Manado (ANTARA) - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Sulawesi Utara, Jenny Karouw mengatakan, prevalensi angka kekerdilan (stunting) di provinsi tersebut sebanyak 3.134 anak balita atau secara prosentasi sebesar 3,10 persen
"Ini adalah hasil pelaporan dari masing-masing puskemas ke provinsi selama tahun 2021," kata Jenny di Manado, Kamis.
Angka prevalensi tersebut, menurut dia, disajikan melalui hasil Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM).
Angka dari aplikasi tersebut merupakan rekaman data individu secara langsung di lapangan dari setiap posyandu di yang tersebar di Sulut yang kemudian diolah menjadi hasil status gizi yang lebih akurat karena dapat disajikan 'by name by address'.
Ada juga data pembanding lainnya yang telah dirilis survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 dan menunjukkan bahwa angka prevalensi kekerdilan di daerah tersebut masih cukup tinggi yakni sebesar 21,6 persen.
Jenny mengatakan, angka prevalensi sebesar 3,10 persen (3.134 anak balita) tersebut merupakan hasil pengukuran 101.178 balita (77,55 persen) dari total sasaran sebanyak 130.464 balita yang terdata.
"Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri pemerintah Sulut utara dimana hasil pengukuran balita belum 100 persen terukur dari total jumlah balita yang terdata," katanya.
Meski begitu kata dia, angka prevalensi yang muncul tersebut cukup menggambarkan kondisi nyata yang ada di lapangan.
"Karena itu perlu adanya kolaborasi program strategis yang tepat sasaran serta berdampak langsung pada intervensi spesifik dan sensitif secara optimal, efektif dan harmonis dalam percepatan penurunan stunting di bumi nyiur melambai," ujarnya.
Pelaksanaan penilaian kinerja ini telah digelar sejak tahun 2019 - 2020 terhadap empat kabupaten lokus, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Bappeda Sulut menggelar penilaian kinerja terhadap pelaksanaan delapan aksi konvergensi empat kabupaten lokus penurunan stunting tahun 2022 di Provinsi Sulut.
"Ini adalah hasil pelaporan dari masing-masing puskemas ke provinsi selama tahun 2021," kata Jenny di Manado, Kamis.
Angka prevalensi tersebut, menurut dia, disajikan melalui hasil Aplikasi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E-PPGBM).
Angka dari aplikasi tersebut merupakan rekaman data individu secara langsung di lapangan dari setiap posyandu di yang tersebar di Sulut yang kemudian diolah menjadi hasil status gizi yang lebih akurat karena dapat disajikan 'by name by address'.
Ada juga data pembanding lainnya yang telah dirilis survei berskala nasional melalui Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2021 dan menunjukkan bahwa angka prevalensi kekerdilan di daerah tersebut masih cukup tinggi yakni sebesar 21,6 persen.
Jenny mengatakan, angka prevalensi sebesar 3,10 persen (3.134 anak balita) tersebut merupakan hasil pengukuran 101.178 balita (77,55 persen) dari total sasaran sebanyak 130.464 balita yang terdata.
"Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri pemerintah Sulut utara dimana hasil pengukuran balita belum 100 persen terukur dari total jumlah balita yang terdata," katanya.
Meski begitu kata dia, angka prevalensi yang muncul tersebut cukup menggambarkan kondisi nyata yang ada di lapangan.
"Karena itu perlu adanya kolaborasi program strategis yang tepat sasaran serta berdampak langsung pada intervensi spesifik dan sensitif secara optimal, efektif dan harmonis dalam percepatan penurunan stunting di bumi nyiur melambai," ujarnya.
Pelaksanaan penilaian kinerja ini telah digelar sejak tahun 2019 - 2020 terhadap empat kabupaten lokus, yakni Kabupaten Bolaang Mongondow, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Kabupaten Minahasa Utara dan Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.
Bappeda Sulut menggelar penilaian kinerja terhadap pelaksanaan delapan aksi konvergensi empat kabupaten lokus penurunan stunting tahun 2022 di Provinsi Sulut.