Manado, (Antaranews Sulut) - Tampilan uang palsu kadang membuat masyarakat terkecoh karena sebagian besar di antara mereka kurang mengenal dengan baik ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Oleh karenanya, banyak orang yang kurang bertanggung jawab memanfaatkan semua kesempatan yang ada untuk mengedarkan uang palsu tersebut.

Modus yang dilakukan, biasanya membeli sejumlah produk pangan di warung-warung pada malam hari, sehingga pemilik kios tidak lagi mengamati dengan teliti uang yang dipakai untuk pembayaran.

Kejadian tersebut akan merugikan masyarakat, karena uang palsu tidak ada yang bisa menggantikannya.

"Harus waspada agar tidak dirugikan," kata Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Soekowardojo di Manado, Kamis.

Masyarakat diminta tetap mewaspadai kemungkinan beredar uang palsu menjelang pilkada serentak 27 Juni 2018. Bisa saja orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu memanfaatkan kontestasi politik pemilihan kepala daerah untuk mengedarkan uang palsu.

Ia menjelaskan uang palsu bisa beredar pada kesempatan apa saja. Umumnya kejatahan itu, berbanding lurus dengan kegiatan ekonomi. Di mana transaksi meningkat maka peluang beredarnya uang palsu juga meningkat.

Pesta demokrasi sedikit banyak akan mendorong kegiatan ekonomi, sehingga masyarakat harap selalu waspada, khususnya terhadap kegiatan ekonomi yang meningkat.

Di manapun dan kapanpun masyarakat harus mengenali uang rupiah asli supaya tidak tertipu. Jika bertransaksi dengan nilai yang cukup besar sebaiknya menggunakan nontunai.

Pada pemilihan umum kepala daerah di Indonesia yang dilaksanakan serentak, 27 Juni 2018, di Provinsi Sulawesi Utara terdapat satu pemilihan kepala daerah yakni Pilkada Kota Kotamobagu dan lima pilkada kabupaten, yakni Kabupaten Minahasa, Bolaang Mongondow Utara, Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Minahasa Tenggara, dan Kepulauan Talaud.


Temuan

Selama periode Januari sampai Mei 2018, temuan uang palsu tercatat 466 lembar atau secara keseluruhan meningkat 102 persen daripada periode yang sama pada 2017 yang berjumlah 231 lembar.

Temuan uang palsu di provinsi itu yang menjadi wilayah kerja BI Sulut, paling banyak di Kota Manado 451 lembar, Kota Bitung (5), Kota Kotambagu (2), Kabupaten Kepulauan Sangihe (1), dan Kota Gorontalo (6).

Peningkatan temuan kasus itu, karena adanya temuan uang palsu dari pihak kepolisian pada April 2018 pecahan 50.000 tahun emisi 2005 sebanyak 216 lembar. Saat ini, pelaku kasus uang palsu tersebut telah ditahan pihak kepolisian dan diproses sesuai dengan perundang-undangan.

Temuan uang palsu paling banyak di Kota Manado karena merupakan pusat perdagangan, dengan pecahan yang besar.

Oleh karena itu, masyarakat di Kota Manado harus lebih waspada dan teliti terkait dengan uang yang digunakannya agar tidak dirugikan oleh karena peredaran uang palsu.

Temuan uang palsu di kabupaten dan kota di Provinsi Sulut selama 2017, terbanyak di Kota Manado 600 lembar, sedangkan secara keseluruhan temuan uang palsu di Sulut selama tahun itu 723 lembar atau naik 98,62 persen jika dibandingkan dengan 2016 yang 364 lembar. Temuan selama 2017 sebagai terbanyak sejak 2010.

Uang palsu, kata dia, banyak ditemukan oleh pihak "teller" bank, toko, dan ada juga dari masyarakat umum.

Jika ada masyarakat yang merasa curiga dengan uang yang dipegangnya, diminta segera melaporkan ke pihak yang berwajib dalam hal ini kepolisian.


