Manado, (Antaranews Sulut) - Perekonomian Sulawesi Utara di awal reformasi mengalami hal yang serupa dengan fenomena nasional saat itu.

Akibat krisis moneter pada pertengahan tahun 1997, ekonomi Sulut pada tahun 1998 terpuruk, ekspor lemah, beban impor menjadi kian berat karena jatuhnya nilai tukar rupiah.

Pada saat itu, menurut Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut Norma O.F. Regar, investasi mengalami kemunduran luar biasa, investor mengangkat dana mereka karena instabilitas ekonomi dan politik, inflasi menjulang tinggi hingga dua digit.

Selepas masa itu, 1999-2004, memasuki masa pemulihan ekonomi, pendapatan domestik regional bruto (PDRB) tumbuh positif meski tidak jauh dari 0 persen.

Masa peralihan, ekonomi Indonesia, termasuk Sulut, memasuki masa keemasan yang ditandai ekonomi stabil, angka kemiskinan turun meski diterpa kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang berimbas pada pencabutan subsidi.

Namun, hal itu dapat ditanggulangi dengan strategi cash transfer. Kebijakan saat itu memacu pertumbuhan ekonomi dengan jurus "trickle down effect" dan mengarah pada "pro-poor", "pro-growth", dan "pro-job".

Norma O.F. Regar menjelaskan bahwa perkembangan ekonomi Sulut sejak 2001 hingga 2017, yakni 2,13 persen, 3,33 persen, 3,19 persen, 4,26 persen, 5,35 persen, 5,76 persen, 6,47 persen, 10,86 persen, 7,85 persen, 6,17 persen, 6,86 persen, 6,38 persen, 6,31 persen, 6,12 persen, 6,17 persen, dan 6,32 persen.

Di Sulut, pada tahun 2008, pertumbuhan ekonomi menjulang hingga 10 persen, investasi deras mengalir, menyongsong beberapa "event" internasional yang saat itu dilakukan di provinsi ini, seperti World Ocean Conference (WOC), CTI Summit, dan Sail Bunaken.

Meski dibayangi krisis global yang kala itu mewabah di Eropa, fundamental ekonomi Indonesia, termasuk Sulut, tidak banyak terpengaruh. Tren positif perekonomian trus berlanjut hingga kini dengan stabilitas ekonomi terjaga dan investasi kian membaik. Investasi dipacu, terutama pada masa Presiden RI Joko Widodo.

Yang menjadi pekerja rumah bersama dalam meningkatkan perekonomian, baik nasional maupun daerah, adalah meningkatkan daya saing, apalagi memasuki era digital saat ini.

Optimistis

Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Sulawesi Utara Soekowardojo merasa optimistis pertumbuhan ekonomi Sulut pada tahun 2018 sebesar 6,2 s.d. 6,6 persen (yoy) atau naik dari 2017 (6,2 s.d. 6,4 persen).

Menurut dia, faktor pendorong perekonomian Sulut pada tahun ini, antara lain, bersumber dari peningkatan pendapatan masyarakat, baik dari peningkatan UMP maupun produk pertanian dari seluruh subsektornya.

Berikutnya, meningkatnya penjualan kendaraan bermotor sebagai dampak fenomena transportasi "online" yang didukung ketersediaan pembiayaan.

Penyelenggaraan pilkada di enam kabupaten/kota di Sulut, kata Soekowardojo, juga punya andil dalam pertumbuhan ekonomi provinsi itu.

Pendorong lainnya dalam pertumbuhan ekonomi Sulut 2018, katanya lagi, juga adanya peningkatan APBD Provinsi Sulut sebesar 17 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp4,18 triliun.

Begitu pula, dengan alokasi dana desa sebesar Rp1,06 triliun yang terbagi di 11 kabupaten dan satu kota dengan penerima 1.508 desa.

Ekonomi Sulut juga akan ditopang oleh upaya pemerintah daerah dalam menarik kunjungan wisman yang lebih besar pada tahun ini. Apalagi, upaya pemda di bidang pariwisata dan sektor lainnya yang berbasis digital mampu meningkatkan daya saing dan berimbas pada pertumbuhan ekonomi.

Optimisme pertumbuhan ekonomi Sulut pada tahun ini juga mengacu pada pertumbuhan ekonomi 2017 yang diyakini lebih masih lebih tinggi daripada pertumbuhan nasional sebesar 5,0 s.d. 5,2 persen (yoy).

Dari sisi permintaan, kata Soekowardojo, peningkatan pertumbuhan ekonomi Sulut 2017 diperkirakan ditopang oleh peningkatan kinerja pada komponen konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, dan investasi.

Target 7 Persen

Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey merasa optimistis indikator ekonomi di provinsi yang memiliki 15 kabupaten dan kota itu tumbuh dari waktu ke waktu.

Kecenderungannya (indikator ekonomi) tumbuh positif. Apakah itu terkait dengan laju inflasi, angka pengangguran, kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan investasi. Oleh karena itu, pihaknya menargetkan pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen hingga 2021. Persentase ini akan tercapai dengan berbagai kinerja yang akan dilakukan.

Menurut dia, pertumbuhan ekonomi tersebut akan tercapai dengan berbagai upaya yang dilakukan dengan memperkuat beberapa sektor yang potensial di Sulut, seperti pertanian, pariwisata, dansektor lainnya yang tidak kalah penting. Pihaknya juga optimistis pertumbuhan akan tercapai.

Selain itu, pihaknya juga akan melakukan percepatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung, kelanjutan tol Manado-Bitung, dan proyek lainnya yang akan mendorong perekonomian di Sulut.

Di samping itu, pihaknya akan melakukan pengembangan di sektor perikanan yang memiliki potensi ekspor yang cukup besar.

Untuk itu, Gubernur Olly Dondokambey berharap kerja sama yang baik semua instansi pemerintahan, pemangku kepentingan lainnya, dan swasta. Hal ini akan sangat diperlukan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi lebih dari 7 persen.



Rw.D007

(T.KR-NCY/B/D007/D007) 20-05-2018 12:13:12

Pewarta : Nancy Lynda Tigauw
Editor : Nancy Lynda Tigauw
Copyright © ANTARA 2024