Manado (ANTARA) - Akademisi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Dr Joy Tulung mengatakan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) Sulawesi Utara (Sulut) tahun 2026 harus diimbangi dengan produktivitas tenaga kerja (TK).

"Kenaikan UMP Sulut ke kisaran Rp4 juta per bulan perlu dibaca sebagai bagian dari dinamika ekonomi yang sedang bergerak, bukan sekadar angka administratif," kata Joy, di Manado, Senin. 

Di satu sisi, katanya, kenaikan ini mencerminkan adanya perbaikan kondisi makro daerah yaitu pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dan inflasi yang masih terkendali. 

Dalam konteks ini, UMP menjadi instrumen untuk menjaga daya beli pekerja agar tidak tergerus oleh kenaikan harga kebutuhan pokok, terutama menjelang dan sesudah pergantian tahun.

Dari sisi dampak ekonomi, kenaikan UMP berpotensi memberikan dorongan pada konsumsi rumah tangga. 

Pekerja dengan upah minimum umumnya membelanjakan hampir seluruh pendapatannya untuk kebutuhan sehari-hari. 

Ketika pendapatan meningkat, perputaran uang di sektor perdagangan, jasa, transportasi, dan usaha kecil akan ikut bergerak. 

Bagi perekonomian Sulawesi Utara yang ditopang oleh konsumsi domestik, pariwisata, dan jasa, efek ini relatif positif dalam jangka pendek. 

Secara sosial, kenaikan UMP juga memberi sinyal keberpihakan pada kesejahteraan pekerja dan berpotensi menekan tingkat kemiskinan pekerja formal.

Namun, katanya, dampak tersebut tidak berdiri sendiri tanpa tantangan. Bagi dunia usaha, khususnya UMKM dan sektor padat karya, kenaikan UMP berarti kenaikan biaya produksi. 

Jika produktivitas tenaga kerja tidak ikut meningkat, maka ruang keuntungan akan tertekan. 

Dalam kondisi seperti ini, katanya, sebagian pelaku usaha bisa memilih menahan ekspansi, menunda perekrutan tenaga kerja baru, atau bahkan melakukan efisiensi tenaga kerja. 

Di sinilah pentingnya kebijakan pendukung, seperti peningkatan keterampilan tenaga kerja, insentif bagi UMKM, dan kemudahan berusaha, agar kenaikan upah tidak berujung pada pelemahan penyerapan tenaga kerja. 

UMP terlalu tinggi juga akan berpotensi akan membuat daerah kurang menarik bagi investor yang mencari biaya tenaga kerja rendah yang akhirnya akan menghambat penciptaan lapangan kerja baru dan pertumbuhan ekonomi.


Pewarta : Nancy Tigauw
Editor : Hence Paat
Copyright © ANTARA 2025