Manado (ANTARA) - Sejumlah fakta terkait keluhan masyarakat di kawasan Liwas Paal Dua, muncul dalam rapat dengar pendapat yang dilaksanakan komisi III DPRD Manado dengan Dinas Lingkungan Hidup, dinas PTSP dan PT Sulenco Liwas Bata, Senin.
"Berdasarkan penjelasan dari DLH, PTSP, kecamatan dan kelurahan ada sejumlah pelanggaran yang ditemukan dalam proyek tersebut," kata Ketua Komisi III, Jonas Ronni Makawata, SE, usai RDP.
Dia mengatakan, Kepala DLH Manado, Threisje Mokalu, SPd, mengatakan, tahun lalu saat memeriksa, pihaknya sudah menemukan adanya abu lalu memeriksa ternyata ada kejanggalan sehingga langsung memerintahkan penghentian operasional, karena ada pelanggaran, kegiatan yang berizin hanya pembuatan bata, lainnya tidak ada sehingga langsung diperintahkan berhenti dan dibuatkan berita acaranya.
Demikian juga katanya dengan penjelasan PTSP seperti dijelaskan kepala dinas, Charles Rontinsulu serta kepala bidang pengawasan, Muin Sumaila, bahwa memang izin usaha hanya untuk tempat pembuatan bata untuk tempat terbuka tetapi sudah berubah jadi ruangan tertutup, lainnya juga tak berizin dan sudah diberikan pemberitahuan.
Sedangkan penjelasan camat Paal Dua, Glen Kowaas, kata Makawata, memang ada kesalahan di lapangan, sehingga sebagai kepala wilayah di Kecamatan Paal Dua sudah memberikan pemberitahuan, dan mengingatkan agar pembangunan jangan merugikan masyarakat, sebab mengganti aliran sungai itu bermasalah, jadi harus dihentikan.
Sementara Sekretaris komisi C Royke Anter menegaskan bahwa memang aliran sungai di tempat itu sudah ditutup gorong gorong dengan diameter sekitar satu meter maka dikhawatirkan air akan menggenangi kawasan pemukiman dan rumah warga, sehingga jika perlu akan ditindaklanjuti dengan pembongkaran gorong-gorong sepanjang 200 meter karena memang dinilai merugikan masyarakat.
Demikian halnya dengan Jurani Rurubua, yang mempertanyakan sikap pengusaha, karena berinvestasi berdampak negatif pada masyarakat, terutama pelanggaran izin sebab diajukan untuk pelayanan masyarakat.
"Ada kegiatan cuttingan sehingga mengubah bentang alam dan itu berbahaya bagi penduduk di lokasi itu sebab bisa saja menyebabkan tanah longsor, dan membahayakan penduduk sekitar," katanya.
Sedangkan kuasa hukum PT Sulenco, Wems Boyangan, mengatakan tidak menutup aliran sungai dan minta petunjuk pemerintah dan DPRD agar usaha tersebut bisa diselesaikan, dan pihaknya akan mengikuti semua ketentuan yang berlaku. ***
"Berdasarkan penjelasan dari DLH, PTSP, kecamatan dan kelurahan ada sejumlah pelanggaran yang ditemukan dalam proyek tersebut," kata Ketua Komisi III, Jonas Ronni Makawata, SE, usai RDP.
Dia mengatakan, Kepala DLH Manado, Threisje Mokalu, SPd, mengatakan, tahun lalu saat memeriksa, pihaknya sudah menemukan adanya abu lalu memeriksa ternyata ada kejanggalan sehingga langsung memerintahkan penghentian operasional, karena ada pelanggaran, kegiatan yang berizin hanya pembuatan bata, lainnya tidak ada sehingga langsung diperintahkan berhenti dan dibuatkan berita acaranya.
Demikian juga katanya dengan penjelasan PTSP seperti dijelaskan kepala dinas, Charles Rontinsulu serta kepala bidang pengawasan, Muin Sumaila, bahwa memang izin usaha hanya untuk tempat pembuatan bata untuk tempat terbuka tetapi sudah berubah jadi ruangan tertutup, lainnya juga tak berizin dan sudah diberikan pemberitahuan.
Sedangkan penjelasan camat Paal Dua, Glen Kowaas, kata Makawata, memang ada kesalahan di lapangan, sehingga sebagai kepala wilayah di Kecamatan Paal Dua sudah memberikan pemberitahuan, dan mengingatkan agar pembangunan jangan merugikan masyarakat, sebab mengganti aliran sungai itu bermasalah, jadi harus dihentikan.
Sementara Sekretaris komisi C Royke Anter menegaskan bahwa memang aliran sungai di tempat itu sudah ditutup gorong gorong dengan diameter sekitar satu meter maka dikhawatirkan air akan menggenangi kawasan pemukiman dan rumah warga, sehingga jika perlu akan ditindaklanjuti dengan pembongkaran gorong-gorong sepanjang 200 meter karena memang dinilai merugikan masyarakat.
Demikian halnya dengan Jurani Rurubua, yang mempertanyakan sikap pengusaha, karena berinvestasi berdampak negatif pada masyarakat, terutama pelanggaran izin sebab diajukan untuk pelayanan masyarakat.
"Ada kegiatan cuttingan sehingga mengubah bentang alam dan itu berbahaya bagi penduduk di lokasi itu sebab bisa saja menyebabkan tanah longsor, dan membahayakan penduduk sekitar," katanya.
Sedangkan kuasa hukum PT Sulenco, Wems Boyangan, mengatakan tidak menutup aliran sungai dan minta petunjuk pemerintah dan DPRD agar usaha tersebut bisa diselesaikan, dan pihaknya akan mengikuti semua ketentuan yang berlaku. ***