Sosialisasi

Deputi BI Perwakilan Sulut Buwono Budi Santoso mengatakan informasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah bisa diperoleh masyarakat, antara lain melalui berbagai media massa dan sosialisasi yang dilakukan para kasir Bank Indonesia.

Pihak BI juga terus melakukan sosialisasi dan edukasi, baik di pusat perdagangan, pasar tradisional, maupun pemukiman padat penduduk. Apalagi untuk daerah yang diperkirakan rawan peredaran uang palsu seperti Kota Manado, sosialisasi dilakukan lebih intensif.

Sejak awal tahun, BI sosialisasi keaslian uang ruiah lewat kas keliling di Kota Manado, Kabupaten Minahasa Utara, Kota Bitung, Kota Tomohon, Kabupaten Minahasa, dan Kabupaten Minahasa Tenggara.

Sepanjang tahun ini, BI akan terus melakukan sosialisasi hingga pelosok agar masyarakat di desa makin teredukasi tentang keaslian uang rupiah.

Ia mengemukakan tentang pentingnya masyarakat mengenali dengan mudah keaslian uang rupiah, misalnya dilihat dengan mata telanjang sampai ciri-ciri khusus yang dapat dilihat menggunakan alat, seperti penggunaaan sinar ultra violet.

Cara mudah untuk mengetahui uang tersebut asli atau palsu mudah saja karena rupiah memiliki rahasia sendiri, dengan teknik 3D (Dilihat, Diraba, dan Diterawang).

Secara rinci, dia menjelaskan tentang unsur dilihat, yakni warna uang terlihat terang dan jelas, terdapat benang pengaman yang ditanam di kertas uang dengan suatu garis melintang atau beranyam dan berubah warna.

Selain itu, di sudut kanan bawah terdapat lingkaran yang warnanya dapat berubah apabila dilihat dari sudut pandang berbeda atau biasa dikenal OVI (Optical Variable Ink).

Unsur diraba, katanya, setiap uang terdapat angka, huruf, burung garuda, dan gambar utama bila diraba akan terasa kasar atau dikenal sebagai Cetak

Unsur diterawang, katanya, setiap uang terdapat tanda air berupa gambar pahlawan dan terlihat jelas bila diterawangkan ke arah cahaya atau biasa dikenal "water mark".


Wilayah Perbatasan

Sulut memiliki beberapa wilayah perbatasan laut, yakni Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai salah satu kabupaten yang melakukan pilkada. Daerah setempat jangan sampai dimanfaatkan untuk peredaran uang palsu, sehingga edukasi ke masyarakat perbatasan sangat penting dilakukan.

BI menyosialisasikan keaslian uang rupiah di wilayah perbatasan Sulawesi Utara dan Filipina itu, guna memberikan pemahaman tentang pentingnya masyarakat setempat jeli saat melihat uang rupiah.

Sosialisasi keaslian uang rupiah selain di sejumlah tempat umum, juga sekolah dan pasar-pasar tradisonal.

Tim BI melakukan interaksi langsung dengan masyarakat yang berkunjung ke Kepulauan Talaud, yang setiap hari melakukan transaksi pembayaran dengan uang rupiah.

Pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui 3D merupakan teknik paling mudah yang bisa diterapkan siapapun. Hal itu, juga berkaitan dengan UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.

Ia menjelaskan tentang undang-undang itu, yakni menyimpan uang palsu (Pasal 36 Ayat 2) ada sanksi penjara maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp10 miliar.

Selain itu, merusak atau memotong uang rupiah (Pasal 35 Ayat 1) maksimal penjara lima tahun dan denda maksimal Rp1 miliar, menolak uang rupiah sebagai alat pembayaran (Pasal 33 Ayat 1 dan 2) diancam penjara maksimal satu tahun dan denda paling banyak Rp200 juta.


Gunakan Nontunai

Kepala Bank Indonesia (BI) Perwakilan Sulut Soekowardojo mengatakan bahwa menggunakan transaksi nontunai dalam menghadapi kesempatan apapun akan lebih aman dan nyaman

Transaksi nontunai lebih aman bagi masyarakat karena bisa menghindari perampokan atau pencurian dan menghindari peredaran uang palsu.

