Manado (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Dr (HC) dr. Hasto Wardoyo,Sp.Og menyebutkan ada tiga ancaman utama terhadap generasi muda Indonesia. Ketiga ancaman tersebut adalah stunting, mental emotional disorder, serta difabilitas dan narkotika.
“Ketiga hal ini yang menjadi ancaman untuk mencapai generasi muda Indonesia yang unggul,” kata Hasto dalam sambutan peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang dibagikan BKKBN Sulut, Rabu.
Menurut Hasto, berdasarkan riset kesehatan dasar, mental emotional disorder atau gangguan emosi mental di kalangan remaja dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
“Jika sebelumnya angka remaja yang mengalami mental emotional disorder sebanyak 6,1 persen maka tahun ini jumlahnya meningkat menjadi 9,8 persen. Ini cukup serius untuk menjadi perhatian kita semua, bagaimana mencapai generasi muda yang unggul untuk masa depan Indonesia,” jelas Hasto.
Selanjutnya Hasto menyebutkan, perilaku remaja-remaja yang brutal dan mudah terpancing untuk bertindak kriminal, juga akibat dari mental emotional disorder.
“Mohon maaf ini, perilaku klitih di kalangan remaja di Yogyakarta, kemungkinan indikasinya dari mental emotional disorder. Meskipun ini angka peningkatan secara nasional,” ujar Hasto.
Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan gangguan emosi mental adalah gangguan keseimbangan pribadi secara klinis, gangguan pengaturan emosi dan perilaku. Hal ini biasanya dikaitkan dengan adanya tekanan kepribadian.
WHO juga menyatakan pada 2019, satu dari delapan orang atau 970 juta orang di seluruh dunia mengalami mental disorder.
Hasto juga menyebutkan angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik, angka perceraian pada 2015 jumlahnya sekitar 350 ribu pasangan keluarga yang bercerai.
“Tetapi pada tahun 2021, jumlah yang bercerai meningkat menjadi 580 ribu. Jadi perlu jadi perhatian ada sekitar 580 ribu anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya akibat broken home,” kata Hasto.
Karena itu Hasto menekankan, perlunya membangun keluarga yang berkualitas untuk mencapai generasi muda Indonesia yang unggul dan maju.
Penekanan Hasto terhadap mental emotional disorder karena Yogyakarta adalah daerah dengan tingkat prevalensi stunting terendah se-Indonesia.
“Capaian Yogyakarta sangat luar biasa. Stunting Yogyakarta termasuk tiga provinsi terendah se-Indonesia, bersama Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Banyak hal yang bisa dicontoh dari Yogyakarta. Gotong royong menjadi contoh yang sangat baik diterapkan dari Yogyakarta,” jelas dia.
Yogyakarta juga menjadi daerah dengan pencapaian tertinggi untuk partisipasi dalam Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor (PSA) yang dilaksakan BKKBN pada 15 Juni 2022 yang lalu. “Yogyakarta capaian akseptor untuk PSA melebihi dari target, lebih dari 200 persen,” kata dia.
Hasto hadir dalam peringatan ke-29 Harganas tingkat Provinsi DIY yang digelar di Balaikota Yogyakarta. Juga hadir dalam peringatan tersebut, Deputi III Kemenko PMK drg. Agus, Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam XIX, Pj. Walikota Yogyakarta Sumadi, Ketua DPD AKU Yogyakarta GKR Bendara Nurastuti Wijareni, serta wakil ketua Tim Penggerak PKK DIY, serta jajaran BKKBN Provinsi DIY.
Peringatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada hari ini, Rabu 29 Juni 2021, dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Sedangkan acara puncak peringatan akan diselenggarakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada Kamis, 7 Juli 2022. Puncak peringatak ke-29 Harganas akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo.
Peringatan Harganas XXIX mengambil tema “Ayo Cegah Stunting, agar Keluarga Bebas dari Stunting”. Tema ini diambil karena secara nasional prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dan di atas ambang batas yang ditetapkan WHO.
Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan pada 2024, angka prevalensi stunting harus di bawa 14 persen. BKKBN yang menjadi penanggung jawab percepatan penurunan stunting.
Karena itu, Hasto dalam akhir sambutannya mengatakan melalui peringatan Harganas adalah momentum untuk percepatan penurunan stunting.
