Manado, (Antara) - Akademisi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Manado (Unima) Dr Fitri Herawati Mamonto mengatakan pendekatan dana Corporate Social Responsbility (CSR) hendaknya dilakukan secara holistik.
"Pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic, artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat (community development)," kata Fitri dalam Rapat Koordinasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) kerja sama Pemprov Sulut, Bappeda dan LKBN ANTARA Sulut di Manado, Kamis.
Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut masyarakat menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang secara berkelanjutan.
Dalam konteks ini, katanya, CSR lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan yang melakukannya.
Ada tiga alasan penting perusahaan melakukan CSR yakni harus merespon permintaan rakyat. Kepentingan bisnis dalam jangka panjang di topang oleh semangat tanggung jawab social itu sendiri. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menghindari kritik masyarakat.
Bila tiga alasan penting keberadaan CSR telah tercapai, katanya, maka konflik yang sering muncul antara pemerintah,masyarakat dan perusahaan akan dapat dieliminir.
Dimana, katanya, konflik tersebut seringkali merugikan tidak hanya masyarakat, tetapi semua pihak baik pemerintah, masyarakat, dan perusahaan, bahkan untuk kasus-kasus tertentu, perusahaan ?terpaksa? harus menghentikan operasional perusahaannya.
Meskipun isu tanggung jawab sosial perusahaan CSR sudah cukup lama muncul di negara-negara maju, namun di Indonesia, isu tersebut baru akhir-akhir ini mengalami perhatian yang cukup intens dari berbagai kalangan perusahaan, pemerintah, akademisi, dan NGOs. Respons pemerintah terhadap pentingnya CSR ini misalnya terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003.
Sesungguhnya, konsep CSR tidaklah sama dengan karikatif (charity)atau philanthropy (kedermawanan) yang lebih spontan pemberiannya dan kurang memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat dalam arti pemberdayaan mereka baik secara ekonomi, sosial, dan budaya.
"Pendekatan CSR hendaknya dilakukan secara holistic, artinya, pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan tidak dalam kegiatan bisnis semata, melainkan juga bergerak dari yang sifatnya derma (charity) menuju ke arah CSR yang lebih menekankan pada keberlanjutan pengembangan masyarakat (community development)," kata Fitri dalam Rapat Koordinasi Program Corporate Social Responsibility (CSR) kerja sama Pemprov Sulut, Bappeda dan LKBN ANTARA Sulut di Manado, Kamis.
Intinya, bagaimana dengan CSR tersebut masyarakat menjadi berdaya baik secara ekonomi, sosial, dan budaya secara berkelanjutan (sustainability) sehingga perusahaan juga dapat terus berkembang secara berkelanjutan.
Dalam konteks ini, katanya, CSR lebih dimaknai sebagai investasi jangka panjang bagi perusahaan yang melakukannya.
Ada tiga alasan penting perusahaan melakukan CSR yakni harus merespon permintaan rakyat. Kepentingan bisnis dalam jangka panjang di topang oleh semangat tanggung jawab social itu sendiri. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan merupakan salah satu cara untuk mengurangi atau menghindari kritik masyarakat.
Bila tiga alasan penting keberadaan CSR telah tercapai, katanya, maka konflik yang sering muncul antara pemerintah,masyarakat dan perusahaan akan dapat dieliminir.
Dimana, katanya, konflik tersebut seringkali merugikan tidak hanya masyarakat, tetapi semua pihak baik pemerintah, masyarakat, dan perusahaan, bahkan untuk kasus-kasus tertentu, perusahaan ?terpaksa? harus menghentikan operasional perusahaannya.
Meskipun isu tanggung jawab sosial perusahaan CSR sudah cukup lama muncul di negara-negara maju, namun di Indonesia, isu tersebut baru akhir-akhir ini mengalami perhatian yang cukup intens dari berbagai kalangan perusahaan, pemerintah, akademisi, dan NGOs. Respons pemerintah terhadap pentingnya CSR ini misalnya terlihat dari dikeluarkannya Kebijakan Pemerintah melalui Kepmen BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003.
Sesungguhnya, konsep CSR tidaklah sama dengan karikatif (charity)atau philanthropy (kedermawanan) yang lebih spontan pemberiannya dan kurang memiliki efek jangka panjang bagi masyarakat dalam arti pemberdayaan mereka baik secara ekonomi, sosial, dan budaya.