan dan ditegur oleh Kejagung dan Kemenkumham bahwa dasar Pergubnya tidak benar, bahkan sudah dibatalkan atau dicabut oleh Mendagri melalui Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemdagri," ujar Laode.
Adapun lisensi C&C dari Kementerian ESDM, kata Laode, bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Anehnya dalam kasus ini, langsung diusulkan di Jakarta untuk C&C, walau tahu IUP dari Pacific Mining Jaya itu menindih IUP lainnya di wilayah itu," ucap Laode.
Pihak Ombudsman RI, memberikan waktu kepada pihak terkait (Gubernur Papua dan Menteri ESDM), untuk melakukan langkah korektif dalam waktu 30 hari sejak diterimanya Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI oleh pihak terkait.
Adapun korektif Ombudsman RI tersebut antara lain adalah meminta Gubernur Papua untuk mencabut Keputusan Nomor 065-42 Tahun 2011 tentang IUP Eksplorasi Pacific Mining Jaya; Memberikan persetujuan peningkatan IUP Eksplorasi PT Kristalin Ekalestari menjadi IUP Operasi Produksi di Desa Nifasi, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire sesuai keputusan Bupati Nabire Nomor 543/175/SET tanggal 19 Mei 2010.
Memberikan persetujuan peningkatan IUP Eksplorasi PT Kristalin Ekalestari menjadi IUP Operasi Produksi di Desa Lagari, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire sesuai keputusan Bupati Nabire Nomor 543/176/SET tanggal 10 Februari 2011; Melakukan evaluasi IUP PT Kristalin Ekalestari setelah melakukan tindakan korektif; Serta melakukan evaluasi terhadap IUP PT Inko Bersatu Internasional sebagaimana keputusan Bupati Nabire Nomor 543/1475a/SET tanggal 9 September 2014 tentang persetujuan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi.
Serta meminta tindakan korektif Menteri ESDM untuk mencabut status C&C PT Pacific Mining Jaya; Juga meminta Menteri ESDM memasukkan IUP PT Kristalin Ekalestari dan PT Inko Bersatu Internasional dalam database tercatat dan memenuhi ketentuan Dirjen Minerba Kementerian ESDM setelah mendapatkan evaluasi dari Gubernur Papua.
Disambut baik
Adapun PT Kristalin Ekalestari sebagai pelapor maladministrasi, mengatakan pihaknya menyambut baik putusan Ombudsman RI ini, karena pihaknya menyebut selama ini telah diperlakukan tidak adil dengan dugaan penyerobotan lahan oleh pihak terlapor.
"Selama ini kami merasa tidak diperlakukan adil, ada penyerobotan lahan, hingga kami tidak bisa beroperasi, padahal kami sudah dapat izin sesuai aturan namun tidak bisa melaksanakan kegiatan operasional kami, kalau kerugian tidak bisa terungkapkan lagi," ujar Presiden Komisaris PT Kristalin Ekalestari Arif Setiawan di Jakarta, Jumat malam.
Bahkan kata Arif, pihaknya telah memenuhi kewajiban pada masyarakat setempat berupa pembangunan pemukiman, sekolah, jalan, hingga pembagian sembako setiap bulan.
"Karenanya dengan adanya putusan tertulis ini, kami akan melengkapi seperti Amdal, pajak dan lain sebagainya untuk melengkapi menjadi izin usaha produksi. Jikapun ada yang keberatan dengan putusan yang sesungguhnya berkekuatan hukum tetap ini, silahkan saja," ucapnya.
Adapun Laode mengungkapkan bahwa tidak ada alasan bagi para pihak untuk rekomendasi tindakan korektif ini tidak dilaksanakan karena yang ditabrak adalah undang-undang.
"Jika 30 hari tidak dilakukan ada pemeriksaan khusus. Gak ada alasan ini tidak dilakukan ya karena menabrak Undang-Undang, yang kami takutkan itu kan adanya konflik of interest di tingkat pengambil kebijakan tersebut," ucap Laode menambahkan.
Anggota Ombudsman RI, Laode Ida, mengatakan rekomendasi tersebut sebagai tindakan korektif pada pihak terkait yakni Gubernur Papua dan Menteri ESDM karena telah terjadi maladministrasi yang akhirnya menyebabkan tumpang tindih lahan.
"Ini adalah tindakan korektif pada Pemprov Papua dalam hal ini Gubernur sebagai pemberi IUP dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam hal ini Menteri ESDM sebagai pemberi lisensi C&C dalam pengambilan kebijakan mereka yang menyalahi perundang-undangan," kata Laode saat dihubungi Antara di Jakarta, Jumat malam.