“Ketiga hal ini yang menjadi ancaman untuk mencapai generasi muda Indonesia yang unggul,” kata Hasto dalam sambutan peringatan ke-29 Hari Keluarga Nasional (Harganas) tingkat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), yang dibagikan BKKBN Sulut, Rabu.
Menurut Hasto, berdasarkan riset kesehatan dasar, mental emotional disorder atau gangguan emosi mental di kalangan remaja dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan.
“Jika sebelumnya angka remaja yang mengalami mental emotional disorder sebanyak 6,1 persen maka tahun ini jumlahnya meningkat menjadi 9,8 persen. Ini cukup serius untuk menjadi perhatian kita semua, bagaimana mencapai generasi muda yang unggul untuk masa depan Indonesia,” jelas Hasto.
Selanjutnya Hasto menyebutkan, perilaku remaja-remaja yang brutal dan mudah terpancing untuk bertindak kriminal, juga akibat dari mental emotional disorder.
“Mohon maaf ini, perilaku klitih di kalangan remaja di Yogyakarta, kemungkinan indikasinya dari mental emotional disorder. Meskipun ini angka peningkatan secara nasional,” ujar Hasto.
Badan Kesehatan Dunia WHO menyebutkan gangguan emosi mental adalah gangguan keseimbangan pribadi secara klinis, gangguan pengaturan emosi dan perilaku. Hal ini biasanya dikaitkan dengan adanya tekanan kepribadian.
WHO juga menyatakan pada 2019, satu dari delapan orang atau 970 juta orang di seluruh dunia mengalami mental disorder.
Hasto juga menyebutkan angka perceraian di Indonesia mengalami peningkatan tajam dari tahun ke tahun. Berdasarkan data statistik, angka perceraian pada 2015 jumlahnya sekitar 350 ribu pasangan keluarga yang bercerai.
“Tetapi pada tahun 2021, jumlah yang bercerai meningkat menjadi 580 ribu. Jadi perlu jadi perhatian ada sekitar 580 ribu anak-anak yang kurang mendapat perhatian dari orang tuanya akibat broken home,” kata Hasto.
Karena itu Hasto menekankan, perlunya membangun keluarga yang berkualitas untuk mencapai generasi muda Indonesia yang unggul dan maju.
Penekanan Hasto terhadap mental emotional disorder karena Yogyakarta adalah daerah dengan tingkat prevalensi stunting terendah se-Indonesia.
“Capaian Yogyakarta sangat luar biasa. Stunting Yogyakarta termasuk tiga provinsi terendah se-Indonesia, bersama Provinsi Bali dan DKI Jakarta. Banyak hal yang bisa dicontoh dari Yogyakarta. Gotong royong menjadi contoh yang sangat baik diterapkan dari Yogyakarta,” jelas dia.
Yogyakarta juga menjadi daerah dengan pencapaian tertinggi untuk partisipasi dalam Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor (PSA) yang dilaksakan BKKBN pada 15 Juni 2022 yang lalu. “Yogyakarta capaian akseptor untuk PSA melebihi dari target, lebih dari 200 persen,” kata dia.
Hasto hadir dalam peringatan ke-29 Harganas tingkat Provinsi DIY yang digelar di Balaikota Yogyakarta. Juga hadir dalam peringatan tersebut, Deputi III Kemenko PMK drg. Agus, Wakil Gubernur DIY Sri Paku Alam XIX, Pj. Walikota Yogyakarta Sumadi, Ketua DPD AKU Yogyakarta GKR Bendara Nurastuti Wijareni, serta wakil ketua Tim Penggerak PKK DIY, serta jajaran BKKBN Provinsi DIY.
Peringatan Hari Keluarga Nasional yang jatuh pada hari ini, Rabu 29 Juni 2021, dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Sedangkan acara puncak peringatan akan diselenggarakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada Kamis, 7 Juli 2022. Puncak peringatak ke-29 Harganas akan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo.
Peringatan Harganas XXIX mengambil tema “Ayo Cegah Stunting, agar Keluarga Bebas dari Stunting”. Tema ini diambil karena secara nasional prevalensi stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen dan di atas ambang batas yang ditetapkan WHO.
Pemerintah Indonesia sendiri menargetkan pada 2024, angka prevalensi stunting harus di bawa 14 persen. BKKBN yang menjadi penanggung jawab percepatan penurunan stunting.
Karena itu, Hasto dalam akhir sambutannya mengatakan melalui peringatan Harganas adalah momentum untuk percepatan penurunan stunting.