Manado (ANTARA) - Wakil Gubernur Sulawesi Utara Steven Kandouw mengharapkan perkawinan dini tidak menjadi kultur masyarakat karena dampaknya, antara lain terkait dengan angka stunting dan tingkat perceraian yang tinggi.

"Ini harus diingatkan, sekali lagi jangan sampai perkawinan dini menjadi kultur, di bawah 18 tahun sudah kawin. Kalau sudah jadi kultur susah untuk diubah," katanya di Manado, Kamis.

Di negara lain, katanya, ada yang menjadikan perkawinan dini menjadi kultur, dijodohkan, 15 tahun kawin, 16 tahun mendapatkan anak, 18 tahun cerai, dan 21 tahun kawin lagi sehingga hal tersebut sebagai berbahaya.

"Ini menjadi lingkaran kemiskinan menurut hemat saya. Orang harus mapan, pendidikan mantap," ujarnya.

Wagub Kandouw memberikan apresiasi Bappeda Sulut atas terselenggara penilaian kinerja terhadap pelaksanaan delapan aksi konvergensi empat kabupaten lokus penurunan stunting tahun 2022 di Provinsi Sulut.

"Stunting harus dikerjakan secara keroyokan oleh semua pemangku kepentingan terkait," katanya.

Ia menambahkan tentang keinginan Presiden Joko Widodo agar penangan kekerdilan secara komprehensif, masif, dan terstruktur yang ditindaklanjuti pemerintah provinsi dengan membentuk satgas khusus hingga tingkat kabupaten dan kota.

"Tujuannya agar penetrasi dan konvergensinya betul-betul menjadi perhatian serius," ujarnya.

Kepala Perwakilan Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sulut Diano T. Tandaju menambahkan dari sisi data kekerdilan ada dua sumber, yaitu Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM) dan survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021.

"Karena itu kami memberikan apresiasi atas dukungan Gubernur Olly Dondokambey, Wakil Gubernur Steven Kandouw, ada Bappeda dan Dukcapil yang bersama-sama melakukan percepatan penurunan angka stunting di Sulut," katanya.

Pewarta : Karel Alexander Polakitan

Copyright © ANTARA 2024