Laode mengatakan Pergub Papua Nomor 41 Tahun 2011 tentang Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara yang akhirnya melahirkan Keputusan Nomor 065-42 Tahun 2011 tentang IUP Eksplorasi PT Pacific Mining Jaya itu, bertentangan dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
"Kami menilai ada kesewenang-wenangan, ini sudah lama diingatkan dan ditegur oleh Kejagung dan Kemenkumham bahwa dasar Pergubnya tidak benar, bahkan sudah dibatalkan atau dicabut oleh Mendagri melalui Ditjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemdagri," ujar Laode.
Adapun lisensi C&C dari Kementerian ESDM, kata Laode, bertentangan dengan UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"Anehnya dalam kasus ini, langsung diusulkan di Jakarta untuk C&C, walau tahu IUP dari Pacific Mining Jaya itu menindih IUP lainnya di wilayah itu," ucap Laode.
Pihak Ombudsman RI, memberikan waktu kepada pihak terkait (Gubernur Papua dan Menteri ESDM), untuk melakukan langkah korektif dalam waktu 30 hari sejak diterimanya Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI oleh pihak terkait.
Adapun korektif Ombudsman RI tersebut antara lain adalah meminta Gubernur Papua untuk mencabut Keputusan Nomor 065-42 Tahun 2011 tentang IUP Eksplorasi Pacific Mining Jaya; Memberikan persetujuan peningkatan IUP Eksplorasi PT Kristalin Ekalestari menjadi IUP Operasi Produksi di Desa Nifasi, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire sesuai keputusan Bupati Nabire Nomor 543/175/SET tanggal 19 Mei 2010.
Memberikan persetujuan peningkatan IUP Eksplorasi PT Kristalin Ekalestari menjadi IUP Operasi Produksi di Desa Lagari, Distrik Makimi, Kabupaten Nabire sesuai keputusan Bupati Nabire Nomor 543/176/SET tanggal 10 Februari 2011; Melakukan evaluasi IUP PT Kristalin Ekalestari setelah melakukan tindakan korektif; Serta melakukan evaluasi terhadap IUP PT Inko Bersatu Internasional sebagaimana keputusan Bupati Nabire Nomor 543/1475a/SET tanggal 9 September 2014 tentang persetujuan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi.
Serta meminta tindakan korektif Menteri ESDM untuk mencabut status C&C PT Pacific Mining Jaya; Juga meminta Menteri ESDM memasukkan IUP PT Kristalin Ekalestari dan PT Inko Bersatu Internasional dalam database tercatat dan memenuhi ketentuan Dirjen Minerba Kementerian ESDM setelah mendapatkan evaluasi dari Gubernur Papua.
Disambut baik
Adapun PT Kristalin Ekalestari sebagai pelapor maladministrasi, mengatakan pihaknya menyambut baik putusan Ombudsman RI ini, karena pihaknya menyebut selama ini telah diperlakukan tidak adil dengan dugaan penyerobotan lahan oleh pihak terlapor.
"Selama ini kami merasa tidak diperlakukan adil, ada penyerobotan lahan, hingga kami tidak bisa beroperasi, padahal kami sudah dapat izin sesuai aturan namun tidak bisa melaksanakan kegiatan operasional kami, kalau kerugian tidak bisa terungkapkan lagi," ujar Presiden Komisaris PT Kristalin Ekalestari Arif Setiawan di Jakarta, Jumat malam.
Bahkan kata Arif, pihaknya telah memenuhi kewajiban pada masyarakat setempat berupa pembangunan pemukiman, sekolah, jalan, hingga pembagian sembako setiap bulan.
"Karenanya dengan adanya putusan tertulis ini, kami akan melengkapi seperti Amdal, pajak dan lain sebagainya untuk melengkapi menjadi izin usaha produksi. Jikapun ada yang keberatan dengan putusan yang sesungguhnya berkekuatan hukum tetap ini, silahkan saja," ucapnya.
Adapun Laode mengungkapkan bahwa tidak ada alasan bagi para pihak untuk rekomendasi tindakan korektif ini tidak dilaksanakan karena yang ditabrak adalah undang-undang.
"Jika 30 hari tidak dilakukan ada pemeriksaan khusus. Gak ada alasan ini tidak dilakukan ya karena menabrak Undang-Undang, yang kami takutkan itu kan adanya konflik of interest di tingkat pengambil kebijakan tersebut," ucap Laode menambahkan.