Manado (ANTARA) - Bio Farma bersama Holding BUMN Farmasi akan menghitung ulang atau simulasi terkait layanan tes PCR COVID-19 mengingat Bio Farma berkeyakinan masih ada celah untuk menurunkan harga layanan tersebut.
"Ada exercise atau simulasi sederhana yang kami lakukan kemarin, masih ada sebenarnya celah untuk (tes PCR) turun, namun berapa persen penurunannya yang kami belum ketahui, tapi kami masih berusaha untuk melakukan simulasi lagi tersebut," ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Selasa.
Honesti mencontohkan pada produk Bio Saliva yang diluncurkan Bio Farma, di mana produk tes PCR dengan cara berkumur ini dapat menurunkan biaya di perlengkapan APD karena dalam menjalankan tes PCR Bio Saliva tenaga kesehatan tidak membutuhkan APD lagi.
Selain itu tes PCR dengan menggunakan Bio Saliva bisa dilakukan secara massal, pastinya kalau bersifat massal maka Bio Farma bisa memperkirakan secara tepat volume produksi untuk Bio Saliva.
"Cuma kami belum sampai se-detail itu untuk menghitung semuanya, memang ada beberapa biaya yang tidak bisa kita turunkan seperti biaya untuk tenaga kesehatan karena mereka adalah karyawan kami dan memang ada aturannya juga untuk menggaji mereka. Tapi kami berkeyakinan, kita masih punya celah untuk bisa menurunkan harga layanan tes PCR ini," katanya.
Berapa persen penurunan harga tersebut, Bio Farma perlu melakukan exercise lagi karena menyangkut nanti kapasitas produksi Bio Farma di mana sampai volume berapa optimal dari penurunan biaya tes PCR itu bisa dilakukan.
Honesti juga mengungkapkan bahwa kalau contohnya seperti komponen mBioCoV-19 RT-PCR Kit ataupun Bio Saliva yang dikeluarkan Bio Farma itu hanya sekitar 30 persen dari total harga layanan tes PCR. Dan dari sisi distribusi reagen itu hanya sekitar 20 persen, jadi memang tidak terlampau signifikan sebenarnya.
"Kami akan coba exercise lagi mulai dari layanan apakah harga Rp275.000 akan turun ke harga berapa lagi, kemudian bisnis modelnya seperti apa, apakah akan bersifat kerja sama operasional (KSO) dan itu sudah dilakukan sebenarnya. Kita juga seperti Kimia Farma dan Indofarma, mereka sekarang tidak investasi di mesin PCR dan juga dari alat RNA kit-nya, tapi kita memang melakukan KSO. Pada prinsipnya kami setuju dan kami akan coba melakukan exercise, bagaimana keterjangkauan harga tes PCR ini bisa dinikmati oleh masyarakat," katanya.
Sebelumnya Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi mengatakan bahwa Pemerintah ingin rakyat mendapatkan layanan tes real time polymer chain reaction (RT-PCR) dengan harga wajar.
Pemerintah menyesuaikan harga batas atas tes PCR dari Rp495 ribu untuk wilayah Jawa dan Bali menjadi Rp275 ribu. Sedangkan tarif PCR wilayah luar Jawa dan Bali turun dari Rp525 ribu menjadi Rp300 ribu.
Nadia mengatakan pemerintah mengevaluasi harga pemeriksaan COVID-19 metode PCR dari waktu ke waktu untuk memastikan masyarakat bisa mendapatkan pemeriksaan sesuai harga yang seharusnya dibayar.
Nadia menambahkan penyesuaian harga pemeriksaan PCR itu dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada. Termasuk soal harga pasar, supply, dan jenis yang sampai saat ini untuk reagen sendiri mencapai 200 merek dengan variasi harga. Pemeriksaan PCR merupakan metode tes COVID-19 golden standar atau yang paling efektif dari metode lain yang ada di pasaran.