Manado, (Antaranews Sulut) – Ketua Asosiasi Rumah Sakit Daerah (RSD) Sulawesi Utara DR dr TDE Abeng mengatakan, diterbitkannya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Nomor 2, 3 dan 5 Tahun 2018 untuk memastikan keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
"Sekarang ini dengan munculnya peraturan ini (perdirjampelkes) membuat heboh, akan tetapi tidak gaduh karena masih dalam koridor," kata Abeng di Manado, Sabtu.
Munculnya peraturan ini menurut dia, masih normal sebagai efisiensi, dan sebagai manajerial sudah mengambil langkah tepat program “insidentil case”.
Dosen strata dua rumah sakit itu menambahkan, masih banyak tindakan klinis di rumah sakit yang harus diefisienkan misalkan pelayanan kesehatan jantung, ginjal ataupun cuci darah.
Dia mencontohkan, untuk cuci darah misalkan, ada metode lain yang sudah teruji dan lebih murah disamping metode yang sudah dilakukan saat ini.
Bahkan kata dia, riak- riak yang menyebutkan munculnya peraturan dirjampelkes akan berdampak semakin banyaknya orang buta dan lumpuh, tidak demikian.
"Itu pendapat yang normal, tetapi BPJS Kesehatan tidak menolak pasien. Keputusan BPJS Kesehatan menurut saya sudah bagus dalam rangka efisiensi," ujarnya.
Pernyataan serupa juga dikatakan dr Devy Mandagi SpM, yang juga personel Tim Kendali Mutu Kendali Biaya Provinsi Sulut.
Menurut dia, BPJS Kesehatan diberikan tugas mengelola keuangan jaminan kesehatan yang walaupun pelayanannya belum semuanya baik, akan tetapi institusi ini harus menjamin agar program JKN-KIS tetap berjalan.
Ketika seorang pasien mengetahui harus berobat ke mana ketika sakit, atau memiliki akses ke rumah sakit namun tidak memiliki akses dari sisi pembiayaan, BPJS Kesehatan hadir untuk memudahkan akses pelayanan kesehatan.
Setelah ketika akses itu terbuka, maka orang yang mengalami kesakitan atau penyakit akan berbondong-bondong ingin mendapatkan layanan kesehatan, akibatnya biaya yang muncul semakin besar atau membengkak.
"Apabila kondisi ini dibiarkan, maka BPJS Kesehatan akan anjlok, BPJS Kesehatan harus tetap mempertahankan program ini. Dan untuk menjamin kelangsungan pelayanan kesehatan ini maka harus dilakukan efisiensi," ujarnya.
Menurut Direktur Klinik Mata SMEC Sulut itu, BPJS Kesehatan harus melakukan efisiensi tanpa mengabaikan pelayanan.
"Tinggal sekarang ini bagaimana memastikan standar pelayanan kesehatan dengan biaya yang cukup," ujarnya.
Dia memastikan bahwa munculnya peraturan Dirjampelkes tidak menghentikan pelayanan kepada penderita katarak, rehabilitasi medik maupun bayi lahir.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sangihe dr Joppy Thungari MKes mengatakan, diterbitkannya Perdirjampelkes adalah positif dalam rangka mengendalikan biaya dan mutu.
Sebelumnya BPJS Kesehatan menerbitkan Perdirjampelkes Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, selanjutnya Perdirjampelkes Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdirjampelkes Nomor 5 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
BPJS Kesehatan menegaskan, munculnya peraturan ini tidak akan menghentikan atau membatasi pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS, namun penjaminan pembiayaan disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS-Kesehatan saat ini.***4***
"Sekarang ini dengan munculnya peraturan ini (perdirjampelkes) membuat heboh, akan tetapi tidak gaduh karena masih dalam koridor," kata Abeng di Manado, Sabtu.
Munculnya peraturan ini menurut dia, masih normal sebagai efisiensi, dan sebagai manajerial sudah mengambil langkah tepat program “insidentil case”.
Dosen strata dua rumah sakit itu menambahkan, masih banyak tindakan klinis di rumah sakit yang harus diefisienkan misalkan pelayanan kesehatan jantung, ginjal ataupun cuci darah.
Dia mencontohkan, untuk cuci darah misalkan, ada metode lain yang sudah teruji dan lebih murah disamping metode yang sudah dilakukan saat ini.
Bahkan kata dia, riak- riak yang menyebutkan munculnya peraturan dirjampelkes akan berdampak semakin banyaknya orang buta dan lumpuh, tidak demikian.
"Itu pendapat yang normal, tetapi BPJS Kesehatan tidak menolak pasien. Keputusan BPJS Kesehatan menurut saya sudah bagus dalam rangka efisiensi," ujarnya.
Pernyataan serupa juga dikatakan dr Devy Mandagi SpM, yang juga personel Tim Kendali Mutu Kendali Biaya Provinsi Sulut.
Menurut dia, BPJS Kesehatan diberikan tugas mengelola keuangan jaminan kesehatan yang walaupun pelayanannya belum semuanya baik, akan tetapi institusi ini harus menjamin agar program JKN-KIS tetap berjalan.
Ketika seorang pasien mengetahui harus berobat ke mana ketika sakit, atau memiliki akses ke rumah sakit namun tidak memiliki akses dari sisi pembiayaan, BPJS Kesehatan hadir untuk memudahkan akses pelayanan kesehatan.
Setelah ketika akses itu terbuka, maka orang yang mengalami kesakitan atau penyakit akan berbondong-bondong ingin mendapatkan layanan kesehatan, akibatnya biaya yang muncul semakin besar atau membengkak.
"Apabila kondisi ini dibiarkan, maka BPJS Kesehatan akan anjlok, BPJS Kesehatan harus tetap mempertahankan program ini. Dan untuk menjamin kelangsungan pelayanan kesehatan ini maka harus dilakukan efisiensi," ujarnya.
Menurut Direktur Klinik Mata SMEC Sulut itu, BPJS Kesehatan harus melakukan efisiensi tanpa mengabaikan pelayanan.
"Tinggal sekarang ini bagaimana memastikan standar pelayanan kesehatan dengan biaya yang cukup," ujarnya.
Dia memastikan bahwa munculnya peraturan Dirjampelkes tidak menghentikan pelayanan kepada penderita katarak, rehabilitasi medik maupun bayi lahir.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Sangihe dr Joppy Thungari MKes mengatakan, diterbitkannya Perdirjampelkes adalah positif dalam rangka mengendalikan biaya dan mutu.
Sebelumnya BPJS Kesehatan menerbitkan Perdirjampelkes Nomor 2 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak Dalam Program Jaminan Kesehatan, selanjutnya Perdirjampelkes Nomor 3 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan Dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdirjampelkes Nomor 5 Tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
BPJS Kesehatan menegaskan, munculnya peraturan ini tidak akan menghentikan atau membatasi pelayanan yang diberikan kepada peserta JKN-KIS, namun penjaminan pembiayaan disesuaikan dengan kemampuan keuangan BPJS-Kesehatan saat ini.***4***