Washington (ANTARA) - Kelompok tujuh negara ekonomi besar dunia (G7), Uni Eropa (EU) dan Australia berencana untuk membatasi harga minyak Rusia pada 60 dolar AS (sekitar Rp926.000) per barel, kata pemerintah AS pada Jumat (2/12).
Rencana itu diputuskan beberapa hari menjelang pelaksanaan mekanisme baru yang dimaksudkan untuk menekan Moskow atas perangnya di Ukraina.
Pembatasan harga minyak Rusia itu, yang mulai berlaku pada Senin (5/12), akan membantu membatasi sumber pendapatan utama Kremlin untuk membiayai perang itu, seraya mengatasi gangguan pasokan di pasar global dengan mendorong aliran minyak Rusia dengan harga diskon, kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.
Pengumuman itu muncul setelah 27 negara anggota EU menyetujui batas harga minyak Rusia tersebut, tetapi masih ada pertanyaan apakah batas harga itu cukup rendah untuk memberikan pukulan besar bagi Rusia.
Amerika Serikat menyatakan dukungan bagi rencana tersebut. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menegaskan bahwa Rusia dapat melihat "penurunan yang signifikan" dalam hasil penjualan minyaknya, setelah sempat mematok harga 100 dolar AS per barel.
Minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional, telah diperdagangkan sekitar 85 dolar AS per barel baru-baru ini. Namun, minyak mentah Rusia dilaporkan telah diperdagangkan di bawah 60 dolar AS belum lama ini.
Tingkat batas harga minyak itu dapat disesuaikan kemudian, tergantung pada reaksi Rusia dan faktor lainnya, kata Kirby.
Rencana untuk membatasi harga minyak Rusia telah disetujui pada awal tahun ini oleh negara-negara anggota G7 --Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat-- dan EU.
Perhatian baru-baru ini tertuju pada diskusi EU tentang tingkat batas harga minyak aktual. Sebelumnya, Polandia dilaporkan telah menunda untuk menyetujui kesepakatan batas harga 60 dolar AS per barel itu.
Seorang sumber di EU mengatakan mekanisme dalam kesepakatan itu diharapkan dapat menjaga batas harga setidaknya 5 persen di bawah harga pasar.
Sumber: Kyodo-OANA
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: G7 akan batasi harga minyak Rusia atas perangnya di Ukraina
Rencana itu diputuskan beberapa hari menjelang pelaksanaan mekanisme baru yang dimaksudkan untuk menekan Moskow atas perangnya di Ukraina.
Pembatasan harga minyak Rusia itu, yang mulai berlaku pada Senin (5/12), akan membantu membatasi sumber pendapatan utama Kremlin untuk membiayai perang itu, seraya mengatasi gangguan pasokan di pasar global dengan mendorong aliran minyak Rusia dengan harga diskon, kata Menteri Keuangan AS Janet Yellen dalam sebuah pernyataan.
Pengumuman itu muncul setelah 27 negara anggota EU menyetujui batas harga minyak Rusia tersebut, tetapi masih ada pertanyaan apakah batas harga itu cukup rendah untuk memberikan pukulan besar bagi Rusia.
Amerika Serikat menyatakan dukungan bagi rencana tersebut. Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menegaskan bahwa Rusia dapat melihat "penurunan yang signifikan" dalam hasil penjualan minyaknya, setelah sempat mematok harga 100 dolar AS per barel.
Minyak mentah Brent, yang menjadi patokan internasional, telah diperdagangkan sekitar 85 dolar AS per barel baru-baru ini. Namun, minyak mentah Rusia dilaporkan telah diperdagangkan di bawah 60 dolar AS belum lama ini.
Tingkat batas harga minyak itu dapat disesuaikan kemudian, tergantung pada reaksi Rusia dan faktor lainnya, kata Kirby.
Rencana untuk membatasi harga minyak Rusia telah disetujui pada awal tahun ini oleh negara-negara anggota G7 --Inggris, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, dan Amerika Serikat-- dan EU.
Perhatian baru-baru ini tertuju pada diskusi EU tentang tingkat batas harga minyak aktual. Sebelumnya, Polandia dilaporkan telah menunda untuk menyetujui kesepakatan batas harga 60 dolar AS per barel itu.
Seorang sumber di EU mengatakan mekanisme dalam kesepakatan itu diharapkan dapat menjaga batas harga setidaknya 5 persen di bawah harga pasar.
Sumber: Kyodo-OANA
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: G7 akan batasi harga minyak Rusia atas perangnya di Ukraina