Manado (ANTARA) - Komisi Yudisial (KY) mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi Pasal 13 huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY semakin memperkuat lembaga tersebut dalam menjalankan tugas dan wewenang menyeleksi Hakim Ad Hoc pada Mahkamah Agung (MA).

"Dalam putusan tersebut disebutkan bahwa perubahan atau pembentukan undang-undang yang mengatur eksistensi KY adalah desain politik hukum yang merupakan otoritas dari pembentuk undang-undang," kata Anggota KY RI sekaligus Ketua Bidang Sumber Daya Manusia, Advokasi, Hukum, Penelitian dan Pengembangan Binziad Kadafi di Jakarta, Kamis.

Kemudian, ia lanjut menjelaskan, desain politik hukum tersebut dibuat melalui kebijakan hukum yang tepat dan tentu saja mengacu pada konstitusi. Tafsir konstitusionalnya dipegang oleh MK dengan pendekatan kontekstual.

Di samping itu, dalam putusan tersebut juga disebutkan bahwa KY memiliki peran penting sebagai perisai dalam proses seleksi Hakim Ad Hoc di MA.

Hal tersebut dapat dimaknai sebagai perisai dengan tujuan tegaknya independensi dan imparsialitas hakim. Dasar peran tersebut dinyatakan oleh MK tidak hanya ditemukan dalam ketentuan konstitusi, tetapi juga "basic principles on the independence of the judiciary" yang berlaku universal.

Kemudian, melalui putusan tersebut KY juga dinyatakan sebagai lembaga independen yang didesain oleh konstitusi untuk menjalankan seleksi yang objektif dan profesional.

"Tidak hanya untuk Hakim Agung tetapi juga untuk seleksi Hakim Ad Hoc pada MA," ujar dia.

Sebelumnya, Majelis Hakim MK menolak seluruh gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY yang diajukan oleh seorang dosen sekaligus mantan calon Hakim Ad Hoc Tindak Pidana Korupsi bernama Dr Burhanudin.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusan yang digelar MK secara virtual.

Dalam konklusi yang dibacakan langsung oleh Ketua MK Anwar Usman, terdapat sejumlah poin di antaranya mahkamah menyatakan pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.

Pewarta : Muhammad Zulfikar
Editor : Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024