Jakarta, 27/10 (AntaraSulut) - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan membuat aturan yang memungkinkan investor lokal untuk menyerap saham PT Freeport Indonesia jika divestasinya dilakukan melalui mekanisme penawaran umum perdana saham atau "initial public offering" (IPO).
"Kita (BEI) bisa membuat peraturan yang membeli rakyat Indonesia, itu keberpihakan namanya. Asing bisa membeli setelah beberapa tahun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa bikin, Bursa bisa bikin," ujar Direktur Utama BEI Tito Sulistio di Jakarta, Selasa.
Ia menegaskan bahwa sudah seharusnya perusahaan asing maupun anak usaha yang mengelola sumber daya alam Indonesia dinikmati juga oleh masyarakat Indonesia.
"Sahamnya dapat diserap melalui Taspen, Asabri maupun lembaga pensiun lainnya. Dalam 5-10 tahun mendatang nilainya akan menjadi besar dan akan kembali ke rakyat Indonesia," katanya.
Ia menambahkan bahwa dengan dicatatkannya saham PT Freeport Indonesia juga akan mendorong kinerja industri pasar modal domestik menjadi lebih baik sekaligus dapat meningkatkan jumlah investor di dalam negeri.
"Induk perusahaan Freeport Indonesia (Freeport-McMoran Inc) terdaftar di Bursa Efek New York, Amerika Serikat. Tidak elok kalau Freeport Indonesia tidak tercatat di Bursa Efek Indonesia," ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa BEI juga sudah memiliki peraturan IPO untuk sektor pertambangan yang tercantum dalam Peraturan Nomor I-A.1. tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara yang resmi diberlakukan pada 1 November 2014 lalu.
"Aturan sudah ada terkait IPO pertambangan, dalam kontrak Freeport Indonesia tahun 1991 lalu juga disebutkan salah satu alternatif divestasi yakni 'listed' melalui Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang sekarang BEI," paparnya.
Sebelumnya Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Nurhaida mengatakan bahwa divestasi saham PT Freeport Indonesia melalui pasar modal atau IPO akan mendorong pemerataan kepemilikan oleh masyarakat dibanding dengan melakukan penempatan langsung atau "private placement".
"Kalau mereka divestasi di pasar modal tentunya itu pemerataan kepemilikan saham oleh masyarakat Indonesia bisa lebih tinggi, ketimbang divestasi sebagai 'private placement' hanya pihak-pihak tertentu," ujarnya.
Menurut dia, jika PT Freeport Indonesia melakukan divestasi melalui pasar modal maka kepemilikan saham oleh investor lokal diharapkan lebih besar dari asing sehingga manfaatnya lebih banyak dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
"Memang, di pasar modal siapapun bisa membeli saham, baik investor lokal maupun asing, kalau ada kehawatiran bahwa asing yang akan memiliki, perlu dilihat lagi bagaimana membatasinya. Kalau yang dilihat lebih ke arah pemerataan tentu bisa dihimbau kepada penjamin pelaksana emisinya untuk memberikan persentase lebih kepada lokal," katanya.