Manado, (Antaranews Sulut) - Anggota DPR RI, Dapil Sulawesi Utara, DR Bara Hasibuan Walewangko, Sabtu, melakukan tugasnya, menyosialisasikan empat pilar MPR, di GPdI Karmel, Tompaso Dua Utara, Kawangkoan Barat.
"Sosialisasi pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, harus selalu dilakukan untuk mengingatkan semua anak bangsa menjaga persatuan dan kesatuan," kata Bang Bara, sapaan akrabnya di Tompaso.
Putra Sonder, yang juga lulusan Harvard University itu, mengatakan Indonesia didirikan para founding fathers yang berasal dari berbagai suku dan agama, termasuk Mr. A.A. Maramis dan juga ada dari etnis Tionghoa.
"Karena itu Indonesia adalah negara yang beragam dan bukan negara agama, tetapi negara hukum dan berdasarkan Pancasila," katanya.
Sosialisasi pilar kebangsaan di Tompaso Dua. (Jo) (1)
Namun anggota komisi VII DPR RI itu mengakui kondisi sekarang berkembang tidak terkendali dan muncul kelompok radikal yang intoleran, sehingga disebut darurat intoleransi, karena sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti terkekangnya orang beribadah.
Tetapi menurutnya sesuai dengan konstitusi, negara wajib melindungi kebebasan beragama, sesuai dengan pasal 29 UUD 1945, sehingga tidak boleh ada yang melarang orang beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing.
"Sebab itu kami terus mengingatkan pemerintah bahkan secara pribadi saya terus mengkritisi terjadinya penutupan rumah ibadah dan pengekangan orang beribadah, karena Pancasila dan UUD 1945 itu menjaminnya," katanya.
Diapun menegaskan setiap orang punya hak dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan tugasnya sebagai warga negara, dan menjadi kewajibannya untuk ikut melindungi. ***
"Sosialisasi pilar kebangsaan yakni Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI, harus selalu dilakukan untuk mengingatkan semua anak bangsa menjaga persatuan dan kesatuan," kata Bang Bara, sapaan akrabnya di Tompaso.
Putra Sonder, yang juga lulusan Harvard University itu, mengatakan Indonesia didirikan para founding fathers yang berasal dari berbagai suku dan agama, termasuk Mr. A.A. Maramis dan juga ada dari etnis Tionghoa.
"Karena itu Indonesia adalah negara yang beragam dan bukan negara agama, tetapi negara hukum dan berdasarkan Pancasila," katanya.
Namun anggota komisi VII DPR RI itu mengakui kondisi sekarang berkembang tidak terkendali dan muncul kelompok radikal yang intoleran, sehingga disebut darurat intoleransi, karena sering terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti terkekangnya orang beribadah.
Tetapi menurutnya sesuai dengan konstitusi, negara wajib melindungi kebebasan beragama, sesuai dengan pasal 29 UUD 1945, sehingga tidak boleh ada yang melarang orang beribadah menurut agama dan keyakinan masing-masing.
"Sebab itu kami terus mengingatkan pemerintah bahkan secara pribadi saya terus mengkritisi terjadinya penutupan rumah ibadah dan pengekangan orang beribadah, karena Pancasila dan UUD 1945 itu menjaminnya," katanya.
Diapun menegaskan setiap orang punya hak dan kewajiban yang sama dalam melaksanakan tugasnya sebagai warga negara, dan menjadi kewajibannya untuk ikut melindungi. ***