Manado (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Sulawesi Utara Jenny Karouw mengatakan upaya menurunkan angka stunting membutuhkan sinergitas semua pemangku kepentingan.
"Masalah kekerdilan merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, menurunkan angkanya perlu kerja sama semua pihak," kata dia di Manado, Senin.
Kekerdilan ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Dia menyebutkan pemerintah daerah telah melaksanakan evaluasi dan mengapresiasi kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam upaya percepatan penurunan kekerdilan.
Penurunan angka kekerdilan juga dilakukan pemerintah provinsi dengan menindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2611/Bangda, tentang Penilaian Kinerja Delapan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Tahun 2022.
"Gubernur melaksanakan penilaian kinerja bagi kabupaten lokus di wilayahnya terkait dengan upaya penurunan kekerdilan," jelasnya.
Evaluasi ini, kata dia, untuk menilai aspek kinerja apa saja yang sudah baik atau yang masih perlu ditingkatkan dari setiap kabupaten lokus, serta mengetahui hal inspiratif, replikatif dan inovatif dalam pelaksanaan konvergensi penurunan kekerdilan.
Selain itu, memfasilitasi upaya berbagi pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh kabupaten/kota dalam meningkatkan kualitas dan hasil pelaksanaan delapan aksi konvergensi serta mengapresiasi kinerja kabupaten lokus dalam upaya percepatan penurunan kekerdilan.
"Empat kabupaten lokus penilaian penurunan angka kekerdilan mencakup Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan," katanya.
Berdasarkan survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulut sebesar 21,6 persen.
"Masalah kekerdilan merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, menurunkan angkanya perlu kerja sama semua pihak," kata dia di Manado, Senin.
Kekerdilan ini ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Dia menyebutkan pemerintah daerah telah melaksanakan evaluasi dan mengapresiasi kinerja pemerintah kabupaten/kota dalam upaya percepatan penurunan kekerdilan.
Penurunan angka kekerdilan juga dilakukan pemerintah provinsi dengan menindaklanjuti Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 440/2611/Bangda, tentang Penilaian Kinerja Delapan Aksi Konvergensi Penurunan Stunting Tahun 2022.
"Gubernur melaksanakan penilaian kinerja bagi kabupaten lokus di wilayahnya terkait dengan upaya penurunan kekerdilan," jelasnya.
Evaluasi ini, kata dia, untuk menilai aspek kinerja apa saja yang sudah baik atau yang masih perlu ditingkatkan dari setiap kabupaten lokus, serta mengetahui hal inspiratif, replikatif dan inovatif dalam pelaksanaan konvergensi penurunan kekerdilan.
Selain itu, memfasilitasi upaya berbagi pembelajaran yang dapat dimanfaatkan oleh seluruh kabupaten/kota dalam meningkatkan kualitas dan hasil pelaksanaan delapan aksi konvergensi serta mengapresiasi kinerja kabupaten lokus dalam upaya percepatan penurunan kekerdilan.
"Empat kabupaten lokus penilaian penurunan angka kekerdilan mencakup Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan," katanya.
Berdasarkan survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 menunjukkan bahwa angka prevalensi stunting di Sulut sebesar 21,6 persen.