Manado, (Antaranews Sulut) - Belanda merupakan tujuan utama komoditas ekspor di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) pada Desember 2018.

Kepala BPS Sulut Dr Ateng Hartono mengatakan pada Desember 2018 juga, Belanda menempati posisi teratas negara tujuan ekspor nonmigas Sulut, yakni senilai USD14,43 juta atau 19,61 persen dari total nilai ekspor nonmigas. 

Adapun produk yang paling banyak diekspor ke negara tersebut adalah lemak dan minyak hewani/nabati Dibandingkan dengan November 2018.
Belanda menggeser Amerika Serikat yang pada tahun sebelumnya menjadi negara tujuan ekspor Sulut. Dimana Amerika Serikat mampu menyumbangkan devisa sebesar USD329,1 juta.

Lanjut Hartono, sebagian besar komoditas ekspor nonmigas dikirim melalui beberapa pelabuhan di Sulut, meskipun ada pula yang dikirim melalui pelabuhan di provinsi lain. 

“Pelabuhan Bitung merupakan pelabuhan laut terbesar di Sulut, dan pada bulan Desember 2018 lebih dari 50% barang ekspor dikirim melalui pelabuhan ini, namun nilai ekspornya mengalami penurunan hampir 11% dibandingkan dengan November,” jelasnya.

Selain pelabuhan Bitung, ekspor dari Sulut juga melewati pelabuhan Amurang serta Bandara Sam Ratulangi Manado.

Sementara itu, Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS Sulut Marthedy M. Tenggehi  menerangkan, nilai impor Sulut Selama 2018 mencapai USD161,7 juta. Nilai mengalami penurunan dengan ekspor 2017 yang menyentuh USD223,6 juta. 

“Untuk 2018 produk impor yang masuk Sulut mengalami penurunan yang cukup dalam,” ujarnya.

Karena itu kata dia, pada 2018 neraca perdagangan Provinsi Sulut mengalami surplus. Sebab jika diukur melalui penghitungan net ekspor (total ekspor dikurangi total impor).  

“Jika ekspor 2018 dikurangi impor 2018 maka hasilnya USD811 juta. Kita surplus,” paparnya.

Nilai ekspor periode 2018 mengalami kenaikan mengalami pertumbuhan dari periode yang sama tahun sebelumnya. Hanya saja pertumbuhan itu tidak signifikan. 

“Kalau kita bandingkan, 2018 hanya mengalami pertumbuhan 1% dibandingkan 2017,” jelasnya kemarin.

Menurut dia, berdasarkan data rekapitulasi sejak Januari hingga Desember 2018, penyebab ekspor Sulut tidak tumbuh signifikan dikarenakan beberapa komoditas andalan mengalami penurunan. Diantaranya lemak dan minyak hewan, selama 2017 mampu mencatat nilai ekspor sebesar USD681,4 juta. 

Sedangkan pada 2018 hanya menyentuh USD570,3 juta. Selain itu untuk daging dan ikan olahan, pada 2017 mencatat USD58,2 juta, dan pada 2018 hanya mampu mencapai USD52,1 juta. Meskipun demikian, lemak dan minyak hewan masih menjadi penopang terbesar ekspor Sulut selama dua tahun terakhir. 

“Lemak dan minyak hewan memberikan kontribusi terbesar dana nilai ekspor dengan peranan 58%,” terangnya.
Berdasarkan tujuan ekspor, Belanda masih menjadi peminat produk di Sulut. Sebab selama 2018 negara tersebut mampu menyumbangkan devisa sebesar USD204,9 juta. 


 

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2024