"Kalau masyarakat membiasakan diri melakukan transaksi nontunai, maka secara perlahan peredaran uang palsu dapat ditekan bahkan dihilangkan," katanya.

Dia mengatakan peredaran uang palsu biasanya marak di masyarakat setiap kesempatan hari raya keagamaan dan pesta demokrasi, karena kebutuhan masyarakat pada waktu tersebut sangat tinggi.

Pada saat-saat seperti itu, kata dia, biasanya harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat mengalami kenaikan yang cukup signifikan.

Peningkatan kebutuhan dan naiknya harga barang, membuat orang-orang yang tidak bertanggung jawab nekat mengedarkan uang palsu untuk mendapatkan keuntungan besar.

Oleh karena itu, kata dia, untuk mencegah peredaran uang palsu, masyarakat dalam bertransaksi sebaiknya menggunakan nontunai, baik melalui anjungan tunai mandiri maupun melalui SMS banking yang lebih aman.

Apalagi, saat ini selain perbankan, pihak swasta sudah mengeluarkan aplikasi pembayaran secara nontunai. Hal itu, selain memberikan keamanan juga mencegah peredaran uang palsu.

CEO BNI Wilayah Manado Nur Azmi mengatakan bahwa pihaknya fokus edukasi kepada masyarakat agar menggunakan uang elektronik karena lebih aman dan memiliki berbagai keuntungan.

Saat ini, BNI memiliki produk uang elektronik dengan sebutan Tapcash yang bisa dijadikan alat pembayaran, baik di toko-toko maupun transportasi.

BNI akan terus melakukan sosialisasi dan edukasi sehingga masyarakat tidak perlu membawa dana tunai yang banyak.

Layanan itu, juga salah satu wujud dukungan BI terhadap program BI dalam Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).

Saat ini, BNI terus meningkatkan jumlah gerai yang bisa menggunakan Tapcash sehingga penggunaannya tepat.

"Selain merchen juga dijadikan alat pembayaran transportasi darat maupun retribusi parkiran," jelasnya.

Head Network and Services BNI Kanwil Manado Dewanta Ary Wardhana mengatakan selain Tapcash juga ada produk Layanan Your All Payment (YAP) sebagai alat pembayaran untuk transaksi nontunai (cashless) dan tanpa menunjukkan kartu debit/kreditnya (cardless).

Tidak seperti aplikasi pembayaran dengan telepon pintar lainnya, yang hanya mengandalkan uang elektronik sebagai sumber dana, YAP! menjadi yang pertama dengan menggunakan tiga sumber dana, yaitu Kartu Debit, Kartu Kredit, dan Uang Elektronik BNI (UnikQu) sesuai pilihan pengguna saat bertransaksi.

Dengan demikian, semua pengguna telepon pintar dapat dengan mudah menggunakan YAP! dengan sumber dana uang elektronik UnikQu, sedangkan pengguna yang sudah menjadi nasabah BNI dapat menambahkan semua kartu kredit dan kartu kreditnya sebagai sumber dananya.

Yap! dengan berbagai kemudahannya merupakan pengganti peran mesin Electronic Data Capture (EDC) yang dapat memenuhi kebutuhan pedagang dari berbagai macam segmen, mulai pedagang kecil, UMKM, retail, toko jaringan (chain store), toko modern (premium), dan toko "online" (e-commerce).

Keunggulan YAP! lainnya adalah kenyamanan penggunaan aplikasi dengan sistem keamanan yang andal, dengan dua tingkat keamanan pada saat "login" aplikasi menggunakan kata kunci dan bertransaksi menggunakan Personal Identification Number (PIN) sesuai sumber dana yang digunakan.

Produk-produk uang elektronik maupun aplikasi pembayaran yang dikeluarkan oleh perbankan dan swasta lainnya, bisa meminimalisasi peredaran uang palsu, karena masyarakat tidak lagi menggunakan uang tunai dalam jumlah yang banyak.



(T.KR-NCY/B/M029/M029) 21-06-2018 13:27:58

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2024